Pada pukul 12.03 Sastra sedang berjalan menuju ruang BK. Ruang Bk itu berada di samping kelas Yunita yang dulu pernah ia kunjungi. Sastra dapat merasakan setiap langkahnya, bahkan sampai menghitung berapa banyak langkah yang ia telah ambil saking takutnya dengan apa yang akan ia hadapi di ruang BK. Mungkin ketakutannya ini tidak berarti dan ia hanya dipanggil untuk membantu sesuatu, tetapi tetap saja Sastra tidak bisa menyingkirkan pikiran tentang skenario terburuk, yakni ketika mereka mengetahui bahwa Sastra lah pelakunya.
Akhirnya, Sastra sampai di depan ruang BK yang di sana tampak beberapa orang yang ia takutkan. Ada bu BK, kedua penyelidik dan kepala sekolah yang duduk di sofa dan kursi di ruang belakang BK. Dengan gugup Sastra mengetuk pintunya, "Permisi, saya Sastra tadi saya dapet pesan untuk datang ke ruang BK." Bu BK itu pun menjawab, "Oh ya nak, silakan masuk dan duduk di sini." Dia menunjuk ke salah satu kursi kosong di dalam ruangan. Di antara kursi-kursi dan sofa itu terdapat meja dan ada lemari berisikan berkas di dekat meja guru.
Anehnya Sastra tidak menemukan Yunita di manapun, padahal dia yang tadi memanggilnya untuk ke BK. Sastra tidak terlalu mempermasalahkan detail itu dan masuk ke dalam ruang BK. Dia menundukkan punggungnya saat berjalan di depan guru-guru, lalu duduk di kursi yang sudah disiapkan.
Di dalam ruangan itu Sastra dapat merasakan atmosfer yang sangat kuat dan membuatnya agak pusing. Jelas situasi yang ia hadapi lebih dari sekedar meet and greet dengan guru-guru dan polisi ini. Ditambah lagi ekspresi mereka sangatlah serius hingga Sastra menundukkan kepalanya sedikit untuk menghindari tatapan mereka.
Kemudian Lydia menata barang-barang yang berada di atas meja. Mulai dari kumpulan kertas, buku bindernya dan tablet besar. Detektif Ranu berkata dengan nada serius, "Ini adalah barang bukti yang kamu temukan selama penyelidikan. Setelah ini kami akan menjelaskan peran masing-masing barang bukti ini dalam kasus bunuh diri Martin, tapi sebelum itu saya mau memberitahu kalau kamu Sastra… Adalah tersangka utamanya."
Aku sudah ketahuan?! Penyelidikan ini bahkan belum sampai 2 hari dan mereka baru selesai menanyai anak-anak di beberapa kelas. Aku menyaksikannya sendiri, mereka juga gak mendapat banyak informasi dan petunjuk dari mereka. Terus dari mana mereka bisa menjadikanku tersangka utama tanpa bukti kuat. Bukti kuat… Tunggu bukti apa yang mereka dapatkan?
Detektif Ranu melanjutkan, "Pertama kami menemukan rekaman video yang tadi pagi kami teliti. Di dalam rekaman ini terlihat jelas Sastra yang mematikan listrik di area kelas 12 dan 10." Lalu dia menyalakan tablet dan tampak jelas di layar itu Sastra sedang membuka kotak listrik itu dan mematikannya. Sastra pun menjadi heran karena yang ia ingat tidak seperti ini. Sastra memang melakukan ini, tetapi ia menyamarkan dirinya dengan mengenakan seragam perempuan.
"Dari video ini sudah terlihat jelas bahwa Sastra lah pelakunya," kata detektif Ranu. Kepala sekolah dan bu BK masih diam dan menyimak penjelasannya. Dia melanjutkan lagi, "Tidak ada rekaman lain selain video ini karena kamu sudah menghapus semuanya bukan? Bagaimana Sastra kamu pikir tidak ada orang lain yang lebih pintar darimu?"
"Itu bukan aku, sumpah demi Allah! Aku gak pernah mematikan listrik itu aku aja gak tau caranya dan kalau tau pasti kotaknya terkunci," kata Sastra. Sastra terbawa emosinya dan tidak sempat menyaring kata-katanya agar lebih sopan. Bahkan ketika dalam emosi yang kuat Sastra masih bisa berbohong demi membela dirinya sendiri.
