Di ruang klub Arcana menyala 4 lilin di setiap sudut ruangan. Gorden sedikit dibuka membiarkan sedikit cahaya masuk ke dalam ruangan. Di tengah ruangan diletakkan 4 kursi yang menghadap ke jendela. 4 orang sudah menduduki kursi itu untuk beberapa waktu.
Sastra duduk di sofa memperhatikan Erina yang bekerja. Erina berkata, "Sebelum kita mulai saya perlu kalian menyetujui untuk melakukan hipnotis, jadi apa ada yang keberatan?" Keempat orang itu menggelengkan kepalanya lalu Mas Lori berkata, "Sudah, cepetan lakukan hipnotismu ini, aku masih punya urusan lain." Erina berjalan mengelilingi 4 orang itu sebelum berhenti tepat di depan mereka. Dia berkata, "Mari kita mulai, pertama pejamkan mata kalian dan rileks, bayangkan kalian sedang berada di pantai dengan hembusan angin menerpa rambut kalian." Keempat orang itu memejamkan mata mereka, dagu mereka naik sedikit seakan merasakan angin yang benar-benar ada. Kalau memang ada angin di ruangan itu pasti itu berasal dari kipas angin.
"Sekarang bayangkan matahari yang perlahan tenggelam. Hari berubah menjadi malam yang gelap dan sunyi. Kalian merasa kepala kalian sangatlah berat hingga kalian pun tertidur." Erina berhenti di belakang mereka lalu mulai menyentuh kepala mereka dengan lembut. Setelah itu dia mendorongnya dengan lembut hingga tidur sambil membungkuk. Erina melakukan hal yang sama ke 3 orang lainnya. Mereka pun benar-benar tertidur pulas. Sastra terus mengamati trik Erina yang membuatnya kagum sekaligus bertanya-tanya.
Lalu Erina bertanya pada Yunita yang duduk di meja kerjanya, "Yun, mau dilanjutkan bagaimana?" Yunita pun menjawab, "Bawa mereka ke sebuah imajinasi seakan-akan mereka pembunuhnya, kita liat bagaimana reaksi mereka nanti." Erina mengangguk lalu melanjutkan hipnotisnya. Dia berkata, "Sekarang kalian berada di dalam lorong sekolah yang gelap karena hari sudah berganti malam. Kalian berjalan keluar dari lorong itu kemudian menemukan sebuah kresek hitam. Tanpa ragu kalian ambil kresek hitam itu lalu membukanya. Lalu kalian menemukan sesuatu yang mengejutkan kalian. Sesuatu yang kalian kenali, jangan dijawab hanya perlu kalian bayangkan." Dia berhenti berbicara untuk mengamati reaksi yang mereka miliki. Sastra dan Yunita juga mengamati gestur mereka.
Bu Aminah melakukan gestur seperti membuka kresek, tetapi ekspresinya tetap rileks. Nafisah juga melakukan hal yang sama dengan ekspresi yang sedikit jijik. Rian menunjukkan ekspresi yang cenderung kecewa. Sedangkan Mas Lori menunjukkan ekspresi yang tampak berpikir dan juga takut. "Menurutmu Mas Lori mencurigakan gak? Atau Nafisah?" tanya Sastra pada Yunita. Lalu dia menjawab, "Lumayan, di sesi selanjutnya kita akan tau pasti."]
Kemudian Erina lanjut berkata, "Sudah cukup, sekarang kalian bisa bangun." Sambil mengatakan itu Erina menepukkan tangan dua kali membuat keempat orang itu bangun. Mereka melihat sekeliling mereka seperti orang yang linglung. Kemudian Yunita berkata, "Trimakasih atas partisipasi kalian sekarang kita akan menuju ke sesi dua. Saya pastikan ini adalah sesi terakhir dan kita hanya akan menghipnotis kalian untuk memberikan informasi tentang alibi kalian kemarin siang dan apa isi di kresek hitam itu. Jadi, kalian boleh memilih untuk tidak berpartisipasi di sesi ini, tapi kalian akan tetap menjadi tersangka, hehe. Jadi, jika kalian memang tidak punya sesuatu untuk disembunyikan maka kalian tidak perlu mundur dan saya pastikan kalian akan terlepas dari label tersangka."
