Chereads / Kultivator Melampaui Langit: Warisan Pusaka Langit / Chapter 18 - Bab 18: Warisan yang Diperebutkan

Chapter 18 - Bab 18: Warisan yang Diperebutkan

Kembali ke Jalan Kultivasi

Malam itu, setelah seharian memikirkan tujuannya, Lian Chen duduk di ruang sederhana rumahnya. Ibunya sibuk mempersiapkan makanan, dan bau hangat dari rebusan daging memenuhi udara. Meski suasana terlihat damai, pikiran Lian Chen penuh dengan rasa berat. Ia tahu bahwa keputusannya untuk melanjutkan perjalanan kultivasi berarti meninggalkan rumah sekali lagi.

Ia memandang ibunya dengan hati yang penuh rasa bersalah. Sebagai satu-satunya keluarga yang tersisa, ibunya sudah banyak berkorban untuknya. Namun, perjalanan kultivasi ini bukan sekadar ambisi; ini adalah panggilan yang tak bisa ia abaikan.

Saat malam semakin larut, Lian Chen mengajak ibunya berbicara. Ia berkata dengan nada lembut, "Bu, selama ini saya selalu bermimpi menjadi kultivator yang tangguh. Jalan ini sulit, tapi saya yakin ini adalah jalanku. Saya janji akan selalu menjaga diri dengan baik."

Ibunya berhenti mengaduk masakan, memandang anaknya dengan penuh kasih. Tatapan matanya dalam, mencerminkan rasa bangga sekaligus kekhawatiran. "Nak... bagi ibu, yang paling penting adalah kau baik-baik saja. Apapun tujuan hidupmu, selama kau tetap menjadi anak yang baik dan tidak melanggar norma, ibu akan selalu mendukungmu. Ingatlah, saat semuanya terasa berat, rumah ini selalu menantimu."

Malam itu, mereka berbicara panjang lebar. Ibunya menceritakan kenangan masa kecilnya, seolah ingin memberikan kekuatan bagi perjalanan panjang yang akan ia tempuh.

Pagi harinya, sebelum fajar menyingsing, Lian Chen memeluk ibunya untuk terakhir kalinya. "Hati-hati di jalan, Nak," pesan ibunya. Dengan tekad yang lebih kuat, ia melangkah meninggalkan rumah sederhana itu, memulai perjalanan baru menuju lembah selatan.

---

Perjalanan yang Berbahaya

Langit pagi berwarna jingga keemasan, dan angin membawa aroma dedaunan segar. Lian Chen berjalan dengan penuh semangat. Namun, di sepanjang jalan, ia menyadari sesuatu yang aneh. Penduduk desa yang ia lewati menatapnya dengan penuh selidik, seolah-olah mengenali sesuatu yang asing dalam dirinya.

Ia mencoba mengabaikan hal itu, tetapi perasaan tidak nyaman terus menghantuinya. "Kenapa mereka menatapku seperti itu?" pikirnya sambil melanjutkan langkah.

Di sebuah desa kecil, seorang pria tua dengan jubah lusuh tiba-tiba menghentikannya. Pria itu memandangnya dengan tajam, tatapannya seperti menembus jiwa. "Anak muda, auramu begitu berbeda. Kau membawa sesuatu yang luar biasa... atau berbahaya."

Lian Chen terkejut mendengar kata-kata itu. "Maaf, maksud Tuan apa?" tanyanya sopan.

Pria tua itu hanya tersenyum samar. "Hanya sebuah firasat. Jika kau melanjutkan perjalananmu ke lembah selatan, berhati-hatilah. Banyak mata yang mengawasi... dan tidak semua bermaksud baik."

Sebelum Lian Chen sempat bertanya lebih jauh, pria itu sudah pergi, menghilang di kerumunan.

---

Serangan di Hutan Kabut

Saat memasuki hutan yang memisahkan desa terakhir dengan lembah selatan, suasana menjadi sunyi. Kabut tipis menyelimuti pepohonan tinggi, dan udara terasa lembap. Di tengah perjalanan, Lian Chen mendengar langkah kaki yang mengikutinya.

"Berhenti di sana, anak muda!" Suara berat menggema di belakangnya. Dari balik kabut, tiga pria muncul. Mereka mengenakan pakaian lusuh, tetapi aura mereka menunjukkan bahwa mereka adalah kultivator berpengalaman.

"Kami tahu siapa kau," salah satu dari mereka berkata dengan nada dingin. "Kami hanya ingin... meminta sesuatu darimu. Jangan membuat ini sulit."

Lian Chen mengerutkan kening. "Aku tidak membawa apa-apa yang kalian inginkan. Pergilah sebelum kalian menyesal."

Ketiga pria itu tertawa mengejek. "Anak muda yang sombong. Kau pikir kami takut pada bocah sepertimu?"