Detektif Ranu tidak mau kalah dengan Sastra dia pun berkata, "Oh ya? Kalau begitu kenapa semua orang bersaksi kalau kamu mengikuti Martin keluar lapangan saat kampanye ketua OSIS?" Lagi-lagi Sastra dibuat tidak bisa berkata-kata. Dia duduk di kursinya dengan ekspresi kalut yang menggambarkan perasaannya saat itu.
Gak masuk akal! Tadi selama aku di aula semua anak mengaku kalau mereka gak ingat dengan kejadian itu, tapi kenapa dia mengaku kalau aku yang mengikuti Martin. Jelas-jelas dia bohong, pasti dia berbohong tentang bukti-bukti ini hanya untuk membuatku mengaku.
Sastra membuat deduksi bahwa detektif Ranu hanya berbohong dan sebenarnya tidak ada bukti yang mengarah pada Sastra, tetapi kenapa sampai membawa kepala sekolah? Apa yang sebenarnya detektif Ranu rencanakan?
Pak Tengku kepala sekolah itu berkata, "Apa pak Ranu benar-benar yakin dengan hasil penyelidikan ini? Maksudnya apa bukti-buktinya benar-benar akurat?" Tanpa rasa ragu detektif Ranu menjawab, "Tentu pak, dalam sesi wawancara kami juga merekam pembicaraan dengan setiap anak dan mereka semua bersaksi kalau Sastra yang melakukannya. Ini bisa bapak dengarkan sendiri." Kemudian dia membuat gestur kepada Lydia untuk memutar rekaman audio yang ada di dalam HPnya. Dia skip bagian pertanyaan pertama dan kedua dan langsung ke pertanyaan ketiga.
Rekaman itu berbunyi, "Saya waktu itu berada di barisan belakang jadi melihat pas Martin izin ke toilet, tapi setelah itu ada yang izin ke toilet juga kayaknya… Sastra." Rekaman audio itu kedengarannya nyata dan Sastra bisa mengenali suaranya yang mirip Lulu.
Kenapa ada rekaman suara yang mengatakan kalau aku ikut izin ke belakang? Aku di aula sepanjang waktu dan menyaksikan Lulu diwawancarai, tapi dia juga lupa. Dari mana ini berasal kalau begitu, apa dia membuat rencana dan kesepakatan di belakang?
Setelah itu rekaman demi rekaman diputar dan semuanya mengakui kalau mereka melihat Sastra pergi ke toilet. Bahkan Isabel juga mengakui hal yang sama, padahal Sastra menyaksikan sendiri kalau Isabel menjawab lupa. Detektif Ranu pun menatap kepada Sastra dan bertanya, "Bagaimana sekarang kamu mau mengaku? Semua orang mengakui kalau melihat kamu melakukannya. Kamu mau berbohong dengan apa lagi?"
Di saat itu juga Sastra merasa mual dan akan muntah karena mengalami tekanan yang tinggi, tetapi ia menahan perasaan itu dan bersikap tenang. Dia melihat ke sekelilingnya dan menemukan bahwa semua orang di ruangan itu menatapnya dengan tajam. Lalu lydia berkata dengan lembut, "Tidak apa-apa Sastra, lebih baik kamu mengaku hukumanmu akan diringankan nantinya."
Diringankan kepala bapak kau! Mana ada hukuman yang diringankan, jangan gunakan strategi good cop bad cop ke aku, ini sungguh memuakkan. Kenapa sekarang jadi aneh dan tidak masuk akal? Kalau hanya Lulu yang bersaksi itu masih mungkin, tapi di rekaman tadi ada banyak sekali orang termasuk Isabel.
Bu BK pun ikut menekan Sastra, "Sastra, jawab pertanyaannya dan katakan yang sebenarnya." Di dalam situasi ini Sastra berusaha memikirkan jalan keluar, apa yang harus ia lakukan dan apa yang harus ia katakan.
