Chereads / Chronophobia (Indonesia) / Chapter 47 - Interogasi

Chapter 47 - Interogasi

Aku? Kenapa dia manggil aku, apa jangan-jangan mereka sudah tau kalau aku yang nyebarkan videonya? 

Dengan perasaan yang gelisah Sastra pun berdiri lalu berjalan ke depan pintu masuk. Semua anak di dalam kelas memandangnya dengan mulut yang terkunci. Tidak ada yang berkata satu kata apapun karena mereka juga khawatir akan dipanggil setelah Sastra. Sastra sendiri juga tidak tau dia dipanggil untuk diinterogasi atau karena alasan yang lain. Dia hanya berjalan keluar bersama Yunita ke aula yang saat itu kosong. 

Sastra pun bertanya, "Aku mau diwawancarai ini kak, atau ada yang lain?" Yunita yang berjalan di depannya hanya menjawab, "Kamu akan segera tau saat kita sampai di aula, jaga sikapmu nanti." Jawaban itu sama sekali tidak membuat Sastra lega, malah membuatnya semakin gelisah. Jantungnya terasa seperti akan copot dan nafasnya juga semakin cepat. 

Hingga akhirnya mereka sampai di aula, di sana duduklah 2 orang polisi yang Sastra lihat tadi pagi. Detektif Ranu dan Lydia duduk di kursi di depan panggung gamelan. Lalu Sastra dan Yunita berdiri di depan meja yang berada di antara mereka. Yunita berkata, "Permisi pak, ini Sastra salah satu anggota klub Arcana, dia akan membantu memanggilkan anak-anak di kelas yang sudah ditentukan." Seketika Sastra menjadi lega karena dia hanya dijadikan babu penyelidikan dan bukan tersangka. Dia mengangguk kepada detektif Ranu dan Lydia setelah Yunita memperkenalkannya. 

Saat melihat Sastra sekilas Ranu langsung ingat akan sesuatu, "Kamu saksi yang menemukan jasadnya Martin kan?" Sastra tidak kaget karena dia sudah memprediksi ini dan dia menjawab dengan lancar, "Iya pak, saya sama temen saya menemukan Martin Senin kemarin." "Oke, aku sudah baca catatan kesaksianmu, jadi kamu tidak perlu ditanyai untuk sementara waktu ini. Sekarang kita bisa panggil anak-anak 1 per 1 ke sini. Tolong kamu Sastra yang memanggilkan orang pertama." 

Sastra hanya mengangguk lalu menatap Yunita karena tidak yakin siapa orang pertama yang harus ia panggil. Yunita pun berkata, "Kamu panggilkan sesuai absen aja mulai dari absen satu." "Oke, aku ke atas sekarang," kata Sastra yang kemudian pergi keluar aula. 

Tidak lama kemudian Sastra kembali sambil membawa teman kelasnya yang memiliki absen no 1. Dengan gugup ia duduk di kursi depan detektif Ranu. Anak perempuan itu mendapatkan pertanyaan simpel darinya, "Menurutmu siapa yang membenci Martin?" "A-aku maksudnya saya, menurut saya mungkin gak ada soalnya Martin selalu tampak ceria dan semua anak menyukainya. Cuma pas waktu video itu tersebar banyak anak yang syok, gak menayngka ternyata dia kayak gitu," jawabnya dengan gugup. 

Lalu detektif Ranu memberikan pertanyaan kedua, "Katamu dia selalu tampak ceria, bagaimana hubungannya dengan teman, guru apa dia memiliki hubungan asmara dengan seseorang?" masih dengan nada ragu ia menjawab, "Dia yah, baik-baik aja sama temen-temen dan guru. Kalau asmara mungkin dia suka sama Isabel yang punya seragam olahraga di video itu…" "Terus bagaimana hubungan mereka, apa pacaran atau ditolak, apa yang terjadi?" 

"Setau saya dulu Isabel pernah pacaran sama Sastra, tapi sekarang dia sudah putus. Martin hanya mendekati Isabel dan gak sampai pacaran," jawabnya. Dahi Ranu mengerut untuk sesaat sebelum dia bertanya lagi, "Sastra? Lanjut pertanyaan ketiga, ketika seluruh kelas berada di lapangan untuk menyaksikan kampanye calon ketua OSIS, siapa yang mengikuti Martin izin keluar lapangan?" 

