Sejak hari jumat hingga minggu Sastra sudah memikirkan tentang rencana serta hipotesis dalam kasus ini. Hari senin ini adalah hari di mana dia akan mengetes valid tidaknya hipotesis yang dia buat. Di jam istirahat pertama dia sudah berada di kelas XI.J bersama dengan Rian akan melakukan observasi.
"Minggu kemarin ada minuman yang tumpah gak di kelas?" tanya Sastra. Dia meletakkan kedua tangannya di saku sambil melihat ke seluruh kelas. Banyak anak yang sedang di kantin sehingga kelasnya agak kosong. Lalu Rian menjawab, "Seingetku ada pas selasa pagi minumannya Malik tumpah dan dia sendiri juga yang membersihkannya." Malik kebetulan adalah anggota ekskul KIR yang Sastra curigai.
"Pakai cairan pembersih dalam botol plastik?" lalu Rian terkejut dan menjawab, "Iya, sama dipel juga. Kok kamu bisa tau?" Sastra tidak memedulikan pertanyaan itu dan hanya menjawab, "Itu yang sedang kuselidiki."
Botol cairan pembersih itu hilang pas Mas Lori sedang merapikan peralatan kebersihan di hari senin minggu kemarin dan baru muncul keesokan harinya. Terus kenapa hilang juga hari senin? Hmm, bisa jadi dia gunakan itu untuk menghapus jejak di tkp saat Snowy mati sebelum memasukkannya ke dalam kresek. Kemudian dia membuat seolah-olah minumannya tumpah untuk menyebarkan cairan pembersih yang aromanya sangat kuat. Supaya aroma mayat Snowy gak tercium, berarti dia tinggalkan mayatnya di sekolah...
"Oke kayaknya itu aja," setelah yakin dengan temuannya di kelas XI.J, Sastra pergi untuk melakukan rencana tahap selanjutnya. Dia menuruni tangga yang langsung membawanya ke depan ruang BK. Dia berjalan sedikit lagi karena kelas XI.A berada di samping ruang BK.
Sastra datang menghampiri Yunita lalu menjelaskan rencananya, "Kak, aku punya rencana, jadi…" Dia menjelaskan rencananya panjang-lebar hingga tenggorokannya kering. Yunita juga menyimak setiap kata yang diucapkan oleh Sastra. Dia menyatukan kedua telapak tangannya di bawah dagu sambil menyimak. Baru setelah Sastra selesai menjelaskan dia berkata, "Karena kita juga lagi buntu, gak ada salahnya mengikuti rencanamu." Sastra menjadi senang karena sejauh ini rencananya mulus. Setelah itu dia pamit untuk kembali ke kelas.
Pada pukul 11.35 pagi Sastra meminta izin untuk melihat rekaman cctv lagi, yang akhirnya diperbolehkan karena dia menunjukkan pin klub Arcananya. Dia pun duduk di depan layar monitor memperhatikan rekaman dari senin pekan lalu. Di layar itu terdapat 16 rekaman yang berbeda dari cctv yang berbeda pula. Saat Sastra melihat rekaman di hari senin pekan lalu ada banyak cctv yang mati. Namun, dia tidak menyerah dan melakukan fast forward pada semua rekaman cctv. Saking cepatnya rekaman itu, mata Sastra sampai ikut bergerak dengan kecepatan tinggi.
Tidak ada rekaman yang ia lewatkan, setiap orang yang lewat di depan kamera akan langsung ia hafalkan. Tujuannya melakukan ini adalah untuk mendapatkan rekaman yang nanti akan digunakan dalam tahap akhir. Setelah beberapa menit lamanya dia akhirnya mendapatkan apa yang ia mau.
Di saat pulang Isabel mengikuti Sastra yang sedang menuju lab IPA untuk ekskul KIR. Sastra sudah mengatakan pada Isabel kalau hari ini dia akan menangkap pelaku pembunuhan Snowy. Namun, dia tidak menjelaskannya dengan seksama sehingga membuat Isabel semakin penasaran. Karena sudah terlalu penasaran dia berkata, "Ayolah Sas, kasih tau kamu mau ngapain, emang beneran pelakunya dari anak KIR?" "Udah, kalau kamu penasaran ikut aja," jawab Sastra. Isabel masih terus saja bertanya pada Sastra dan setiap kali dia bertanya, Sastra hanya memberikan jawaban singkat yang tidak menjelaskan apa-apa.
