Martin mengendarai sepeda listrik biru dengan kecepatan tinggi memasuki perumahan Permata Jingga. Terlihat jelas ekspresi cemas di wajahnya. Rambut gondrong Martin berkibar layaknya bendera yang tersapu angin kencang, liar dan bebas, mengikuti setiap hembusan angin yang menerpa wajahnya.
Aku harus segera ke rumah Sastra kalau tidak…
Sesampainya di depan rumah Sastra, dia langsung memarkirkan sepedanya di parkiran mobil yang kosong. Pintu gerbang rumah Sastra sudah terbuka, jadi dia tidak punya masalah untuk masuk. Dia melepaskan sandalnya lalu mengetuk pintu sambil berkata, "Permisi." Martin tidak menunggu seseorang untuk mempersilakannya masuk dan langsung menuju ke lantai 2.
Dari dalam kamar terdengar suara perempuan berteriak, "Kamu kan sudah disuruh membawa tali pramuka dan sekarang tidak dibawa malah nyalahkan aku, gimana sih!" Becca mendekat ke depan Lulu mengepalkan tangannya dan bersiap untuk memukulnya. Lulu juga tidak kalah marahnya dia membalas, "Kalau kamu mau pukul aku coba aja, aku pengen tau kamu berani apa enggak!" "Eh kalian, udah cukup jangan bertengkar terus," ucap Isabel. Sastra sendiri sudah tidak terlalu memedulikan dua temannya yang sedang bertengkar itu. Dia berbaring di kasurnya membungkus diri dengan selimut sambil menonton drama gratis.
Yang penting mereka gak ngerusak barang-barang di kamarku, silakan aja bertarung. Jarang-jarang aku lihat cewek tarung, seringnya cuma liat mereka cekcok ngomong doang dan itu berisik juga, minimal pukul-pukulan gitu biar menarik.
Lalu Martin datang merusak momen itu. Dia berkata, "Hey, aku sudah balik bawa tali pramukanya juga. Stop bertengkarnya mending sekarang latihan adegan buat syuting."
Lalu dengan sinis Becca berkata, "Tck, untung aja Martin udah dateng, kalau gak habis kamu. Ayo kita mulai syutingnya, Lily kamu sudah siap kan?" Lily dari tadi duduk di meja belajar Sastra dan tidak berani ikut campur kembarannya yang marah. Dia lebih memilih membaca buku dari lemari Sastra. Lily pun menutup bukunya lalu berkata, "Lily dari tadi udah siap. Kita mau syuting adegan di kamar dulu kan?"
"Ya, adegan pas kamu ngelempar pil obatmu, sebelumnya kamu akting depresi dulu. Soalnya rekaman minggu kemarin masih jelek," jawab Becca. Setelah itu mereka memulai proses syutingnya. Sastra terpaksa harus minggir dari kasurnya karena nanti Lily akan menggunakannya. Lulu juga tidak membahas konflik yang terjadi tadi, dia tidak mau mengganggu Lily.
Semua anak berada di luar kamar dan hanya Levin saja yang menjadi kameraman berada di dalam. Mereka hanya menggunakan 1 kamera saja untuk adegan itu. Nanti jika membutuhkan adegan lain dia hanya akan merubah posisi kameranya. Kemudian Becca berkata, "Tiga, dua, satu action!" Levin yang berada di dalam kamar bisa mendengar aba-abanya dengan jelas dan langsung mulai merekam.
Lily membuka pintu kamar itu lalu masuk dengan perlahan. Langkahnya diseret dan penuh keputusasaan. Dia melempar tas punggungnya ke lantai lalu membanting tubuhnya di kasur. Tangannya terlentang dan rambutnya terurai di permukaan kasur. Lily mengeluarkan HPnya lalu mengangkatnya di atas wajahnya. Dia scroll bagian komentar dan membaca isinya. Kebanyakan fansnya menghujat foto yang dia upload, mulai dari cara berdandannya atau make up yang ia gunakan. Lily pun semakin frustasi karena sejak kemarin tidak ada perubahan. Dia bergumam dengan suara yang jelas, "Duhh cape aku, kenapa makin banyak yang hujat sih?"