Pertanyaan ketiga ini tampak susah dijawab olehnya. Dia berusaha mengingat-ingat kejadian 3 minggu yang lalu saat kampanye ketua OSIS. Padahal kejadiannya masih belum 1 bulan yang lalu, tetapi rasanya tidak ada yang muncul di pikirannya. Karena dia tidak segera menjawab Ranu berkata, "Coba kamu ingat-ingat, perempuan berada di belakang laki-laki kan? Harusnya kamu bisa melihat siapa saja yang meninggalkan lapangan terutama Martin." 

"A-aku gak bisa mengingat apa-apa… Semua kejadian saat kampanye itu saya ingat, tapi bagian Martin meninggalkan lapangan… Susah gak inget sama sekali." Anak itu memegangi kepalanya seperti sedang menahan rasa sakit di kepalanya. Lydia yang dari tadi menyimak mereka juga ikut heran dengan reaksi anak itu yang tampak aneh. Namun, ini masih anak pertama dan masih ada banyak anak lain. Pasti salah satu dari mereka akan mengingat sesuatu. 

"Oke, terimakasih sudah membantu kami, sekarang kamu boleh kembali ke kelas," ucap detektif Ranu. Anak itu pergi meninggalkan aula lalu bertemu dengan Sastra di depan pintu. Sastra pun berkata, "Tolong panggilkan absen selanjutnya, makasih ya." Setelah anak itu naik ke atas Yunita memanggil Sastra, "Sastra sini, kamu dipanggil." 

Dipanggil apa lagi ini? Kenapa mereka gak bisa membiarkan aku tenang sebentar aja?

Detektif Ranu sekarang menginterogasi Sastra, dia bertanya, "Kenapa kamu tidak memberitahu kalau kamu pernah berpacaran dengan Isabel yang menjadi korban pelecehan dari Martin?" Pertanyaan itu menabraknya seperti truk dan membuatnya terpatung untuk sesaat. Tetapi, ia tetap mempertahankan ketenangannya dengan menjawab, "Oh, saya kira informasi ini tidak relevan dengan penyelidikan ini pak, saat di kantor polisi saya juga masih syok jadi memberikan informasi seadanya. Memang saya pernah berpacaran dengan Isabel, tapi sudah putus sejak November lalu." 

"Jadi, kamu mengatakan kalau kamu cemburu dengan Martin karena dia mendekati Isabel, habis itu kamu merekam video itu dan membagikannya ke semua orang?" 

Dengan ekspresi dan nada yang marah Sastra menjawab, "Enggak pak, saya sama sekali tidak mengatakan itu. Saya dan Isabel juga putus dengan baik-baik karena memang beda agama dan susah untuk diteruskan. Gak mungkin saya menyebarkan video itu, pak." Detektif Ranu memperhatikan reaksi dan ekspresi Sastra serta setiap kata yang ia katakan. Keduanya diam sejenak sebelum akhirnya terdengar seorang anak absen 2 yang datang. "Kita lanjutkan nanti lagi," kata detektif Ranu. 

Pertanyaan demi pertanyaan berlalu, begitu juga anak-anak kelas itu juga terus berganti. Hingga akhirnya Becca duduk di kursi itu untuk diberi pertanyaan. 3 pertanyaan sama dilontarkan kepada setiap anak yang datang. Saat di pertanyaan kedua Becca menjawab, "Dua minggu yang lalu saya sama Martin dan beberapa anak lain di kelas latihan band buat panen karya setiap pulang sekolah. Terakhir lihat ya minggu kemarin hari kamis pas video itu tersebar." "Jadi, kamu bersama Martin selama 2 minggu, apa ada yang aneh dengan Martin?" 

Becca berpikir sejenak sebelum menjawab, "Tidak ada… Dia tampak normal dan bersikap ceria. Tapi ada anak dari klub musik yang suka sama Martin, biasanya dia juga ikut latihan musik." Dengan penasaran Ranu bertanya, "Siapa namanya?" yang Becca jawab, "Cecil, pak." Lydia yang duduk di samping Ranu mencatat nama itu serta mencatat detail lain yang berhubungan dengan Cecil. Buku catatannya sampai penuh dari lembar ke lembar dengan detail kesaksian setiap anak. 