Mereka semua tampak berpikir sejenak tentang tawaran Yunita. Lalu Roni bertanya, "Emang omonganmu bisa dipercaya sepenuhnya? Gimana kalau kamu tetep mencurigai kami?" "Kalian tidak perlu khawatir, sebagai ketua klub Arcana saya punya reputasi dalam menepati janji," jawab Yunita sambil mengetuk-ngetukkan penanya.
"Jadi siapa yang mau maju duluan, ah mungkin Bu Aminah mau?"
Bu Aminah menjawab dengan ramah, "Boleh, biar cepet selesai juga. Saya memang berniat bantu kalian." Yunita kemudian mempersilakan Erina untuk melakukan hipnotisnya. Erina mengambil kursi lalu duduk di hadapan Bu Aminah. Kedua mata mereka saling menatap lalu Erina berkata, "Bu Aminah, lakukan seperti yang tadi pejamkan mata, bayangkan suatu tempat yang indah. Seperti hutan yang dikelilingi pepohonan dengan daun yang berguguran. Ibu bisa mendengarkan suara kicauan burung-burung dan suara air sungai yang tenang." Sambil mengatakan itu Erina menepuk dengan lembut lutut dari Bu Aminah.
Bu Aminah kemudian masuk ke dalam keadaan trance yang rileks. "Kemudian ibu pergi ke tepi sungai itu lalu mencapai tempat yang paling tenang di hutan. Di sana ibu akan beristirahat sambil memikirkan tentang apa yang ibu lakukan kemarin sampai sore hari dan apa yang ibu bawa di dalam kresek. Setiap detail bisa ibu ingat dan ibu juga bisa mengendalikan ingatan ibu, ingat ibu memiliki seluruh kontrol ok?" Lalu dia menjawab, "Ok."
Erina melanjutkan, "Sekarang coba beritahu saya apa yang ibu ingat." Dengan perlahan Bu Aminah menjawab, "Kemarin pagi sejak saya memarkirkan sepeda motor di parkiran guru saya kebanyakan berada di area kantin. Sebelum istirahat tiba sejak jam 9 pagi saya menata setiap makanan yang akan dijual. Beberapa orang datang membawa dagangan titipan mereka. Baru di saat istirahat ada banyak sekali anak yang beli, saya agak kesulitan menghafal wajah mereka. Ketika pelajaran berlangsung saya biasanya ngerumpi bersama ibu-ibu di sana kadang juga ke koperasi. Baru saat saya pulang saya membawa kresek hitam yang isinya sisa dagangan." Erina kemudian menepuk lutut Bu Aminah sambil berkata, "Sudah cukup, bangunlah." Erina mempercayai ucapan Bu Aminah karena kebanyakan orang yang berada dalam keadaan trance jadi tidak bisa berbohong, kecuali memang dilakukan secara sadar. "Terimakasih Bu Aminah, sekarang lanjut kamu Nafisah," ucap Erina sambil menggeser kursinya.
Nafisah tampak gugup, tetapi Erina meyakinkannya untuk tetap tenang. Kemudian Erina membuat Nafisah rileks dan dia masuk dalam keadaan trance. Erina menanyakan pertanyaan yang sama seperti tadi. Lalu dia menjawab, "Dari kemarin pagi aku diantar ke sekolah lalu ke kelas dan ikut pelajaran. Habis itu, pelajaran terakhirnya olahraga jadi baju olahraganya ada di dalam kresek hitam." "Sudah cukup, bangunlah," ucap Erina sambil menepuk lututnya.