Dia matikan HPnya lalu mengubur wajahnya di dalam bantal sambil berteriak. "Aaaaaaa!" suaranya teredam oleh bantal, meski masih terdengar sayup-sayup. "Cut!" kata Becca dari luar. Lalu dia melanjutkan, "Ganti posisi Levin, sekarang Lily bangun terus pas mau minum pil dia banting kemasan pilnya. Sekarang action!"
Setelah Levin memberikan aba-aba merekam, Lily langsung melakukan aktingnya. Dia bangun dari tempat tidur lalu mengambil kemasan pil yang diberikan oleh psikiater. Emosinya yang hancur melebur menjadi satu dan ketika sudah tidak terbendung lagi dia membanting kemasan pil itu hingga berhamburan. Sambil melakukan itu dia berkata, "Aku sudah muak, gak ada orang yang bantu aku, papaku juga di luar kota. Pil ini sudah gak ada gunanya!"
"Cut! Yes, kali ini lebih bagus daripada kemarin. Kita pakai rekaman ini aja selanjutnya adegan gantung diri. Enaknya dimana ya?" Sastra sebagai tuan rumahnya mempertimbangkan tempat yang paling cocok. Dia berkata, "Kalau mau bisa di balkon soalnya ada besi buat menjemur Sasbel, burung merpatiku. Nah, talinya bisa digantung di situ." Di pikiran Becca muncul ide brilian yang ia katakan dengan semangat, "Nah, kita rekam dari pinggang ke bawah aja, jadi nanti Lily nendang kursi dan tangannya menggantung di batang besinya, jadi gak akan kelihatan kalau lagi bergelantungan. Oke, mari kita mulai."
Sastra mengambil kursi dari meja belajarnya lalu meletakkan kursi itu di balkon. Dia juga yang mengikatkan tali pramuka yang sudah dibentuk simpul gantung oleh Martin. Seharusnya sejak awal yang ditugaskan anak Dewan Ambalan saja untuk membawa tali pramuka karena jelas-jelas mereka punya tali pramuka. Malah Lulu yang diberi tugas untuk membawa tali pramuka, tentu kemungkinan dia lupa dan tidak membawa sangat tinggi.
"Oke talinya sudah siap," lalu Sastra melanjutkan, "Lily coba kamu praktekkan, tapi jangan beneran gantung diri," kata Lulu dengan jenaka. Lily naik ke atas kursi kayu itu lalu meraih tali gantung diatasnya. Sesuai arahan Becca Lily memasukkan kepalanya ke dalam lingkaran tali. Lalu dia juga mencoba menggenggam batang besi di atasnya.
Becca yang puas langsung berkata, "Nah, bener kayak gitu, langsung syuting aja. Levin atur posisi kamera." Dalam waktu 10 menit mereka berhasil mengambil 3 kali take, akhirnya mereka menyelesaikan adegan gantung diri. Tangan Lily sampai sakit karena bergelantungan sampai 3 kali. Untuk sejenak Lily duduk di kursi itu dari kejauhan dia bisa melihat Sastra, Isabel dan Tiana yang berada di seberang jalan. Di seberang jalan terdapat tanah kosong yang digunakan sebagai tempat parkir GYM. Di hari sabtu itu kebetulan tidak banyak mobil yang terparkir, jadi mereka berencana memakainya untuk adegan pemakaman.
