Ribuan tahun yang lalu, dunia ini dilanda perang yang mengerikan antara para dewa dan iblis.
Kegelapan menyelimuti langit, dan lautan darah mengalir di tanah yang seharusnya subur. Iblis-iblis, dengan kekuatan yang tidak terbayangkan, meluncur dari kegelapan, menuntut untuk mengambil alih dunia yang dikuasai oleh cahaya.
Dalam kekacauan itu, lima pedang legendaris muncul sebagai harapan umat manusia. Mereka diciptakan oleh para dewa untuk melindungi dunia dari ancaman iblis yang tiada henti.
Astral Blade memancarkan cahaya yang bisa menghancurkan bayangan. Eternal Flame membakar musuh-musuh dengan api surgawi yang tidak pernah padam. Void Whisper menghapuskan keberadaan iblis dalam sekali ayunan. Stormbringer memanggil angin topan dari langit, menghancurkan segalanya dengan badai petir. Dan yang paling kuat, Aetherion, pedang yang dipercaya dapat mengendalikan waktu itu sendiri. Dengan kekuatan pedang-pedang ini, para pahlawan berjuang melawan kegelapan.
Pertempuran berlangsung selama ratusan tahun, menelan banyak jiwa, hingga akhirnya, dengan pengorbanan yang besar, para pahlawan berhasil mengusir iblis-iblis itu ke dimensi lain.
Namun, para dewa menyadari bahwa kegelapan akan selalu mengintai. Sebagai tindakan pencegahan, mereka menyembunyikan pedang-pedang legendaris di tempat-tempat yang terisolasi, jauh dari jangkauan iblis dan manusia.
Mereka berharap bahwa satu hari nanti, saat kegelapan kembali mengancam, pahlawan yang terpilih akan menemukan pedang-pedang tersebut dan mengembalikan kedamaian di dunia.
---
Di tengah hutan yang lebat, terdapat sebuah desa kecil bernama Venestria. Desa ini dikelilingi oleh pepohonan rindang, dan aliran sungai yang jernih mengalir di tepinya.
Di sinilah Ayato, seorang pemuda berusia delapan belas tahun, tinggal bersama keluarganya. Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara, dengan seorang kakak bernama Riku dan adik perempuan bernama Yuki. Ayato dikenal sebagai sosok yang penuh semangat, selalu berusaha membantu orang-orang di sekitarnya.
Keluarganya sederhana, ayahnya adalah seorang pandai besi, dan ibunya seorang penenun. Mereka hidup dalam harmoni, tetapi kerap kali tertekan oleh masalah ekonomi yang menghimpit desa mereka.
Meskipun begitu, Ayato selalu optimis. Ia percaya bahwa suatu hari, nasib baik akan menghampiri desa mereka.
Suatu pagi yang cerah, Ayato bangun lebih awal untuk membantu ayahnya di bengkel. Ia senang melihat ayahnya bekerja, menciptakan berbagai alat dan senjata.
Namun, saat sedang membantu, Ayato mendengar cerita dari penduduk desa tentang kisah masa lalu. Cerita tentang perang melawan iblis dan pedang-pedang legendaris yang tersembunyi. Cerita itu selalu membuat Ayato berimajinasi, berharap bisa menjadi pahlawan seperti dalam kisah-kisah tersebut.
"Ayato, jangan hanya melamun. Ayo bantu ayahmu!" seru Riku, kakaknya, yang sedang mempersiapkan alat-alat kerja.
"Kita harus menyelesaikan pesanan sebelum malam."
Ayato tersenyum, "Iya, Riku. Aku datang!" Ia pun kembali fokus membantu ayahnya, meskipun hatinya masih dipenuhi imajinasi tentang petualangan yang bisa ia jalani.
Hari itu berlalu seperti biasa, dengan Ayato dan keluarganya bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, ada sesuatu yang meresahkan dalam hati Ayato—sebuah firasat bahwa sesuatu yang besar akan segera terjadi.
Malam tiba dan langit dihiasi bintang-bintang berkelap-kelip. Ayato merasa gelisah, sebuah dorongan tak terdefinisikan mengarahkannya untuk pergi ke hutan di dekat desanya.
Ia berpikir mungkin udara malam yang segar bisa mengusir ketegangan di dalam hatinya. Setelah pamit kepada keluarganya, ia berjalan menuju hutan yang lebat, di mana keheningan malam menyelimuti.
