Chereads / Chronophobia (Indonesia) / Chapter 22 - Kresek Hitam

Chapter 22 - Kresek Hitam

"3 September 2023. Seminggu ini banyak sekali hal yang terjadi. Yang pasti semuanya hal buruk. Mulai dari ayahku yang coba bundir hingga Isabel terjatuh. Aku harap minggu depan akan lebih baik daripada minggu ini."

"10 September 2023. Hari rabu giliran kelompokku yang presentasi sosiologi. Tapi kena potong dan pertanyaannya dijawab minggu depan. Habis itu fisika ada praktikum, mat aman-aman aja, tinggal nyalin punya temenku, hehe."

"17 September 2023. Minggu ini terasa baik-baik saja, hanya ada beberapa presentasi salah satunya sosiologi. Terus lanjut syuting P5 soalnya minggu sebelumnya cuma syuting di sekolah adegan pas ke psikiater sama dokter. Nah, Tinggal adegan yang depresi pas di kamar sama bundir. Paling minggu depan gak, tau coba kutanyakan besok senin.

"24 September 2023. Ternyata minggu ini syutingnya cuma sampai adegan depresi di kamar. Harusnya sisanya minggu depan sih semoga aja. Hubunganku dengan Isabel juga rasanya makin deket. Semoga kebahagiaan ini gak pernah berakhir dan semoga sampai kelas 12 bisa bareng terus. Oh ya, hari kamis kemarin ayahku sudah pulih dan diperbolehkan pulang. Aku juga sudah dapet uang kompensasiku, sekarang nominal uang di dalam akun bankku kembali normal."

Suara hujan yang deras menggema di dalam kelas yang diiringi dengan suara anak-anak yang mengobrol. Terdengar juga suara air sungai yang mengalir deras hingga meluap ke jalan yang menghubungkannya dengan perkampungan. Kelas itu gelap membuatnya sudah membaca diarynya. Setelah usai membaca sampai ke tulisan terakhirnya ia tutup buku itu. Kemudian Sastra berjalan ke luar kelas dengan perlahan dan memperhatikan langkahnya karena jalan yang licin. Di depan pintu kelas terdapat keset yang sudah basah, jadi setiap kali ada anak yang berusaha mengeringkan sepatu atau kakinya di situ, mereka akan membuatnya semakin becek dan kotor. Di lantai kelas saja sampai banyak bekas sepatu yang berwarna hitam. 

Sastra kemudian berhenti tidak jauh dari pintu kelas. Dia melihat banyak anak laki-laki yang melepas sepatunya kemudian main perosotan dengan air yang menggenang di area atas aula yang mirip balkon. Mereka akan berlari lalu meluncur sejauh-jauhnya sampai terjatuh. Meskipun banyak yang terjatuh mereka tetap melakukannya lagi. Wajah mereka berseri-seri menikmati setiap momen yang mereka miliki. Baru setelah ada guru tatib yang datang mereka akan bersembunyi di kelas. Ada yang hanya memakai kaos dan celana seragam abu-abu dan ada yang loss adalah tetap memakai kemejanya karena itu adalah hari selasa dan besok sudah memakai seragam batik. 

Sastra kembali ke tempat duduknya karena menganggap apa yang mereka lakukan itu kekanak-kanakan. Sebelum bisa melakukan apa-apa dia mendengar ketukan di pintu. Lalu seorang perempuan berkata, "Permisi, apa Sastra ada di sini ya?"

Sastra menoleh dan langsung mengenalinya dia adalah Yunita ketua klub Arcana. Sastra mengangkat tangannya lalu menjawab, "Saya kak." "Sini sebentar ada hal penting," ucap Yunita. Sastra kemudian berjalan ke depan pintu untuk berbicara dengan Yunita. Tanpa basa-basi Yunita langsung ke intinya, "Klub Arcana mendapatkan misi baru, kali ini Snowy ditemukan mati di dalam kresek hitam." "Snowy mati di kresek hitam, kok bisa?" Dengan tenang Yunita menjawab, "Nah, itu tugas kita untuk mencari tau."

Isabel yang sedang mengobrol dengan Becca menyadari kalau Sastra sedang berbicara dengan cewek lain. Lalu Isabel datang menghampiri mereka. "Halo Sas, kalian bicarain apa serius banget," lalu Isabel melihat badge di lengan Yunita yang berwarna kuning dan berkata, "Oh halo kak, maaf kalau mengganggu, hehe." "Siapa ini?" tanya Yunita. Lalu Sastra menjawab, "Ini pacarku kak, namanya Isabel." Kemudian Yunita pun tersenyum setelah mengetahui itu. "Oooh, kenapa kamu gak pernah bilang, Sas? Hmmm, kalau dipikir-pikir aku juga gak pernah tanya. Berarti ramalanku benar tentang kamu akan dapet pacar, oh ya Isabel kamu mau bantu nyelidiki pembunuhan kucing gak?"