Lian Chen mempersiapkan dirinya. Ia tahu tidak ada gunanya berbicara lebih banyak. Tubuhnya mulai memancarkan energi qi yang kuat. Dengan teknik Sentilan Kehampaan, ia melancarkan gelombang energi kecil namun mematikan ke arah salah satu pria.

Boom! Gelombang itu menghantam dada pria tersebut, membuatnya terlempar beberapa meter ke belakang. Dua lainnya terkejut, tetapi sebelum mereka sempat bereaksi, Lian Chen menggunakan Langkah Tanpa Jejak, menghilang di antara kabut.

"Dia bukan kultivator biasa," salah satu pria tersisa bergumam, wajahnya penuh ketakutan.

---

Mata-Mata dari Klan Api Hitam

Setelah berhasil menghindari konfrontasi itu, Lian Chen melanjutkan perjalanan dengan lebih waspada. Namun, ia segera menyadari bahwa dirinya telah menjadi target yang lebih besar.

Saat melewati desa berikutnya, ia melihat beberapa orang berpakaian seragam merah-hitam khas klan Api Hitam, salah satu klan yang terkenal karena keserakahan mereka terhadap artefak berharga. Mereka berbicara dengan seorang penduduk desa sambil sesekali menunjuk ke arah jalan yang baru saja dilewati Lian Chen.

"Apakah mereka sedang mencariku?" pikir Lian Chen.

Ia segera mempercepat langkahnya, tetapi rasa gelisah tak bisa ia abaikan. Ia menyadari bahwa batu pusaka langit yang berada di dalam tubuhnya memancarkan aura unik yang menarik perhatian banyak pihak.

---

Pengepungan di Desa Terakhir

Di desa terakhir sebelum lembah selatan, suasana menjadi semakin tegang. Saat Lian Chen memasuki desa itu, sekelompok kultivator dari sekte Pedang Badai sudah menunggunya.

"Berhenti di sana!" teriak salah satu dari mereka, seorang pria muda dengan pedang panjang di punggungnya. "Kami tahu kau memiliki sesuatu yang berharga. Serahkan itu, dan kami mungkin akan membiarkanmu hidup."

Lian Chen mengepalkan tangan. "Aku tidak tahu apa yang kalian bicarakan. Tapi jika kalian ingin mencoba keberuntungan, aku tidak akan mundur."

Pria itu tertawa dingin. "Anak bodoh! Kau pikir kami takut padamu?"

Dengan gerakan cepat, pria itu menyerang. Namun, sebelum pedangnya menyentuh Lian Chen, ia telah menggunakan Langkah Tanpa Jejak, muncul di belakang pria tersebut. Sebuah pukulan energi dari teknik Pukulan Energi Tanpa Batas menghantam pria itu, membuatnya terpental jauh.

Anggota sekte lainnya segera mengepung Lian Chen, tetapi ia menggunakan kombinasi teknik gerakan dan serangan untuk melawan mereka. Meskipun jumlah mereka lebih banyak, kekuatan tubuh dan jiwa Lian Chen yang melampaui level kultivasinya membuat mereka kewalahan.

"Dia monster!" salah satu dari mereka berteriak sebelum melarikan diri.

---

Badai di Lembah Selatan

Setelah berhasil meloloskan diri dari sekte Pedang Badai, Lian Chen akhirnya mencapai lembah selatan. Kabut mulai menipis, dan dari kejauhan, ia bisa melihat mulut gua tersembunyi yang menjadi tujuannya.

Namun, ia tidak sendirian. Di sekeliling lembah, beberapa kultivator dari berbagai sekte dan klan telah menunggu. Mereka tampaknya telah mendengar kabar tentang kehadiran Lian Chen dan batu pusaka langit.

"Jadi, ini anak yang membawa pusaka itu?" seorang pria paruh baya dari klan Serigala Malam berkata dengan nada mengejek.

"Serahkan batu itu kepada kami!" seru seorang wanita dari sekte Teratai Es.

Lian Chen berdiri tegak, meskipun dikelilingi puluhan musuh. Matanya memancarkan ketenangan yang menakutkan. "Jika kalian pikir aku akan menyerah, kalian salah besar. Kalian boleh mencoba mengambilnya, tapi aku tidak akan jatuh tanpa perlawanan."

Dengan cepat, pertempuran pecah. Lian Chen menggunakan semua teknik yang ia miliki, mulai dari Sentilan Kehampaan hingga Auman Langit Menggelegar, untuk melawan musuh-musuhnya. Meskipun mereka lebih banyak, ia berhasil melumpuhkan beberapa dari mereka dengan kecerdasannya dalam bertarung dan kekuatan yang luar biasa.

Namun, serangan terus berdatangan, memaksanya untuk mundur perlahan ke dalam gua. Saat ia melangkah masuk, suara gemuruh terdengar dari dalam gua, seolah-olah menyambut kehadirannya.

"Ini baru permulaan," gumam Lian Chen, mempersiapkan diri untuk tantangan berikutnya.