Kemudian Erina bertanya pada 2 laki-laki yang berada di hadapannya, "Jadi tinggal kalian berdua aja siapa mau duluan?" "Aku aja, semoga kalian gak terkejut sama ceritaku," kata Rian. Lalu Erina menggeser kursinya ke depan Rian dan menghipnotisnya. Setelah masuk ke dalam trance Erina mulai menanyakan tentang kegiatannya kemarin. Rian menjawab, "Aku datang ke sekolah seperti biasanya dan mengikuti pelajaran seperti biasa juga. Tapi pas di kantin aku ketemu sama Risa dia musuhku. Kami cekcok terus aku pukul wajahnya, dia juga bales terus akhirnya kami dilerai. Kebetulan dia OSIS, tapi belakangan ini aku belum ketemu lagi. Pasti banyak yang akan mencariku karena aku mukul perempuan. Isi kresekku itu… Cuma bekal." Jawabannya mengecewakan Sastra, tetapi masih masuk akal. "Oke, sudah cukup, kamu bisa bangun," ucap Erina sambil menepuk lututnya.
Dia baru aja ngaku kalau mukul cewek kan? Tapi pas ketemu aku kemarin dia kabur kayak bocil, cowok macam apa dia ini?
Kemudian semua perhatian tertuju pada Mas Lori yang berada di kursi terakhir. Sejak tadi dia bisa mengamati peserta lain yang dihipnotis. Semua rahasia apapun yang disembunyikan oleh mereka akan terungkap. Wajahnya sendiri menunjukkan kebimbangan yang tidak bisa disembunyikan. Lalu dia bertanya, "Bisa gak saya kasih tau apa yang sebenarnya terjadi biar gak usah dihipnotis" Yunita menjawab, "Boleh, tapi kamu harus memberikan bukti yang kuat." Mas Lori lebih memilih mengatakan ini supaya dia bisa menyembunyikan sesuatu meski dia menyampaikan most of the truth. Dengan kata lain dia menyampaikan half truth untuk menyembunyikan sesuatu.
Heh, memang apa yang mau dia sembunyikan? Meski dia memberikan bukti tentang aktivitasnya yang bisa dipercaya, tapi tetap ada hal yang tidak dia katakan. Huhh, aku liat dulu apa yang mau dia katakan.
Mas Lori menegakkan tubuhnya lalu mulai berbicara, "Pertama sejak saya datang di sekolah kemarin saya punya jadwal membersihkan di lorong depan kelas 11. Setelah itu saya istirahat di ruang OB. Di siang harinya seperti yang sudah saya pernah katakan saya membersihkan sesuai jadwal saya dan merapikan alat bersih-bersih."
Tidak puas dengan pernyataan Mas Lori Yunita bertanya, "Itu saja? Gak ada kejadian lain atau bukti yang mau kamu berikan agar kami percaya?"
"Ada, di siang hari pas saya sedang merapikan peralatan kebersihan ada botol cairan pembersih yang kemarinnya hilang muncul kembali. Aku bisa tunjukkan ke kalian kalau mau." Lalu Yunita menjawab, "Oke, kalau begitu biar Sastra dan Erina yang ikut sama kamu melihat botol apa itu, aku akan tetap di sini untuk melakukan divination. Saya berterimakasih atas partisipasi kalian hari ini, setelah ini kalian tidak perlu khawatir lagi karena sudah bukan tersangka."
Setelah itu Bu Khofifah, Nafisah dan Rian pergi meninggalkan ruang klub Arcana. Sastra dan Erina juga pergi bersama Mas Lori ke ruang alat pembersih. Sedangkan Yunita tetap berada di sana untuk melakukan divination. Dia menutup pintu dan gorden lalu mengeluarkan kartu tarotnya. Ruangan itu menjadi gelap gulita dengan hanya ada pencahayaan dari lilin yang mulai habis. Yunita mengocok dek kartu itu lalu memulai ramalannya. Namun, dia berhenti lalu membuka laci meja itu. Kemudian dia mengeluarkan cermin yang berbentuk oval dengan ornamen emas dan terdapat gagang di bawahnya. Dia memegang gagang itu sambil berkata dengan suara lembut, "Aku butuh bantuanmu, kakak…" Lalu perlahan bayangan Yunita berubah menjadi laki-laki yang tampan dan mirip dengan Yunita, tetapi agak lebih tua.