"Hah pembunuhan kucing?" tanya Isabel. "Iya, Snowy mati dibunuh orang gak tau siapa. Aku lagi seneng soalnya ramalanku bener, jadi kamu boleh ikut. Yang penting jaga sikap." Isabel pun menatap ke Sastra seperti meminta persetujuan. Sastra pun berkata, "Boleh-boleh aja daripada kamu gabut di kelas."

Mereka bertiga pun pergi menuju ke ruang guru sebagai tempat kejadian perkara. Sesampainya di sana banyak anak yang sedang berada di lobby menunggu hujan reda. Lalu Yunita mengambil kresek yang diletakkan di lantai ruang guru. Yunita sudah meminta izin pada guru-guru di sana jadi diizinkan untuk berada di sana sementara waktu. Yunita membuka kresek hitam itu yang langsung mengeluarkan bau tidak sedap. Isabel sampai menutup mulut dan hidungnya. Dia juga memalingkan wajahnya ketika melihat mayat kucing itu. 

Karena Sastra suka menonton drama tentang murder mystery dia tau langkah-langkah yang pertama dilakukan saat menemukan jasad. Dia pun berkata, "Kayaknya kita harus melakukan autopsi dulu kak." Yunita mengangguk lalu menyerahkan kresek itu pada Sastra. Sastra yang tidak sanggup menghirup aroma itu berkata, "Ada yang punya masker gak?" Kemudian Yunita merespon dengan memberikan masker padanya, "Ini maskernya sudah kusiapkan dari tadi." Sastra mengenakan masker itu lalu melanjutkan autopsinya. 

Biasanya autopsi dilakukan dengan mengeluarkan setiap organ di tubuh korban dan meneliti semuanya untuk mencari tau ada penyakit atau ada pengaruh racun dan sebagainya. Tapi aku cuma bisa melihat secara fisik aja. Gak mungkin aku motong-motong kucing ini, aku gak mungkin berani.

Sastra meneliti kresek hitam itu yang kering meski di luar hujan deras. Lalu ia keluarkan mayat Snowy dan meletakkannya di lantai. Dia mengecek setiap bagian tubuhnya dan mencari luka yang menyebabkan kematiannya. 

Anehnya dia tidak bisa menemukan luka atau bekas pukulan di mayat Snowy. Setelah itu Sastra mengecek ke dalam kresek hitam dan menemukan ada suatu cairan yang juga ia temukan di sekitar mulut Snowy. Kemudian dia juga menemukan secarik kertas yang bertuliskan, "Pesan bagi bu Rima, awas kau, matinya Snowy ini adalah peringatan. Sudah sejak lama aku membenci guru kayak kau dan jangan pikir kematian kucingmu ini adalah akhir dari pembalasanku!"

Sastra langsung memberikan kertas itu pada Yunita dan membiarkannya membaca. Lalu dia bertanya, "Gimana menurutmu, apa pembunuhnya punya dendam dengan bu Rima?" Yunita langsung bertanya pada bu Rima, "Bu, apa ada anak yang membenci atau punya dendam dengan ibu ya?" Bu Rima yang berada di mejanya mengawasi mereka sejak tadi menjawab, "Sebenarnya saya sendiri kurang tau, ya. Saya juga kan guru matematika pasti banyak yang gak suka."

Yunita langsung mengeluh, "Ah, ini susah menentukannya, Sastra apa ada petunjuk lain?" Kemudian Sastra menjawab sambil melepas maskernya, "Sesuai yang aku temukan, tidak ada luka langsung yang menyebabkan kucingnya mati, jadi ada kemungkinan dia diracun. Lalu mayatnya juga baru mulai membusuk, jadi gak begitu lama sejak waktu kematiannya mungkin matinya kemarin. Menurutku mending kita cari pelakunya lewat cctv aja."

"Gak bisa, sejak siang tadi aliran listriknya mati karena hujan," Yunita berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Tck, kalau gini kita harus nentukan tersangka dulu. Gimana ya, kita harus mikir kayak gini." Sastra pun berdiri lalu meletakkan tangannya di dagu sambil memikirkan siapa saja yang akan melakukan ini. 

Perkiraanku kematiannya kemarin, kalau gitu kenapa baru diletakkan sekarang dan kenapa harus di ruang guru? Apa memang karena membenci bu Rima? Siapa aja yang bisa membenci bu Rima? Murid, guru, OB, bu kantin atau guru PPL? Pelakunya bisa siapa saja karena pesan yang diberikan juga terlalu bebas dan tidak khusus. Hmm, kalau cctv hari ini mati mungkin cctv kemarin nyala dan waktu kematiannya juga kemarin, coba cari itu dulu.

Selagi Sastra berpikir Isabel pun bertanya, "Ini Snowy gimana, masa di tinggal di sini gitu aja?" "Kita buang," jawab Sastra. Namun, sebelum membuang mayat Snowy Sastra mengeluarkan HPnya lalu mengambil beberapa foto mayat Snowy tanpa menampakkan kresek hitamnya. Setelah melakukan itu Sastra langsung mengangkat tubuh kucing itu, tetapi Isabel menghentikannya. "STOP, apa maksudmu dibuang?! Snowy itu kucing dia juga makhluk hidup. Meskipun dia hanya hewan, tapi tetap harus dikubur." Isabel kemudian merebut mayat Snowy dan menggendongnya dengan kedua tangan layaknya bayi. Dia tidak mempedulikan aroma busuk yang keluar dari mayat itu. Lalu Isabel berkata, "Kalau gak ada yang mau nguburkan aku sendiri aja!" Mendengar ide itu Sastra merasa ragu pada Isabel. 

