Semenjak kejadian di MCC hubungan Sastra dan Isabel menjadi renggang, meski terlihat sama seperti biasanya. Baru 1 minggu berlalu dan saat ini tinggal beberapa hari sebelum acara HEXA diadakan. Di pelajaran P5 kali ini setelah memperlihatkan hasil sementara filmnya pada guru pengajar, gurunya meminta untuk menambahkan video panorama dalam filmnya.
"Siapa yang mau take video kayak yang disuruh tadi? Nanti pas pulang aja supaya cepet selesai ngeditnya," ucap Fatih. Teman-temannya tidak begitu memperhatikannya dan sibuk dengan dirinya masing-masing. Lalu Isabel berkata, "Gimana kalau aku sama Sastra aja yang take videonya, nanti pas pulang kami free." Dengan nada senang Fatih menjawab, "Nah, boleh terimakasih banyak Isabel dan Sastra."
Sastra yang dari tadi membaca buku dan tidak menyimak pembicaraan mereka langsungh tersadar. Dia berkata, "Sejak kapan aku setuju, aku nanti mau pulang cepet, Bel jangan kita cari orang lain aja." Lalu Isabel menjawab, "Udah-udah lagian yang lainnya juga sibuk, mending kita bantu aja. Kamu loh juga gak ngapa-ngapain di rumah." "Mana ada, aku… Aku biasanya ngerjakan tugas atau main game, baca buku juga biasanya," ucap Sastra. Lalu Isabel menjawab dengan tatapan membuang, "Yaudah sama aja, kamu nganggur berarti itu."
Sastra pun akhirnya tidak sanggup melawan Isabel dan memutuskan untuk ikut saja dengannya. Di waktu pulang tanpa menunggu sekolahnya sepi keduanya langsung pergi. Sambil berjalan Sastra berkata, "Bel, ayo beli sesuatu dulu sebelum jalan ke PJ. Jauh nanti laper atau haus." "Oke, kamu mau beli apa emangnya?" lalu Sastra menjawab, "Cilok, ayo kita beli cilok depan Alfamart itu loh, enak favoritku itu."
"Aku gak suka cilok," jawab Isabel singkat. "Kamu belum pernah nyoba sih, aku setiap pulang sudah sering beli ciloknya. Ayo sekali aja, Bel kubayarin." "Aku bilang gamau, udahlah aku mending pergi sendiri aja," kata Isabel dengan judes. Otomatis Sastra mengejarnya sambil membujuknya. Saat semua bujukannya sudah tidak mempan baru dia menyerah. Dia berkata, "Yaudah kita beli sesuatu dari Alfamart aja, terserah kamu." "Oke, yang penting bukan cilok," ucap Isabel.
Padahal cilok depan sekolah itu enak loh kok dia gak suka, pentolnya daging asli, terus tahunya juga enak ditambah lagi gorengannya. Tapi biasanya kalau sudah sore gini gorengannya sudah habis, meski aku sudah cepet-cepet beli sepulang sekolah.
Di depan gerbang sekolah ramai seperti biasanya. Banyak anak yang menunggu dijemput, motor-motor yang mengantri untuk keluar sekolah dan hal-hal lainnya. Pak satpam juga membantu di depan gerbang mengatur lalu lintas agar motor-motor dari dalam sekolah bisa keluar begitu juga agar lalu lintas tetap berjalan lancar.
Saat pak satpam menghentikan arus lalu lintas Sastra dan Isabel menyeberang bersama dengan anak-anak lainnya. Mereka berjalan sebentar hingga sampai di depan Alfamart. Sastra membukakan pintu untuk Isabel lalu dia ikut masuk. "Kamu mau beli apa, Bel?" tanya Sastra. Isabel menyentuh bibir bagian bawahnya sambil berpikir. Dia berjalan ke depan kulkas yang berisikan berbagai produk minuman.