Ekskul KIR diselenggarakan setiap hari senin bersamaan dengan ekskul jurnalistik dll. Masih banyak lagi ekskul lainnya yang memiliki jadwal hari yang berbeda-beda. Contohnya ekskul musik yang dilakukan setiap hari rabu di ruang musik. Atau ekskul pramuka yang wajib bagi seluruh anak di setiap hari jumat. Cheerleader, dance, tari tradisional, gamelan, fotografi, basket, voli, futsal juga memiliki jadwal hari yang berbeda-beda. Kebanyakan ekskul dilakukan pada pukul 15.30 ketika pembelajaran sudah berakhir. Sampai pukul 17.00 sore di jam itu semua anak sudah harus pulang.
Isabel dan Sastra duduk di bangku bagian belakang lab IPA. Sastra hanya perlu menjalankan rencananya karena dia sudah meminta izin pada guru pengajar KIR. Karena bosan Sastra mencoba mengobrol dengan Isabel. Dia berkata, "Bulan kemarin kamu jadi asisten pesulap sekarang kamu jadi asisten detektif, Bel." Isabel bertanya dengan bingung, "Kok bisa aku asisten detektif, emangnya aku bantu apa?" Sastra menjawab dengan kurang yakin, "Ehh, emotional support? Ada lagi, kamu bantu aku kasih ide kalau pembunuhnya ada di depan mata. Makannya aku sadar siapa pelakunya dan bisa buat rencana ini."
Tidak lama kemudian dia melihat Malik yang masuk ke dalam ruangan, orang yang dia tunggu-tunggu sudah datang. Sekarang Sastra hanya perlu menjalankan rencana tahap terakhirnya. Sebelum Sastra menjalankan rencananya Isabel berbisik, "Semangat Sas." Sastra langsung berdiri seolah-olah dia akan keluar kelas. Di saat mereka akan berpapasan Sastra secara sengaja menabrakkan dirinya dengan Malik. Dia berkata, "Oh maaf kak, gak sengaja." Malik yang terkenal karena sifat tenangnya tidak mengambil pusing kejadian itu dan hanya terus berjalan. Lalu Sastra pergi ke kamar mandi dan berhenti di depan wastafel. Dia menyalakan kerannya lalu membasuh wajahnya.
Oke, ini saatnya aku menjalankan rencana tahap terakhir. Aku harus berani dan percaya diri, tarik napas dalam… Hembuskan keluar… Aku gak boleh takut kayak sebelum tampil pas pertunjukan sulap. Mari kita mulai trik sulapnya...
Setelah meyakinkan dirinya Sastra langsung mematikan keran air dan kembali ke lab IPA. Atas permintaan Sastra guru pengajar KIR tidak ada di kelas seolah-olah dia terlambat. Secara tenang Sastra berjalan lalu duduk di kursi depan meja Malik. "Halo kak Malik, jadi gini ada temen kakak yang memintaku buat nunjukin trik sulap," ucap Sastra tanpa grogi. Lalu Malik bertanya dengan bingung, "Temen siapa yang nyuruh kamu?"
"Kurang inget namanya, tapi pokoknya dia itu cewek. Entahlah mungkin kakak akan segera tau soalnya dia akan bilang sesuatu pas aku udah nunjukin trik sulap. Boleh kita mulai?" Sambil mengatakan itu Sastra mengeluarkan dek kartu remi.
"Yaudah, lakukan cepat sebelum gurunya datang," jawab Malik. Kemudian Sastra mengacak dek kartu remi itu dan membeberkan kartunya yang terbuka ke hadapan Malik. Sastra memegang kartu-kartu itu dengan erat membentuk setengah lingkaran lalu berkata, "Pilih satu kartu, tapi jangan kasih tau aku, habis itu masukkan lagi." "Oke," jawab Malik yang kemudian mengambil satu kartu. Dia menatap kartu itu untuk beberapa lama seperti sedang menghafalkannya sebelum memasukkannya lagi ke dalam dek. Setelah itu Sastra menyatukan semua kartunya lagi membentuk sebuah dek dan berkata, "Nah, sekarang giliranku untuk menebak." "Kartumu 2 diamond," kata Sastra sambil mengeluarkan kartu dari saku dadanya.
Kartu yang ia keluarkan sama persis dengan kartu yang Malik dapatkan. Malik sudah tidak kaget karena dia tau kalau Sastra adalah pesulap. Namun, dia tetap berkata dalam nada kaget, "Benar itu kartuku, tapi kok bisa?" "Keren kan? Namaya aja sulap," ucap Sastra.