Selanjutnya Ranu memberikan pertanyaan terakhir, "Ketika semua kelas berada di lapangan untuk menyaksikan kampanye calon ketua OSIS, siapa yang mengikuti Martin izin keluar lapangan?" Untuk ke sekian kalinya anak yang mendapatkan pertanyaan ini tampak bingung dan susah untuk mengingat memori terkait peristiwa itu. "Maaf, saya tidak ingat," kata Becca. Lalu Ranu pun memerintahkan Becca untuk kembali ke kelas dan berterima kasih padanya karena sudah mau membantu dalam penyelidikan. 

Dengan wajah yang bingung dia bertanya pada Lydia, "Ini sudah anak ke 11 dan semuanya gak ada yang inget, aneh emang menurutmu kenapa ini Lydia?" Lydia sama bingungnya dan menjawab, "Saya mana tau detektif, mungkin memang ini sudah lama dan mereka juga sudah lupa. Ini hal yang wajar, mungkin kita bisa mengubah pertanyaannya yang mudah bagi mereka untuk ingat?" Detektif Ranu tetap memaksa, "Gak bisa, ini detail penting yang dibutuhkan untuk menentukan siapa penyebar videonya, coba kita lihat bagaimana reaksi setiap anak dengan pertanyaan ini." 

Setelah itu sesi wawancara atau interogasi dilanjutkan dan anak demi anak turun menuju aula sesuai urutan absen mereka. Hingga akhirnya ini giliran Isabel untuk diwawancarai. Di depan aula dia bertemu dengan Sastra yang sedang berdiri. Sastra berkata dengan tersenyum, "Jangan khawatir Isabel, kamu cuma ditanyai beberapa pertanyaan aja kok." 

Isabel terus berjalan tidak membalas ucapan Sastra dan hanya menunjukkan senyuman yang melankolis. 

Detektif Ranu mengajukan pertanyaan pertama, "Isabel, bagaimana perasaanmu tentang meninggalnya Martin dan apa yang telah ia lakukan padamu?" Pertanyaan ini terasa khusus dan berbeda dengan pertanyaan yang biasanya diberikan pada anak-anak lain. Setelah mendengar pertanyaan itu, Isabel menundukkan kepalanya baru dia menjawab, "Saya merasa sedih… Martin yang aku kenal selalu ceria dan baik, tapi tiba-tiba video itu tersebar. Saya syok semuanya juga syok dan banyak anak yang langsung membencinya. Terus ada temen yang ngasih tau kalau seragam di video itu punyaku. Saya langsung merasa jijik sampai mual dan hampir muntah, saya tidak menyangka dia akan melakukan itu. Meskipun begitu dia gak seharusnya bunuh diri, semua orang tidak seharusnya bunuh diri. Mungkin dia bisa menebus dosanya dengan melakukan sesuatu seperti tobat atau apa, tapi semua orang berhak untuk hidup tidak terkecuali Martin…"

Dari depan aula Sastra dapat mendengarkan ucapan Isabel dan dia membatin dengan ekspresi yang rumit, Semua orang berhak untuk hidup? Isabel, setelah semua yang telah ia lakukan padamu, bagaimana kamu tetap baik hati?

Detektif Ranu akan memberikan pertanyaan lain dan menekan Isabel untuk memberikan lebih banyak informasi. Namun, setelah mendengarkan jawaban Isabel dan memperhatikan raut wajahnya dia mengurungkan niatnya. Dia mengetuk meja beberapa kali sebelum berkata, "Ketika kampanye calon ketua OSIS apa kamu melihat orang yang mengikuti Martin keluar lapangan?" Seperti anak-anak lainnya dia tidak tau, "Maaf saya gak tau pak." "Kalau begitu terimakasih sudah membantu, kamu bisa kembali ke kelas." 

Sebelum waktu solat Dhuhur wawancara itu sudah selesai dan mereka sudah mendapatkan kesaksian dari setiap anak. Dalam bentuk tulis maupun dalam bentuk rekaman audio. Detektif Ranu berkata, "Sastra dan Yunita terimakasih sudah membantu, kalian bisa istirahat dulu. Nanti setelah solat Dhuhur berkumpul lagi, terutama kamu Sastra." 