Ia buka pintu kulkasnya lalu mengambil 1 botol Mizone. Lalu dia berjalan lagi ke Sastra sambil berkata, "Ini aja." "Beli yang lain, jangan cuma itu," kata Sastra. Tapi Isabel tetap memaksa, "Sudah ini aja." Sastra juga memaksa, tetapi dia berinisiatif untuk mengambilkan Isabel sesuatu. Di pergi ke tempat es krim lalu memilih salah satu dari banyaknya es krim. Ternyata dia juga bingung, "Bel, kamu suka yang mana? Aku bingung…"
Dari jauh Isabel menjawab, "Udah ini aja, kutinggal lo." Karena tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan Sastra memutuskan untuk mengambil es krim Magnum. "Yawes ini aja, sini mana Mizone Nya sekalian kubayar." Saat Sastra mendekat untuk mengambil Mizone Isabel menghindar dan menyembunyikannya. Dia berkata, "Enggak ah, ini aku bayarin sendiri. Kamu sudah belikan es krim." "Terserah," jawab Sastra.
Saat di kasir Sastra meletakkan es krimnya lalu memerintahkan Isabel untuk meletakkan Mizone Nya juga. "Ini mbak uangnya untuk dua-duanya," kata Sastra sambil memberikan selembar uang berwarna biru. Mbak kasir itu menerima uangnya lalu mengambilkan kembalian. Dari belakang Isabel yang menyaksikan hal itu berkata sambil menarik tangan Sastra, "Kan udah kubilang kau bayar sendiri, gimana sih?" "Udah, jangan bawel minimal terimakasih udah dibelikan," lalu Isabel menjawab, "Yaudah makasih."
Lalu keduanya keluar dari Alfamart dan seketika udara terasa panas. Rasa sejuk dari AC sudah tidak ada lagi. Sastra tidak lupa untuk membeli cilok dulu sebelum melanjutkan perjalanan. Dia berkata, "Bel, aku beli cilok dulu tunggu bentar ya, mending sekalian kamu makan es krimnya." Isabel menurut lalu berdiri di dekat mobil yang terparkir sambil membuka bungkus es krimnya.
Udara hari itu cukup panas jadi Isabel harus menghabiskan es krim itu dengan segera sebelum meleleh. Melihat penjual cilok yang tidak ada antrian Sastra langsung maju dan memesan. "Mas, beli cilok 10.000 campur kecap aja," katanya. Lalu penjual cilok itu menjawab, "Siap, tumben kamu sama cewek, Sas, pacarmu ya?" Sastra agak tertawa dengan malu lalu menjawab, "Iya, sudah lama kok."
Setelah basa-basi dengan penjual cilok itu Sastra menerima cilok pesanannya lalu menghampiri Isabel. Dia berkata, "Ayo lanjut jalan ke PJ." Isabel yang sedang menjilat es krimnya mengangguk dan mereka berjalan bersama. Sastra menggunakan tusuk sate yang tadi ia ambil untuk menusuk pentol, tahu dan gorengan yang sudah bercampur dengan kecap. Rasanya gurih sekaligus manis, pentolnya seperti bakso versi mini, tahunya juga sama dan gorengannya terasa renyah. Ada 2 bentuk gorengan, yang satu bulat dan yang satunya berbentuk seperti tahu, tetapi bukan tahu.
Mereka berdua pun jalan bersama dan saling berdampingan. Kali ini Isabel diam saja, dia tidak tertawa atau se riang dulu. Entah karena kejadian di MCC atau sedang tidak mood, yang pasti dia berubah jadi semakin pendiam. Sastra menatap Isabel yang sedang menghabiskan es krimnya yang mulai menetes. Ciloknya juga tinggal separuh, tetapi sejak tadi mereka sama sekali tidak berbicara. Lalu Sastra berkata untuk memecah keheningan, "Es krim mu netes-netes ke baju loh, Isabel." Lalu dia menjawab, "Gak papa, besok udah gak dipakai. Besok kan udah pakai batik."
"Oh ya, kamu ke HEXA sama siapa aja nanti, Bel?" tanya Sastra. Sambil membersihkan bekas es krim di mulutnya dia menjawab, "Sama anak-anak cewek lainnya paling, gak tau sih aku udah beli tiket jadi yang penting dateng." Sastra mengangguk dan tidak meneruskan pembicaraannya. Suasana kembali menjadi hening sama seperti sebelumnya. Sebenarnya Sastra tidak memedulikan dengan siapa Isabel menonton HEXA dia hanya ingin Isabel berbicara padanya.