Mereka mencari sesuatu yang bisa dijadikan batu nisan untuk makam Lily. "Kamu udah nemu sesuatu gak Sas?" tanya Isabel. "Belum," Sastra melanjutkan, "Mungkin Tiana nemu sesuatu…" Tiana yang juga ikut mencari lalu menjawab, "Tunggu, ah mungkin kita bisa pakai keramik ini." Tiana mengangkat bongkahan keramik berbentuk persegi panjang tidak beraturan. Dia tampak bangga dengan temuannya lalu berkata, "Tinggal ditulis nama dan tanggal kematiannya aja, ada yang punya spidol gak?" "Nih aku ada," jawab Isabel. Lalu Tiana menuliskan nama dan tanggal kematian di keramik itu dan menancapkannya di tanah.
Setelah itu semua anak berkumpul di tanah kosong itu. Mulai dari pembully, manager, bapaknya dan teman-temannya. Karena hampir semua anak masuk dalam adegan pemakaman. Lily yang dalam filmnya sudah mati terpaksa menjadi kameraman dadakan. Meski hasilnya juga tidak terlalu bagus karena angle yang buruk.
"Maafkan bapak ya Lily. Selama ini bapak hanya sibuk dengan pekerjaan dan kurang perhatian, tapi kamu sekarang sudah meninggal. Bapak minta maaf…" Sastra yang berperan sebagai bapak sampai akting menangis sambil mengelus-elus batu nisan Lily. Tiana yang berperan sebagai manager berkata, "Pak saya pulang dulu ya." Akhirnya tersisa Sastra saja sebagai bapaknya yang pada akhirnya dia juga pergi meninggalkan makam Lily. Kemudian kamera ngezoom ke batu nisan Lily, sebagai penutup dari film mereka.
Dari sekian banyaknya anak di sana yang paling senang adalah Isabel. Saking senangnya dia berteriak, "Akhirnya syutingnya selesai! Sek, kita foto bareng dulu merayakan kesuksesan kita. Sas, fotoin kita, kamu ikut foto juga selfie bareng." "Oke, semuanya kumpul biar bisa masuk frame. Tiga, dua, satu cheese!" Total 9 anak masuk ke dalam foto selfie yang dipotret oleh Sastra. Meskipun banyak pertengkaran, kesulitan dan masalah lain syuting film pendek mereka berakhir dengan sukses. Ekspresi bahagia mereka diabadikan dalam sebuah foto yang penuh kenangan. Mereka mengenakan baju serba hitam disamping mengulang adegan minggu kemarin mereka juga langsung merekam adegan pemakaman. "Udah ya guys, nanti aku kirimin di grup," lalu Isabel memotongnya, "Sekarang aja biar bisa buat status."
Sastra menuruti Isabel lalu mengirimkan foto-foto tadi di grup WA khusus P5. Setelah itu mereka kembali ke rumah Sastra untuk beristirahat.
Tidak terasa yang tadinya masih siang sekarang sudah sore. "Kalian pulangnya jam berapa?" tanya Sastra. Kala itu mereka sedang berada di ruang piano dan bersantai. Lalu Martin menjawab, "Aku habis ini pulang, kos-kosanku kan deket tinggal jalan kaki." Lulu juga menjawab, "Aku sama Lily habis ini juga pulang sendiri. Motor kami diparkir di taman, jadi nanti ke sana dulu." Mendengar kalau banyak yang akan pergi ke taman Levin menyarankan, "Lebih baik kita semua ke taman. Kakak gue juga jemputnya di sana, gimana?" Yang lainnya juga setuju dengan usulan Levin. Akhirnya mereka bersiap-siap untuk pulang dan mengemasi barang bawaan mereka. Isabel bertanya pada Sastra, "Kamu ikut sama kita gak Sas?" Sastra menjawab, "Enggak dulu, kalian duluan aja aku mau memindahkan file dari kamera ke pcku biar nanti siap untuk diedit." "Oke, aku duluan ya Sas," ucap Isabel sambil menggenggam tangan Sastra lalu melepaskannya perlahan. Semua anak juga berpamitan pada Sastra sebelum akhirnya rumah Sastra menjadi kosong lagi.