Tiba-tiba matanya terpaku pada jam dinding yang tampak membeku. Jarum jam yang ada di jam itu tampak tidak bergerak, bahkan sejak Sastra datang ke sana posisinya tetap sama. Kemudian Sastra melihat ke jam tangannya yang juga berhenti pada waktu yang sama dengan jam dinding itu. Tidak sampai di situ Sastra juga melihat ke arah tablet yang masih menyala, di ujung kiri terdapat jam yang menunjukkan waktu yang sama. Semua jam di ruangan itu berhenti bekerja.
Tunggu, apa jangan-jangan semua ini ilusi dari kondisi pikiranku yang penuh ketakutan? Dulu pas di rumah sakit papa pernah cerita tentang Chronophobia yang dia alami dan alasan dia menyayat tangannya karena dia melihat ilusi ini dan semua jam berhenti. Satu-satunya cara untuk menghentikan ilusi ini adalah dengan melukai diri sendiri sampai terbangun...
Sastra merasa ide ini sangatlah gila dan mempertanyakan apa dia masih waras atau sudah gila karena mengalami ilusi sama seperti yang diceritakan ayahnya. Mulai dari kehadiran kepala sekolah, bu BK dan kedua penyelidik ini terlihat sangat mencurigakan. Barang-barang bukti yang disajikan juga tidak sesuai dengan realita yang ia saksikan.
Sastra pun memutuskan untuk melakukan hal yang tidak terduga oleh semua orang di ruangan itu. Dia berdiri lalu memukul kaca jendela yang berada di belakangnya. Kaca itu langsung pecah berkeping-keping beberapa pecahannya menancap di tangan Sastra dan beberapa menggoresnya hingga menimbulkan luka. Darah menetes dari luka itu hingga membuat tangannya berwarna merah.
"Sastra kamu apa yang kamu lakukan?!" teriak lydia sambil berdiri dari kursinya. Semua orang yang berada di dalam ruangan itu juga memberikan reaksi yang sama, tetapi Sastra tidak memedulikan mereka. Dia jongkok lalu mengambil kepingan kaca dengan sisi yang tajam berbentuk segitiga. Tanpa ragu Sastra langsung menyayat tangan kirinya dengan kepingan kaca itu. Darah langsung menciprat ke wajah Sastra dan mengalir ke lengan bajunya.
Aku sudah melakukan hal yang benar kan? Seharusnya ilusi ini akan segera hilang atau aku memang sudah gila kayak papa?
Sastra berdiri lagi dengan tangan kanan dan kirinya yang berdarah lalu menatap kepada 4 orang yang ada di dalam ruangan itu. Entah mengapa terukir senyuman melankolis di bibir Sastra yang membuat mereka merasa ngeri. Sebelum akhirnya dia terjatuh ke belakang dan tak sadarkan diri. Pandangan Sastra perlahan menjadi gelap dan semuanya menjadi hening seperti dunia telah berakhir. Sastra tidak mengalami mimpi dia hanya merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya terutama di bekas sayatan tangannya. Dia melayang di dalam kegelapan yang tidak berujung tanpa tubuh yang bisa digerakkan hanya kesadarannya yang masih menerima rasa sakit dari tubuhnya.
Tiba-tiba Sastra terbangun di dalam ruangan yang gelap, satu-satunya cahaya di ruangan itu berasal dari lilin. Dia terbbangun dalam keadaan keringat dingin yang membasahi bajunya dan napas yang terengah-engah. Beberapa detik berlalu detak jantungnya masih berdetak keras dan ia masih berusaha menstabilkan napasnya supaya tenang. Lalu Sastra mengecek kedua tangan dan sekujur tubuhnya. Untungnya seluruh badannya masih utuh dan bisa digerakkan.
Untuk kesekian kalinya Sastra merasa ada yang aneh dengan dirinya dan ruangan itu. Kemudian pertanyaan muncul di benaknya, Di mana ini dan apa yang terjadi padaku? Tidak ada siapapun yang menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, bahkan dirinya juga tidak tau jawabannya. Perlahan ingatannya kembali tentang kejadian tadi, Sastra langsung mengecek pergelangan tangan kirinya. Ternyata sama sekali tidak ada luka hanya bekas luka garis yang lurus seperti bekas sayatan yang sudah sembuh. Ia menyentuh bekas luka itu dan dapat merasakan kulitnya yang utuh.