Saat sampai di taman Permata Jingga mereka meletakkan barang-barang di tempat duduk. Sastra membuang plastik ciloknya dan bungkus es krim Isabel juga. Sementara itu Isabel duduk di bangku lalu meminum Mizonenya. "Bel, aku minta dong," kata Sastra. "Nih," ucap Isabel sambil memberikannya pada Sastra. Kemudian Sastra duduk, sebelum meminum itu dia berkata, "Ini langsung kena bibirku gak papa ya?" Isabel mengangguk tidak keberatan.
Setelah selesai minum Sastra berkata, "Oke, tinggal buat buat videonya aja, ayo biar cepet balik ke sekolah." Sastra membawa HPnya dan berjalan ke tengah taman yang dipaving batuan putih. Sastra melihat ke sekeliling mencari spot bagus untuk take video terakhirnya. Lalu dari belakang Isabel datang dan berkata, "Gimana ini? Aku gak tau cara nge videonya. Kamu aja ya." "Gampang," lalu Sastra melanjutkan, "Nih pakai HPku aja nanti kamu rekam pemandangan jalan sama taman ini sambil muter pelan-pelan."
"Gak ah, kamu aja," tapi Sastra tetap memaksa, "Kamu aja, aku sudah sering. Gampang kok, ikuti instruksi ku." "Oke deh," jawab Isabel dengan terpaksa. Dia memegang HP itu secara landscape lalu merekam videonya sesuai instruksi Sastra. Dia merekam 3 video, bagian jalan depan taman, lingkungan sekitar taman dan bagian samping taman. Dia tidak tahu mana yang akan dipakai dalam film jadi lebih baik merekam lebih dari satu angle.
Saat sudah selesai Isabel mengembalikan HPnya ke Sastra, lalu setelah mengevaluasi hasil rekamannya dia mengirim videonya ke grup WA. Sastra pun berkata, "Udah kukirim, mau balik sekarang kah?" "Ayo, aku juga mau pulang," jawab Isabel sambil berjalan ke bangku. Dia mengambil botol Mizonenya dan barang-barang lainnya. Sastra juga berjalan mengikuti tepat di belakang Isabel. Dalam hati Sastra masih memiliki banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang kejadian di MCC.
Saat mereka sudah keluar dari gerbang masuk Permata Jingga Sastra bertanya, "Isabel, kamu masih gak mau cerita tentang kejadian di MCC?" Di depan Sastra Isabel tetap berjalan dan tidak menjawab apa-apa. Sastra meneruskan, "Maksudku kalau kamu butuh sesuatu atau kamu mau aku melakukan sesuatu akan kulakukan. Bilang aja, nanti aku bantu apapun masalahnya itu…"
Isabel masih saja tidak menjawab dan fokus pada jalan di depannya. Sastra menghela napas merasa usahanya sia-sia. "Yasudah gak papa gak perlu kamu jawab, mungkin aku terlalu maksa," kata Sastra. Akhirnya Isabel menjawabnya, "Maaf," lalu Sastra bertanya, "Maaf kenapa?" "Aku minta maaf…" Kata-katanya semakin lirih yang membawa penderitaan di dalamnya. Jawaban itu semakin membuat Sastra bingung. Dia tidak tau harus apakan minta maaf itu.
Dengan nada yang lebih riang Isabel mengubah topik dan berkata, "Kamu minggu ini berangkat ya Sas?" "Ke Jakarta?" tanya Sastra. Lalu Isabel menjawab, "Ya, hari apa emang?" "Kayaknya kamis, besok rabu jadi masih di sini. Maaf aku gak bisa nemenin kamu HEXA," jawab Sastra. Langkah Isabel melambat lalu mundur ke samping kiri Sastra. Mereka berjalan berdampingan dan Isabel menatap Sastra. Dia menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "Gak perlu minta maaf, lagian pernikahan kakakmu itu juga penting, HEXA tahun depan masih ada lagi." "Hmm, iya juga tahun depan masih ada lagi," kata Sastra.