Kemudian Sastra dan Yunita berpamitan dan meninggalkan aula. Detektif Ranu dan Lydia masih berada di dalam aula untuk mengevaluasi hasil penyelidikan mereka sampai saat ini. Lalu muncullah pertanyaan, "Lydia, kenapa semua anak tidak ada yang mengingat kejadian yang ditanyakan di pertanyaan ketiga?" "Mungkin memang kejadian itu tidak ada… Makannya gak ada anak-anak yang ingat, kalau memang ada kejadiannya sudah lama. Mereka juga baru saja kehilangan temannya, pasti itu mempengaruhi psikologi mereka," kata Lydia. Ranu masih tidak percaya dengan penjelasan Lydia, meski itu masuk akal, tetapi Ranu yakin akan intuisinya tentang kejadian itu. 

"Tetap aja, ini tidak masuk akal, harusnya prediksiku tentang kejadian ini benar. Makin lama kasus ini makin aneh seperti ada yang menutupi. Mulai dari rekaman cctv yang menghilang dan semua anak yang tidak bisa mengingat kejadian saat kampanye ketua OSIS." 

"Sudahlah detektif, lebih baik kita istirahat dulu solat dan makan siang. Baru kita melanjutkan penyelidikannya." 

Lydia pun berdiri sambil membawa buku bindernya dan HPnya. Dia menatap ke detektif Ranu seraya berkata, "Saya mau nyoba lihat makanan di kantin, mau ikut?" "Oke, aku ikut," jawab detektif Ranu, tetapi saat dia akan beranjak dari meja itu dia melihat cermin emas milik Yunita yang masih tertinggal di atas meja. 

Aku lupa kalau ada cermin ini di sini… Seharusnya ini punya Yunita, kenapa dia meninggalkannya di sini? Mungkin dia lupa...

Ranu pun mengambil cermin itu lalu menatap ke dalam bayangannya sendiri. Untuk sesaat dia berhenti bergerak seakan waktu berhenti. Kemudian pupil matanya melebar diikuti dengan sebuah kesadaran. Lydia yang menyaksikan itu pun heran lalu bertanya, "Detektif, apa ada masalah? Itu cermin punyanya Yunita mungkin ketinggalan, tapi nanti dia akan kembali kok." Dengan wajah yang datar dia bergumam, "Jadi seperti itu…" 

Di dalam kelas Sastra duduk di bangkunya yang berada di belakang sambil makan makanan yang ia beli di kantin. Kali ini dia sendirian, tidak ada lagi Martin dan tempat duduknya kosong tidak ada yang menempati. Sastra sudah mengambil tasnya, tetapi tasnya Martin masih ada di lemari belakang tergeletak entah sampai kapan. Masih belum ada orang yang berinisiatif tentang apa yang harus dilakukan terhadap tas itu. Mungkin isinya bisa digadaikan atau tasnya bisa dijual kembali. Semua itu kembali lagi kepada keputusan anak-anak di kelas. 

Sambil makan Sastra menyalakan HPnya dan membaca buku untuk mengalihkan pikirannya dari kegelisahan dan rasa takut yang ia rasakan sekarang. Buku yang ia baca masih sama, yakni The Idiot. Sastra merasa seperti orang idiot yang bodoh karena semua yang ia lakukan sama sekali tidak memenuhi tujuannya dan justru memperburuk situasi. Jika Prince Myshkin Idiot karena kemurnian hatinya, maka Sastra Idiot karena ketidakmampuannya dalam menggapai tujuan dan niatnya serta setiap tindakannya hanya berujung pada kehancuran orang di sekitarnya dan dirinya sendiri. 

Tiba-tiba Sastra terganggu dengan pesan yang ia dapatkan di grup WA klub Arcana. Pesan itu berbunyi, "Sastra, nanti setelah istirahat selesai segera ke ruang BK." Pesan itu dikirim oleh Yunita dan sekali lagi Sastra menjadi gelisah. Dia tidak tau apa yang akan terjadi dalam beberapa menit ke depan. Waktu istirahat juga sudah mulai habis menyisakan 5 menit yang terasa sangat singkat. 

Yunita ini mau meminta bantuanku dalam penyelidikan atau ada masalah lain? Apa jangan-jangan polisi itu sudah tau dia juga bilang kalau aku harus kembali setelah istirahat, tapi ini ke ruang BK bukan ke aula lagi. Hmm, aku gak punya pilihan lain selain ikuti ini…