Di depan ruang alat kebersihan Sastra dan Erina menunggu Mas Lori mengambil barang itu. Lalu dia keluar sambil memegang sesuatu di tangannya. Dia berkata, "Ini botolnya, hari senin saya cari gak ada kayak hilang aja, tapi kemarin ketemu dalam keadaan tinggal separuh. Awalnya masih banyak hampir penuh jadi saya simpulkan ada orang yang menggunakannya."
Botol itu terbuat dari plastik bekas dengan ukuran besar yang diisi cairan pembersih begitu saja. Kemudian Sastra bertanya, "Boleh kami pinjam besok akan dikembalikan?" "Boleh-boleh ini kalian ambil aja. Jadi, saya udah gak dicurigai kan?" Mas Lori memberikan botol itu pada Sastra. Dia berharap setelah memberikan botol itu padanya klub Arcana akan melepaskan label tersangkanya. Lalu Erina menjawab, "Besok saat kami mengembalikan botolnya kamu akan tau, kalau gitu makasih hari ini sudah datang ya."
Lalu mereka kembali ke ruang klub Arcana untuk mengevaluasi informasi yang telah mereka dapat. Ketika mereka masuk Yunita sudah menyelesaikan ramalannya, tetapi kartu tarot masih berserakan di atas meja. Cahaya masuk dari pintu yang mereka buka menghilangkan sedikit kegelapan di ruangan itu. Melihat mereka sudah tiba Yunita hanya bertanya, "Gimana perjalanan kalian?" "Kami sudah meminjam botol ini katanya hari senin botol ini hilang dan baru ditemukan di ruang alat kebersihan kemarin. Ruangan itu juga tidak terkunci jadi siapa saja bisa masuk. Menurutku kita harus mengecek apa cairan ini adalah cairan yang sama dalam kresek hitam itu," kata Sastra.
"Oke kalau begitu kita bisa pakai bantuan Mahmud, dia itu Alchemist jadi ahli dalam zat kimia." Yunita mengumpulkan kartu-kartu tarot itu lalu memasukkannya ke dalam laci. Yunita melanjutkan, "Sejauh ini kita sudah mengeliminasi 3 tersangka tinggal Mas OB yang masih kita curigai. Dia juga menolak untuk dihipnotis dan malah memberikan petunjuk tentang orang yang mengambil botol ini. Jika nanti terbukti cairan di botol itu sama dengan yang dikasih OB berarti ada 2 kemungkinan. Antara mas OB adalah pelakunya dan orang yang mengambil cairan ini tidak nyata atau memang dia nyata dan pelakunya."
"Keliatannya tadi kamu habis melakukan ramalan, dapet hasil apa? Mungkin bisa jadi petunjuk." tanya Sastra. Lalu dijawab, "Oh ya, baru mau aku kasih tau. Tadi aku cuma bisa menentukan motif pelakunya saja. Yang kudapat ternyata motif pelaku bukan karena kebencian atau amarah, tapi rasa takut dan cemburu. Perlu kukasih tau kalau ramalan tidak selalu akurat dan kebanyakan dalam bentuk teka-teki. Jadi jangan terlalu mengandalkan ramalan, kita harus menyelidikinya secara manual agar akurat."
Kemudian Yunita berdiri dari kursinya lalu berjalan keluar. "Ayo kita ke Mahmud, mumpung belum pulang." Erina dan Sastra hanya menurut dengan Yunita dan mengikutinya. Nama lengkapnya adalah Mahmud Akh Libaba. Di waktu sore seperti ini Mahmud kebanyakan menghabiskan waktunya di lab kimia untuk melakukan eksperimen atau sekedar menghabiskan waktunya di sana. Jarak antara ruang kimia dengan ruang klub juga lumayan jauh karena berada di gedung di dekat lapangan. Setelah sampai Yunita langsung mengetuk pintu ruangan itu, "Mahmud kita butuh bantuanmu. Keluar sebentar dong." Suara kunci yang terbuka terdengar dibarengi dengan terbukanya pintu ruangan itu. Aroma zat kimia yang menyengat langsung bisa tercium. Di dalam ruangan itu hanya terdapat ventilasi jendela yang berada tinggi di atas dan kipas angin kecil jadi kalau gas yang berat akan susah untuk dikeluarkan. Cenderung mengendap di bawah dan harus didorong dengan kipas angin.