Saat memasuki hutan, Ayato merasakan suasana yang berbeda. Hawa dingin menyentuh kulitnya, dan angin berbisik di antara pepohonan. Tanpa sadar, ia terus melangkah lebih dalam ke dalam hutan hingga menemukan sebuah reruntuhan tua yang tertutup lumut dan tanaman merambat.
Reruntuhan itu seakan menyimpan rahasia yang sudah lama terkubur. Ayato merasakan ada sesuatu yang memanggilnya. Dengan hati-hati, ia mendekati reruntuhan dan melihat sebuah cahaya biru berkilau di dalam kegelapan.
Ketika ia mendekat, ia melihat sebuah pedang tertancap di tanah, memancarkan aura yang menakjubkan. Itu adalah Stormbringer.
Tanpa berpikir panjang, Ayato meraih hulu pedang dan menariknya keluar. Begitu pedang itu terangkat, gempa hebat mengguncang tanah. Ayato terjatuh, kehilangan keseimbangan.
Reruntuhan di sekitarnya bergetar, dan suara guntur bergema di langit. Namun, saat pedang itu berada di tangannya, ia merasakan kekuatan luar biasa mengalir ke dalam dirinya. Kekuatan yang seolah menghubungkannya dengan kekuatan alam.
"Apa ini?" gumam Ayato, terpesona oleh keindahan dan kekuatan pedang tersebut.
Namun, seiring dengan rasa kekaguman, ia merasakan sebuah ancaman. Kegelapan mulai berkumpul di ujung hutan, menyelimuti kegelapan yang menakutkan.
Setelah mengalaminya, Ayato kembali pulang ke desa, bingung dan terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Ia merasa pedang itu bukan hanya sekadar senjata, tetapi juga sebuah tanggung jawab yang berat.
Saat kembali ke rumah, ia mendapati keluarganya sudah tidur. Dengan pelan, ia menempatkan Stormbringer di samping tempat tidur dan merenung.
Keesokan harinya, suasana di desa tampak normal. Penduduk desa beraktivitas seperti biasa, tanpa menyadari ancaman yang mengintai. Ayato mencoba untuk melupakan kejadian malam itu, tetapi ia tidak bisa menghilangkan rasa cemas di dalam hatinya.
Dalam perjalanan menuju bengkel ayahnya, Ayato berbincang dengan Riku. "Riku, apa kau pernah mendengar tentang pedang-pedang legendaris?" tanya Ayato, berusaha mencari tahu lebih banyak.
Riku menatapnya dengan bingung. "Kau maksud yang ada dalam cerita-cerita lama itu? Ya, tapi itu semua hanya legenda, Ayato. Tak ada yang nyata dari itu."
Ayato tersenyum tipis, "Ya, mungkin. Tapi aku merasa ada yang berbeda setelah malam itu."
Hari itu berlanjut hingga sore, ketika Ayato mendengar suara gaduh di luar. Suara teriakan dan gemuruh, membuat hatinya berdebar. Ia berlari keluar dan melihat pemandangan yang mengerikan.
Sekelompok iblis yang menyeramkan muncul dari hutan, menghancurkan segala sesuatu yang ada di hadapan mereka. Wajah mereka penuh kemarahan dan kebencian, menjarah rumah-rumah penduduk desa.
Kegelapan yang Ayato rasakan saat menemukan Stormbringer kini menjadi kenyataan. Dia harus bertindak. Rasa takut dan kekhawatiran bertransformasi menjadi keberanian saat ia melihat penduduk desa yang panik.
"Mereka! Mereka datang!" teriak salah satu penduduk.
Ayato meraih Stormbringer yang terletak di samping tempat tidur. Saat ia menggenggam hulu pedang, energi yang mengalir dalam dirinya kembali terasa. Ia bisa merasakan kekuatan yang memanggilnya untuk bertindak. Dengan langkah mantap, Ayato berlari ke arah iblis-iblis itu.
"Iblis! Jika kalian ingin menghancurkan desa ini, kalian harus melewati aku terlebih dahulu!" teriak Ayato, suaranya penuh keberanian.
Mendengar seruannya, iblis-iblis itu menoleh dan tertawa mengejek. Salah satu dari mereka, yang memiliki tubuh besar dan mata merah menyala, melangkah maju. "Bocah ini berani melawan kami? Bunuh dia!" teriak iblis itu dengan suara menggema.