Sastra berdiri lalu memungut sampah dan gelas Aqua yang telah dikonsumsi oleh teman-temannya. Setelah terkumpul banyak dia buang sampah-sampah itu ke tempat sampah. Lalu dia membawa kameranya ke kamar dan duduk di meja belajarnya. Di bagian kanan meja belajarnya terdapat layar monitor yang terhubung dengan pc. Sastra menghubungkan kabel kameranya dengan pc lalu memindahkan file-file foto dan video ke dalam pcnya.
Lalu Sastra dikagetkan dengan suara ketukan pintu yang diikuti dengan suara perempuan yang halus, "Permisi kak, makan malamnya sudah siap silakan turun." "Oke terimakasih, aku akan segera turun," jawab Sastra.
Ah, gak terasa ternyata sudah waktunya makan malam. Kubiarkan dulu file-file ini selama proses pemindahan. Sekarang aku makan dulu aja habis itu sholat magrib berjamaah.
Sesampainya di ruang makan Sastra melihat anggota keluarganya yang lengkap sudah duduk di kursinya masing-masing. Sastra dengan cepat bergabung dengan keluarganya itu dalam makan malam. Di meja makan tersedia ayam goreng yang diporsi untuk masing-masing orang. Sastra mengambil potongan ayam yang terakhir di piring sajian makanan dan mengambil sayur yang disediakan dalam mangkuk.
Novel menghentikan makannya lalu berbicara, "Aku ingin memberitahu pada kalian semua kalau nanti Aksara akan menikah tanggal 11 November. Ini kabar gembira papa kalian ini bahkan sudah tidak sabar menunggu pernikahannya." "Oh ya, sama calonnya yang pernah ketemu kita dulu itu pah?" tanya Ayu. "Iya, persiapannya juga sudah matang dari sekarang. Gedung sama keperluannya sekarang sudah mulai dikerjakan. Kan memang tinggal 1 bulan lagi sebelum pernikahannya." Setelah menjelaskan situasinya Novel kembali menyendok nasi ke dalam mulutnya.
Kali ini Endah yang berbicara, "Kalian semua kosong kan tanggal itu?" Sastra yang dari tadi makan dengan tenang tiba-tiba mengingat sesuatu. Tanggal 11 November akan diadakan HEXA di sekolahnya. Kebetulan sekali lalu Sastra berkata pada ibu tirinya, "Tapi aku tanggal 11 November ada HEXA di sekolah, masa aku harus melewatkan acara itu?" Endah balik bertanya, "Emang apa itu HEXA?" "HEXA itu intinya kayak konser nanti ada banyak penampilan dari ekskul dan ngundang artis untuk ikut serta. Mungkin aku juga akan menampilkan pertunjukan sulap, karena yang terakhir sudah sukses."
Penjelasan Sastra seakan tidak masuk ke dalam telinga Endah dan hanya membuatnya marah. Endah lalu berkata, "Cuma konser doang aja lo kamu gak perlu ikut HEXA harusnya kamu peduli sama keluargamu. Aku sebagai ibu tirimu aja peduli dan sulap-sulapmu ini kalau misalnya tidak penting dan hanya buang-buang uang mending lupakan aja. Pokoknya kamu harus ikut ke Jakarta." Mendengar itu Sastra hanya bisa menghela napas panjang menahan amarahnya agar tidak meledak. Dengan emosi yang ditekan dia berkata, "Oke kalau gitu aku ikut ke Jakarta."
Sayang sekali Sastra harus ikut dalam pernikahan kakaknya di Jakarta sehingga tidak bisa menghadiri HEXA. Padahal dia sudah memikirkan trik-trik yang mungkin akan dia tampilkan saat HEXA. Tidak hanya penggemarnya saja yang akan sedih karena dia tidak tampil Isabel pun akan sedih karena tidak bisa bersama dengan Sastra saat HEXA.