Orang yang membukakan pintu itu memakai masker medis dengan seragam yang acak-acakan. Dasinya dilepas dan dia juga memakai beanie berwarna hijau. Sastra jadi mengingat karakter dari tv series yang pernah ia tonton.
Mahmud menutup pintu itu lalu berkata, "Yo, ada apa emangnya? Kalian nyelidiki kucing yang mati kan? Kenapa dia diracun kah?"
"Ya, bener banget, Mahmud tolong cari tau apa cairan yang ada di kresek ini sama dengan yang di botol. Kasihkan ke Mahmud, Sas." Sastra pun memberikan botol dan kresek hitam itu pada Mahmud. Mahmud menerimanya sambil berkata, "Eh kamu Sastra ya, kita belum kenalan. Kenalin aku mahmud suka sama hal-hal berbau kimia." Mereka berdua berjabat tangan lalu Sastra berkata, "Aku Sastra, aku mau tanya. Kamu gak masak meth kan?"
"Eh gak dong, kamu kebanyakan nonton film. Lagian aku gak mungkin bisa dapet bahan-bahannya cuma di sekolah."
"Iya juga ya, hehe."
Yunita yang kesal karena mereka malah cengar-cengir berkata, "Hey udah cepet kerjain, sudah cukup ngobrolnya." "Oke-oke aku kerja dulu Sas, ibu negaranya sudah marah noh. Kalian tunggu di luar aja," ucap Mahmud sambil masuk ke dalam ruangan lagi. Mereka menunggu selama 10 menit di luar ruangan sebelum akhirnya dia keluar lagi.
Mahmud mengembalikan kresek hitam dan botol itu pada Sastra. Lalu berkata, "Dari tes yang kulakukan tadi hasilnya menunjukkan kalau 2 cairan ini berbeda. Ya, bisa kujelaskan lebih rinci lagi, tapi yang pasti sama sekali gak ada kemiripan antara keduanya."
"Tck, mungkin kamu salah, coba kamu ulangi lagi," ucap Yunita dengan tidak percaya. Mahmud menggelengkan kepalanya tetap meyakini hasil tesnya. Dia berkata, "Aku sudah lakukan pengetesan sampai beberapa kali tetap hasilnya sama. Maaf aku gak bisa memberikan petunjuk lebih lanjut, tapi aku menemukan ada sedikit makanan whiskas di cairan kresek hitam."
"Whiskas? Bukannya itu makanan favorit Snowy?" tanya Erina. Dia mulai memikirkan kalau bisa saja pembunuhnya adalah Bu Rima itu sendiri. Namun, kenapa dia membuat seakan ada seseorang yang bencinya? Apa ini dilakukan untuk mencari perhatian atau untuk menutupi sesuatu?
"Iya, pas dulu saat aku sama kak Yunita nyari Snowy pas hilang dikasih Whiskas sama Bu Rima. Jadi, apa Bu Rima sekarang menjadi tersangka juga?"
"Bisa jadi… Ah sudahlah kita lanjutkan besok aja. Kalian pasti masih punya kesibukan juga kan, apalagi aku. Terimakasih atas kerjasama kalian, hari ini sampai di sini aja." Dengan demikian Yunita membubarkan penyelidikan untuk hari itu. Mereka berempat melanjutkan aktivitas masing-masing. Untuk Sastra dia sudah tidak punya keperluan apa-apa lagi di sekolah, sehingga dia memutuskan untuk pulang.