Namun, Ayato tidak mundur. Dengan Stormbringer di tangannya, ia merasakan semangat para pahlawan dari cerita-cerita yang sering ia dengar. Dia bersiap untuk menghadapi kegelapan yang datang, tahu bahwa ini adalah awal
Ayato menggenggam erat Stormbringer, merasakan kekuatan yang tak terbayangkan mengalir dari pedang itu ke tubuhnya. Angin mulai berhembus kencang di sekelilingnya, memutar membentuk lingkaran yang mengelilingi Ayato. Mata iblis-iblis itu membelalak, mereka bisa merasakan kekuatan yang mengancam dan mematikan dari bocah yang berdiri di hadapan mereka.
Tanpa membuang waktu, iblis besar yang memimpin kelompok itu memberi aba-aba. "Serang dia sekarang!" Suaranya menggema dan beberapa iblis yang lebih kecil segera menyerbu Ayato dengan gerakan cepat dan liar. Mereka melompat ke arahnya, cakar dan gigi siap menghancurkan tubuhnya.
Ayato tetap diam sejenak, memusatkan fokusnya. Dia tak lagi merasa takut, hanya ada ketenangan dan keyakinan yang aneh di dalam dirinya. Dengan satu ayunan cepat dari Stormbringer, angin yang tadinya berputar di sekitar tubuhnya berubah menjadi badai besar. Angin topan itu menyapu iblis-iblis yang mendekatinya, membuat mereka terpental ke segala arah. Tubuh-tubuh iblis itu terhantam dengan kekuatan yang luar biasa, seolah angin itu memotong mereka menjadi dua hanya dengan sekali sentuh.
Ayato terkejut melihat kekuatan yang baru saja ia lepaskan, namun tak ada waktu untuk merenungkan lebih lanjut. Iblis-iblis yang tersisa segera menyerangnya dengan lebih ganas.
Seorang iblis dengan cakar panjang mencoba menerkamnya dari samping, namun Ayato dengan mudah menghindar, gerakannya jauh lebih cepat dari sebelumnya. Ia melompat ke udara dan menebaskan Stormbringer ke arah iblis itu. Saat pedang itu menyentuh tanah, angin yang lebih kuat daripada sebelumnya meledak, menciptakan puting beliung kecil yang menyapu habis iblis itu, menghancurkannya hingga tak bersisa. Jeritan kesakitan iblis itu menggema di udara sebelum akhirnya tenggelam dalam suara badai.
"Apa sebenarnya pedang ini?" gumam Ayato pelan, matanya menatap kilauan biru pada bilah Stormbringer.
Para iblis yang tersisa mulai ragu. Mereka adalah makhluk yang terbiasa menghadapi manusia lemah, bukan pahlawan yang bisa mengendalikan badai. Beberapa dari mereka tampak bingung, bergerak mundur perlahan seolah tak ingin melanjutkan pertarungan ini. Namun, pemimpin iblis itu tidak membiarkan pasukannya melarikan diri.
"Kalian pengecut!" raung iblis besar yang tampak lebih marah dari sebelumnya. Tubuhnya yang besar mulai mengeluarkan aura gelap, dan cakar-cakarnya semakin tajam. "Dia hanya manusia lemah dengan senjata berbahaya! Habisi dia sekarang!"
Dengan teriakan itu, beberapa iblis yang tersisa, terpaksa oleh ancaman pemimpin mereka, kembali menyerang Ayato. Mereka berlari dalam kelompok, berharap bisa mengalahkan Ayato dengan jumlah dan kekuatan gabungan mereka.
Namun Ayato sudah siap. Stormbringer di tangannya berkilauan semakin terang, seolah merespon niat pemilik barunya. Ayato memutar pedangnya, menciptakan pusaran angin di sekelilingnya. Saat para iblis mendekat, dia melompat tinggi ke udara dan dengan satu tebasan lebar, badai petir meledak dari ujung pedang, menghantam seluruh iblis dalam jarak yang luas. Cahaya kilat melesat di udara, memukul iblis-iblis itu hingga hancur menjadi abu. Suara gemuruh yang mengikutinya mengguncang tanah, seolah langit pun ikut mengutuk keberadaan makhluk-makhluk itu.
Hanya tersisa pemimpin iblis yang kini berdiri terpaku, menatap dengan kengerian pada bocah yang telah membantai seluruh pasukannya. Mata merah menyala iblis itu tidak lagi menampilkan keangkuhan, hanya ketakutan.
"K-kau… kau tidak mungkin manusia biasa," iblis itu tergagap, perlahan mundur selangkah demi selangkah. "Itu… itu pedang dari legenda…."