"Mau kamu kubur di mana? Ini juga masih hujan deres!" Isabel tidak menggubris ucapan Sastra dan tetap berjalan menuju taman. Ia melewati lobby sehingga banyak orang yang melihat aksinya. Ketika sampai di dekat taman Isabel mengambil sekop yang tertancap di salah satu pot lalu berjalan menerobos hujan. Ia tidak mempedulikan derasnya hujan yang membuat bajunya basah. Yunita hanya menyimak tindakan Isabel karena dia merasa sudah tidak membutuhkan mayat kucing itu untuk investigasi. 

Dasar anak keras kepala, kenapa Isabel selalu begini?!

Sastra meminjam payung yang ada di ruang guru lalu mengejar Isabel ke taman. Ia membuka payungnya terlebih dahulu sebelum menerobos derasnya hujan. Ketika sampai di sana Isabel sudah menggali permukaan taman yang ditutupi oleh rumput. Di sampingnya mayat Snowy ikut basah begitu juga Isabel. Sastra langsung memayungi Isabel sambil berkata, "Isabel, kenapa kamu selalu keras kepala, nanti kamu sakit gimana?" "Gak peduli, daripada kamu buang Snowy. Meski Snowy hanya kucing, dia juga berhak dikubur, bukannya dibuang seperti sampah. Kamu harus berubah Sastra." 

Ini pertama kalinya Sastra bertemu dengan perempuan yang rela basah-basahan menerobos hujan demi menguburkan seekor kucing. Dia tidak merasa sesuatu berubah dalam dirinya secara langsung, namun jauh di dalam hatinya ada sesuatu yang berubah. Sastra pun diam saja membiarkan Isabel menyelesaikan pekerjaannya. Ketika sedang memperhatikan Isabel dia tidak sengaja melihat bra biru Isabel yang tampak karena bajunya yang basah sehingga tembus pandang. Otomatis dia memalingkan pandangannya dengan pipi yang memerah. 

Setelah tergali lumayan dalam Isabel meletakkan mayat Snowy ke dalam lubang itu. Kemudian ia tutup lubangnya hingga tampak seperti semula. "Sudah selesai, ntar aku cuci tangan dulu." Sambil berdiri Isabel mengulurkan tangannya sehingga dibasahi oleh tetesan hujan yang lama-kelamaan membersihkan sisa tanah di tangannya. Sastra pun berkata, "Makasih Isabel sudah nguburin Snowy." "Oh, sekarang gitu kukira mau kamu buang," katanya dengan agak songong. "Ya iya, aku minta maaf gak akan kubuang lain kali kalau ada hewan mati." 

"Hal-hal yang kita cintai memberitahu siapa diri kita. Makannya kita harus mencintai semua makhluk sebagaimana mereka mencintai kita dan kita harus peduli pada dunia sebagaimana dunia peduli pada kita," ucap Isabel sambil melihat telapak tangannya yang basah.

"Tanganku udah lumayan bersih, kalau gitu kita balik aja lanjut cuci tangan pakai sabun," ucap Isabel sambil menarik tangan Sastra. Keduanya pun sampai di ruang guru lagi. Yunita yang dari tadi menunggu aktivitas mereka berkata, "Sudah selesai? Kalau sudah kita mulai investigasinya." Lalu Sastra menyela Yunita, "Tunggu, tapi seragamnya Isabel basah semua masa dibiarkan aja?" Yunita pun melirik Isabel sambil berkata, "Itu urusannya, tapi sebagai pacarnya kamu juga harus bertanggung jawab. Sebagai anggota klub Arcana kamu juga harus bertanggung jawab dengan misimu. Jadi kamu pilih yang mana Sas?" 

Sastra menjadi gundah dengan pilihan yang ia terima. Ia juga tidak paham bagaimana bisa Yunita yang kadang baik tiba-tiba menjadi dingin lagi seperti ini. Apa dia tidak peduli pada Snowy yang mati lalu dikuburkan? Apa dia tidak peduli pada Isabel yang rela menerobos hujan sampai basah untuk menguburkannya?

Tiba-tiba Isabel berkata, "Gak papa kalian lanjutkan aja investigasinya, aku bisa sendiri ke kelas atau ke UKS mungkin ada baju ganti." "Tapi Bel," Isabel menyela Sastra, "Udah gak papa aku pergi dulu ya, semangat. Semoga pelakunya segera ketemu." Isabel pun pergi meninggalkan mereka sambil melambaikan tangannya. 

Melihat Isabel yang rela membantunya sampai bajunya bawah Sastra membatin, Oke, aku tidak akan menyia-nyiakan bantuanmu Isabel. Akan kutemukan pelaku sebenarnya dan mengadilinya. Untukmu dan untuk Snowy!