"Sekarang coba kamu yang ngacak deknya," ucap Sastra sambil memberikan dek kartu itu pada Malik. Lalu malik mengacak kartu itu menggunakan gayanya sendiri. Dia tidak mahir mengacak dek sehingga membutuhkan waktu yang agak lama untuk melakukannya. "Nah lakukan kayak aku tadi biar kupilih satu kartu," perintah Sastra. Kemudian Malik membeberkan kartu itu sama seperti yang Sastra lakukan tadi. Sastra mengambil satu kartu tanpa melihat lalu memberikannya lagi pada Malik untuk dia lihat. "Udah?" lalu Malik menjawab, "Sudah."
"Nah sekarang tempelkan dek kartu itu di dahimu. Bayangkan kartu yang tadi kuambil, tapi jangan kasih tau aku." Malik melakukan persis seperti yang diperintahkan Sastra. Saat dek kartu itu sudah menempel di dahi Malik Sastra berkata sambil mengeluarkan kartu, "Ini kan kartumu." Kartu yang ia keluarkan sama sekali bukan kartu remi. Melainkan foto yang bergambar mayat Snowy. Entah ide apa yang membuat Sastra melakukan hal sekejam itu, tetapi ia benar-benar melakukannya. Melihat itu Malik menjadi marah dan berkata, "Ah, aku tau apa yang terjadi. Kamu mencurigai aku sebagai pelaku pembunuh Snowy kan? Aku sudah liat kamu beberapa kali ke kelasku. Kuberitahu kalau aku bukanlah pelakunya, kamu hanya membuang-buang waktu." Lalu Sastra menjawab dengan arogan, "Oh ya? Coba liat apa yang ada di saku celanamu." Malik langsung meraba-raba saku celananya mencari benda atau apapun yang dimaksud Sastra. Melihat Malik yang kesusahan Sastra berkata, "Ehh, yang saku yang kanan."
Tangan kanan Malik masuk ke dalam saku kanannya lalu mengeluarkan kresek yang berwarna hitam. Dari kresek itu menetes cairan lengket yang sejak awal ada di sana. Kresek itu juga masih memiliki aroma busuk bekas mayat Snowy. Malik pun langsung melempar kresek itu ke wajah Sastra. Postur tubuhnya terbuka dan napasnya cepat membuat dadanya terlihat naik turun. Ekspresinya juga menunjukkan rasa takut yang mencekam seakan dia melihat wajah kuntilanak yang pucat dan jelek.
Sastra ikut kaget, "Anjir, jangan dilempar ke mukaku juga lah!" Dia mengusap wajahnya membersihkan cairan bekas kresek itu. Isabel yang ada di belakang hanya bisa menahan tawanya agar tidak mengganggu Sastra. Sastra menarik napas sebelum berkata, "Oke, kalau kamu bukan pembunuh kucingnya kenapa kamu takut sama kresek hitam ini, hmm? Sampai melemparkannya ke wajahku."
"Hah, siapa yang gak takut sama kresek hitam? Kreseknya aja tiba-tiba ada di sakuku otomatis aku kaget," ucap Malik dengan gugup. Namun, Sastra berkata lain, "Aku gak takut tuh, kemana-mana kubawa kresek itu." Malik langsung menyahut, "Gila kamu, kresek itu kan bekas mayat Snowy." Sastra menjawab, " Iya betul itu memang bekas kresek yang isinya mayat Snowy, tapi aku gak pernah menyebutkan ini ke siapapun selain 4 tersangka minggu lalu. Yang kukirimkan ke grup angkatan juga hanya foto mayat Snowy tanpa kreseknya. Satu-satunya yang akan tau tentang kresek hitam itu adalah pembunuhnya, yaitu kamu."
"Bukan, bukan aku pelakunya, meskipun kalau memang aku pelakunya kamu gak punya bukti kalau apa-apa!"
"Bukti? Kakak mau bukti, ini buktinya." Sastra mengeluarkan HPnya lalu mendorongnya ke hadapan Malik. Wajah malik berubah menjadi syok penuh ketakutan. Kali ini dia sudah tidak bisa menyembunyikan emosi takutnya. Tetesan demi tetesan keringat bermunculan di dahinya. Tanpa dia sadari tangannya juga ikut gemetar. Video itu menampilkan Malik yang sedang keluar dari lab IPA membawa kresek hitam. "Gak mungkin gak ada kamera cctv yang menyala hari senin. Seluruh sekolah sedang mati listrik."