Seingetku tadi aku motong tangan kiriku sama kaca dan berdarah. Lukanya juga besar, tapi kenapa sekarang sudah sembuh? Tunggu, kalau ada bekas lukanya berarti kejadian tadi itu nyata dan bukan ilusi, tapi yang dialami papa di dunia nyata dia benar-benar menyayat tangannya biar bisa keluar dari ilusinya. Rasanya aneh, sebenarnya apa yang terjadi?
Lalu Sastra menurunkan tangannya dan dapat merasakan kasur yang empuk dan sprei yang halus. Matanya melihat ke sekelilingnya yang ternyata dia sedang berada di ruang UKS. Anehnya ruang itu tampak gelap dan tidak ada guru yang menjaga. Di dalam ruangan itu juga tercium aroma manis yang kuat entah dari mana. Gorden yang ditutup dan pintu yang tampak terkunci rapat. Sastra dapat melihat semua detail itu karena adanya cahaya dari lilin-lilin yang diletakkan di atas meja.
Tiba-tiba terdengar suara orang bersiul dari dalam ruangan itu. Kemudian gorden yang menutupi kasur sebelahnya dibuka oleh seseorang. Dari kasurnya Sastra dapat melihat samar-samar orang yang berada di kasur sebelahnya. Sebelum ia dapat melihatnya secara jelas, Sastra merasakan hawa dingin nan jahat yang memenuhi seluruh ruangan itu. Gorden itu pun terbuka, menunjukkan seorang lelaki tampan yang sangat mirip dengan Sastra. Di dalam kegelapan itu matanya menyala dengan pupil yang berwarna merah. Dia memiliki rambut berwarna emas dengan gaya yang hampir sama dengan Sastra, tetapi bedanya rambutnya slick back ke belakang dan menapakkan dahinya. Sambil tersenyum dia berkata dengan halus, "Selamat siang Sastra, bagaimana keadaanmu sudah baikan?"
Siang? Sastra? Berarti aku tidak sadar sebentar aja karena masih siang, tapi gimana dia bisa tau namaku? Apa dari nametagku? Tapi kan gelap tulisannnya juga gak jelas.
Sastra menutupi perasaan bingungnya dengan menjawab, "Siang, aku sudah lumayan baikan. Cuma masih sakit aja badanku, tapi kamu siapa ya, kok bisa tau namaku?" Kemudian orang itu menjawab, "Oh ya, maaf aku belum memperkenalkan diri. Aku ditugaskan oleh Yunita untuk nemani kamu selama di UKS, namaku Chrono." Di saat itu Sastra dapat melihat collar chain pin bintang khas klub Arcana yang menempel di kerahnya. "Sebenarnya apa yang terjadi dan kenapa aku di UKS?" Chrono menjawab, "Kamu emang gak inget ya, tadi saat kamu ke aula kamu jatuh setelah itu pingsan, akhirnya dibawa ke UKS oleh Yunita. Sayangnya, Yunita harus bantu penyelidikan, jadi gak bisa nemani kamu di sini."
Sastra kembali bingung saat Chrono berkata bahwa dia pingsan dalam perjalanan menuju aula, padahal yang ia ingat dia sedang pergi ke ruang BK. Lalu Sastra membuka HPnya dan melihat pesan di grup WA klub Arcana. Di sana terdapat pesan dari Yunita yang berbunyi, "Sastra, nanti setelah istirahat selesai segera ke Aula." Pesan ini sangat berbeda dengan pesan yang ia terima sebelumnya. Melihat Sastra yang bingung Chrono berkata, "Kamu memang gak inget ya, sampai buka chat WA untuk memastikan pesan dari Yunita."
Chrono melanjutkan, "Kamu gak perlu khawatir Sastra, sekarang kamu berada di dunia nyata, kalau gak percaya coba pukul tanganmu pasti sakit kan? Nah, itu berarti kamu sudah gak bermimpi lagi." Dengan nada mencemooh Sastra menjawab, "Kamu memang humoris ya." Chrono tersenyum padanya lalu berkata, "Oh ya, satu hal lagi kamu gak perlu khawatir rahasiamu terbongkar Sas, hanya aku yang tau kalau kamu menyebarkan video itu."
What?! Dia tau aku menyebarkan video itu? Tapi bagaimana dia tau dan siapa sebenarnya dia ini?