Setelah sekian lama berjalan akhirnya mereka sampai di dekat sekolah. Masih jauh dari gerbang utama, tetapi sudah dekat dengan gerbang di belakang aula. Sastra berkata, "Bel, kamu tau sekarang temen-temen kita pada sibuk. Tiana, Martin, Becca mereka ikut Dewan Ambalan. Levin OSIS, Lily dan Lulu ikut broadcast terus Fatih entah kemana dia. Cuma tinggal kita berdua aja." Mendengar itu Isabel tertawa. Telapak tangannya menutup mulutnya, tetapi terlihat jelas dari matanya kalau dia tertawa. "Apa yang lucu?" tanya Sastra. Lalu Isabel berkata, "Gak gak, kamu kayak orang kesepian aja. Mereka juga punya kesibukannya masing-masing dong."
Sastra berhenti lalu memegang tangan Isabel. Isabel menoleh ke belakang dan bertanya, "Kenapa, Sas?" "Aku harap kita kayak gini terus, jangan tinggalkan aku Isabel," ucapnya dengan melankolis. Isabel menggenggam tangannya lalu berkata, "Ayo kita balik ke sekolah…" Dia hanya tersenyum pada Sastra. Dia tidak menjawab jika akan terus bersamanya atau tidak akan meninggalkannya. Hanya ada ketidakpastian di antara mereka.
Lalu keduanya saling berpamitan dan pulang ke rumah masing-masing. Seperti biasanya Sastra mengendarai sepeda listrik birunya, sedangkan Isabel memesan gojek. Sesampainya di rumah Sastra memarkir sepedanya kemudian masuk ke rumah. Di dalam ia melihat Bella yang sedang merapikan koper-koper yang akan dibawa. Sastra berkata, "Assalamualaikum," lalu Bella menjawab "Waalaikumsalam, selamat datang kak. Kalau koper kakak atau barang bawaan sudah siap bawa saja turun. Nanti saya masukkan ke mobil." Lalu Sastra menjawab, "Oke habis ini aku turun bawa barang-barangku." Sastra pun pergi ke kamarnya lalu ganti baju. Setelah itu dia memeriksa barang bawaan untuk ke Jakarta.
Saat Sastra turun ke bawah sambil membawa barang-barangnya dia bertemu dengan ayahnya. Novel berkata, "Semuanya sudah kamu kemas, Sas?" Sastra mengangguk dan menjawab, "Ya, kenapa gak besok aja masih 1 hari lagi sebelum pergi?" "Nah, karena masih 1 hari itu kita harus siap-siap," katanya.
Lalu dari kamar bawah keluar Ayu sambil mendorong kopernya. Dia berkata, "Koperku juga sudah siap." "Oke, saya kumpulkan dengan yang lain ya kak," ucap Bella. Setelah itu dia mendorong semua koper ke depan pintu masuk rumah. Sopir mobil yang akan mengantarkan mereka sudah bersiap di sana. Dia memasukkan koper ke dalam bagasi mobil Innova yang terbuka. "Yaudah sekarang kalian bebas, papa mau telepon sama Aksara dulu." Novel mengeluarkan HPnya lalu pergi ke luar rumah. Sambil menonton sopir mengemasi koper dan barang bawaan dia menelepon Aksara.
Sastra sudah tidak peduli lagi, dia pergi ke kamarnya dan langsung berbaring. Dia membalikkan badannya menatap Sasbel burung merpatinya yang diam saja seperti biasa. "Kurr… Kurr…" suara Sasbel. Seakan berbicara dengan Sasbel Sastra berkata, "Sasbel, apa yang harus kulakukan? Seharusnya aku tau sejak awal atau Isabel bilang sesuatu ke aku pasti aku bisa mencegahnya. Aku sudah gagal… Seharusnya aku bisa melakukan hal yang benar, Sasbel menurutmu aku bisa melakukan hal yang benar dan memperbaiki semua ini?" Sasbel hanya melompat-lompat di sangkarnya lalu berbunyi, "Kurr… Kurr…" lagi. Lalu Sastra tertawa dengan ironi sambil berkata, "Kenapa aku ngomong sama burung…"