Mungkin aja, tapi video yang kutunjukkan ini cuma editan, hehe. Zaman canggih sekarang apapun mah bisa.
"Di situlah letak kamu salah, gak semua kamera mati. Contohnya adalah hasil rekaman video ini. Tapi kak, aku gak berniat melaporkan ini aku hanya mau mendengarkan pengakuanmu saja. Lebih baik kakak katakan semuanya sekarang daripada menjadi beban di hati yang gak akan hilang."
"Kamu pikir kamu bisa mengancamku?" jawab Malik dengan marah. Lalu Sastra berkata, "Bisa, jadi kakak mau bagaimana?"
"Anjing! Ini bukan salahku oke, aku cuma mengetes hasil penelitianku tentang makanan kucing diet pas semua orang sudah pulang. Snowy sukanya Whiskas jadi kucampurkan ke situ, tapi setelah dia makan itu Snowy langsung kejang-kejang habis itu keluar busa dari mulutnya. Aku gak tau harus bagaimana, jadi kusimpan mayatnya di kelas dan aku kabur pulang. Sebelum akhirnya kubuat Rian sebagai kambing hitam. Kukira rencananya akan berjalan lancar, tapi kamu dan klub busukmu itu malah menyelidiki kasus ini."
"Memang itu tugas kami, kenapa gak kamu buang aja di sungai belakang sekolah atau kamu bawa pulang dan buang di tempat lain? Nanti Bu Rima juga akan mengira kalau Snowy kabur dan semua ini tidak akan terjadi."
Malik pun mulai meneteskan air mata. Dengan suara yang lirih dia berkata, "Harusnya aku lakukan itu, tapi aku takut dan lari. Baru aku kepikiran kalau kematian Snowy bisa kugunakan untuk balas dendam ke Rian karena dia mukul crushku. Tolong jangan beritahu siapa-siapa, aku gak mau dikeluarkan dari sekolah, ayahku mengalami stroke… Jadinya, cuma ibuku yang kerja, aku lakukan penelitian ini buat membanggakan mereka dan untuk memulai karir di bidang ini. Kalau aku dikeluarkan bagaimana nasibku? Aku hanya akan membebani mereka terus…"
"Aku minta maaf, aku harus tetap melakukan tugasku." Sastra beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan ke depan pintu ruangan penyimpanan alat eksperimen. Dia ketuk sambil berkata, "Kak, aku yakin kamu sudah mendengarkan semuanya. Dia adalah pelaku pembunuhan Snowy, aku serahkan sisanya padamu." Lalu pintu itu terbuka dengan bunyi yang berdecit dan Yunita muncul dari dalam ruangan dengan wajah yang datar. Dia menepuk pundak Sastra seraya berkata, "Terimakasih Sas, misi kali ini selesai dan kasus ditutup. Aku akan bawa dia ke ruang guru untuk ditindak lanjuti."
Yunita pun berjalan kemudian mendorong Malik yang sudah pasrah dan tubuhnya lemas. Saat melintas di depannya Sastra dapat melihat ekspresi Malik yang hancur dan tidak ada harapan tersisa. Melihat ini Sastra seakan terpukul hatinya, entah kenapa dia merasa bersalah, padahal sudah melakukan hal yang benar.
Lalu Isabel datang menghampirinya dan berkata, "Kamu keren banget Sas, nangkep pembunuh Snowy. Udah kayak detektif beneran mungkin kamu bisa jadi detektif Sastra. Eh, bukan lebih cocok Sastra sang detektif sulap, kedengarannya tetep jelekya..."
Sastra hanya tersenyum melankolis mendengarkan pujian Isabel. Dia membatin, Apa yang kulakukan ini sudah benar? Apakah itu benar jika menangkap pelaku, tapi menghancurkan masa depannya? Aku sudah berhasil menangkap pembunuh Snowy harusnya aku merasa senang, tapi yang kurasakan malah beban rasa bersalah. Sudahlah yang penting kasusnya selesai dan gak ada masalah lagi.
Sastra menatap pada kartu Jack of Heart yang tidak sempat ia tunjukkan pada Malik. Tidak mungkin dia menunjukkan kartu dari trik sulapnya ketika Malik menangis dan harapannya pupus. Ia pikir setidaknya dia sudah melakukan hal yang benar dengan menangkapnya.