Ayato menurunkan pedangnya, napasnya mulai teratur setelah pertempuran intens itu. Dia berjalan maju dengan langkah penuh keyakinan, menatap tajam ke arah iblis besar tersebut. "Aku tidak peduli siapa atau apa kau. Yang pasti, kau tidak akan lagi menjarah desa ini," katanya dengan suara rendah tapi tegas.
Iblis besar itu, melihat bahwa tidak ada lagi pilihan, mengerang marah. "Kau pikir kau bisa mengalahkanku hanya karena pedang itu? Aku adalah salah satu dari pemimpin iblis! Aku akan menunjukkan kekuatan yang sebenarnya!"
Dalam sekejap, iblis itu menerjang ke arah Ayato, cakar-cakarnya mengeluarkan aura gelap yang menakutkan, siap mencabik tubuh Ayato. Namun, Ayato tidak gentar. Dengan kecepatan kilat, dia bergerak menghindar, tubuhnya seolah ringan dibawa oleh angin. Iblis itu terhuyung, gagal menyerang sasarannya. Ayato dengan cepat menebaskan Stormbringer ke arah makhluk itu.
Angin kencang yang dihasilkan tebasan pedangnya menghantam tubuh iblis besar itu, membuatnya terlempar beberapa meter ke belakang. Iblis itu berteriak kesakitan, tubuhnya yang besar terluka parah oleh kekuatan Stormbringer. Darah hitam mengalir deras dari luka di dadanya, namun iblis itu masih berdiri meski tertatih.
"Kau… tidak akan… menang!" raung iblis itu, meskipun tubuhnya mulai lemah. Namun Ayato tahu, ini adalah kesempatan terakhirnya. Dia harus mengakhiri ini sekarang.
Mengambil napas dalam-dalam, Ayato mengangkat Stormbringer tinggi-tinggi. "Ini untuk semua orang yang kau sakiti, untuk desaku!" Dengan segenap kekuatannya, Ayato menebaskan pedangnya ke arah iblis itu. Kali ini, badai petir yang lebih besar terbentuk, menghantam iblis dengan kekuatan yang jauh lebih dahsyat daripada sebelumnya.
Suara gemuruh petir memenuhi udara, dan cahaya menyilaukan meledak dari tubuh iblis itu. Jeritan terakhirnya menggema di seluruh desa, sebelum akhirnya tubuhnya menguap menjadi abu, lenyap tanpa jejak.
Ayato terhuyung mundur, mencoba menenangkan napasnya. Stormbringer masih berkilauan di tangannya, tetapi badai dan angin yang mengelilinginya perlahan mereda. Kekuatan pedang itu mulai tenang seiring dengan berakhirnya pertempuran.
Ayato menatap ke sekeliling. Desa Venestria kini sunyi. Para penduduk yang tadinya bersembunyi di dalam rumah mulai keluar, dengan hati-hati melangkah menuju Ayato. Wajah mereka dipenuhi kekaguman dan rasa syukur, tetapi juga kebingungan.
"Dia… dia mengalahkan mereka…" bisik seorang penduduk desa, memecah kesunyian.
Ayato menoleh ke arah mereka, merasa canggung di bawah tatapan mereka. Ia hanyalah seorang pemuda yang tadinya hidup sederhana, tetapi sekarang, dalam waktu yang sangat singkat, ia menjadi sosok yang menyelamatkan desa.
Riku dan Yuki berlari mendekat. "Ayato!" seru Riku, suaranya bergetar antara kebingungan dan ketakutan. "Apa yang terjadi? Apa kau baik-baik saja?"
Ayato mengangguk, meski tubuhnya terasa sedikit lelah. "Aku baik-baik saja… Tapi, kita harus bersiap. Ini baru permulaan."
"Permulaan dari apa?" tanya Yuki, wajahnya penuh kekhawatiran.
Ayato menatap pedang di tangannya. "Aku tidak tahu… Tapi iblis-iblis itu datang untuk sesuatu. Dan aku rasa pedang ini ada hubungannya dengan semua itu."
Dengan suasana desa yang kembali tenang namun diselimuti oleh rasa takut yang baru, Ayato menyadari bahwa hidupnya tak akan pernah lagi sama. Petualangan dan ancaman baru telah dimulai, dan dia kini harus memegang tanggung jawab besar sebagai pemegang Stormbringer, salah satu pedang legendaris.
Bersambung
Semoga kalian suka akan ceritanya...