Chereads / Kultivator Melampaui Langit: Warisan Pusaka Langit / Chapter 23 - Bab 23: Arena Pertarungan Jingliu

Chapter 23 - Bab 23: Arena Pertarungan Jingliu

Saat matahari mulai merunduk ke balik pegunungan, Lian Chen berpamitan kepada Huai Tian, penjaga Kuil Pelindung Langit. "Terima kasih atas bimbingannya. Aku akan mengingat setiap ajaran yang telah diberikan," ucap Lian Chen dengan penuh rasa hormat. Huai Tian tersenyum lembut dan berkata, "Jalanmu masih panjang, tetapi dengan harmoni di dalam dirimu, kau akan menemukan jalan yang benar." Dengan langkah ringan, Lian Chen meninggalkan kuil, merasakan energi yang lebih seimbang dalam dirinya. Dia merasa lebih siap untuk menghadapi apa pun yang menantinya didepan.

Lian Chen menyusuri jalan-jalan kota Qiandu, menikmati suasana senja yang semakin gelap, namun penuh kehidupan. Lampu-lampu lentera mulai menyala di sepanjang jalan, memberikan kilau hangat yang menenangkan. Pedagang dan penduduk kota tampak sibuk dengan aktivitas mereka, dan Lian Chen merasa seperti bagian dari kehidupan sederhana di sana. Suara riuh obrolan, tawa anak-anak yang bermain, dan desahan dari pedagang yang menawarkan barang dagangannya menciptakan suasana yang damai dan nyaman.

Di Alun-Alun Di tengah keramaian, Lian Chen melihat sebuah pengumuman yang dipasang di tiang-tiang di sekitar Alun-Alun Jingliu. Tertulis dengan jelas bahwa besok, mulai pagi hingga selesai, akan diadakan acara pertarungan bebas antara kultivator muda dari lima desa sekitar kota Qiandu. Hadiah utamanya adalah Teknik Dasar Pedang Qi, sebuah gulungan kuno berisi ilmu pedang tingkat menengah yang menjadi kebanggaan Paviliun Pemula Qi.

Selain hadiah utama, akan ada hadiah tambahan berupa pil penyembuhan tingkat tinggi untuk finalis, serta kredit khusus di Pasar Tiga Hari, yang dapat digunakan untuk membeli bahan-bahan kultivasi.

Pengumuman itu juga menekankan bahwa tujuan utama dari acara ini bukan hanya untuk menentukan pemenang, tetapi juga untuk mempererat hubungan antara desa-desa sekitar dan mendorong para kultivator muda untuk menunjukkan potensi terbaik mereka.

Lian Chen membaca pengumuman itu dengan seksama, merasa tertarik dengan ajang ini, meskipun dirinya merasa tidak tertarik untuk bertarung. Namun, ini bisa menjadi kesempatan baginya untuk mempelajari lebih lanjut tentang kekuatan dan teknik para kultivator muda dari daerah sekitar.

Lian Chen melanjutkan perjalanannya menuju Penginapan Tiga Naga yang terletak tidak jauh dari alun-alun. Tempat ini terkenal dengan pelayanan yang baik dan suasananya yang tenang. Setelah berbicara dengan pemilik penginapan, Lian Chen memutuskan untuk menyewa sebuah kamar biasa untuk bermalam, agar dapat beristirahat dan memulihkan kekuatan. Pemilik penginapan, seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah, memberinya kunci kamar dan menyarankan agar Lian Chen mencoba hidangan khas mereka. Lian Chen mengangguk dan menuju kamarnya, berencana untuk beristirahat sejenak.

Keesokan harinya, Lian Chen bangun pagi dan menuju Alun-Alun Jingliu untuk menyaksikan pertarungan yang akan dimulai. Alun-alun telah dipenuhi oleh banyak orang yang datang dari berbagai desa untuk menyaksikan pertarungan. Di salah satu sisi, tribun sementara telah didirikan, dan di tengah alun-alun, dua arena bulat telah dipersiapkan. Lian Chen mengamati dengan cermat, memperhatikan gerak-gerik para peserta yang tampaknya cukup muda, namun sudah memiliki kemampuan yang luar biasa.

Di samping arena, Lian Chen melihat Huai Tian, penjaga Kuil Pelindung Langit, yang tampaknya akan bertindak sebagai salah satu juri. Wajah Huai Tian terlihat penuh ketenangan, matanya memancarkan kebijaksanaan, sementara ia duduk dengan santai, menunggu pertandingan dimulai. Lian Chen merasa ada daya tarik yang kuat dari sosok pria tua itu—pengetahuan dan pengalamannya sepertinya jauh melampaui yang bisa dipahami oleh kultivator muda lainnya.

Pertarungan dimulai, dan Lian Chen mengamati dengan seksama, mencari sesuatu yang bisa memperkaya pemahamannya tentang harmoni dalam pertempuran dan kekuatan yang melampaui batas tubuh manusia. Ia tahu bahwa setiap gerakan, setiap serangan, dan setiap teknik yang digunakan oleh para kultivator muda ini bisa menjadi pelajaran berharga.

Dengan mata yang tertuju pada arena, Lian Chen mulai meresapi pengalaman ini, menyadari bahwa dunia kultivasi tidak hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga tentang kebijaksanaan, kontrol diri, dan harmoni antara semua aspek kehidupan.

Di tengah alun-alun Jingliu, pertarungan semakin sengit. Dua kultivator muda yang tengah bertarung menarik perhatian para penonton dengan teknik-teknik mereka yang luar biasa. Salah satunya menggunakan teknik pukulan yang menghasilkan gelombang udara tajam, sementara lawannya mengandalkan kecepatan luar biasa untuk menghindar dan menyerang balik dengan tendangan berputar yang melibas udara. Serangan demi serangan membuat arena bergetar, dan sorakan penonton mengiringi setiap gerakan mereka.

Lian Chen tetap tenang di tengah keramaian. Tatapannya fokus, mengamati setiap gerakan dengan seksama. Ia memperhatikan bagaimana para peserta menjaga posisi tubuh mereka, mengelola energi qi, dan mencari celah untuk menyerang. Setiap jurus yang digunakan seolah menjadi pelajaran langsung tentang harmoni antara tubuh, pikiran, dan energi. Dalam hati, ia merenungkan bagaimana harmoni semacam itu dapat membawa keseimbangan dalam situasi paling kacau sekalipun.

Namun, perhatian semua orang segera tertuju pada seorang peserta yang tampil mendominasi. Anak muda itu, dengan jubah hitam dengan pola misterius dan mata penuh keyakinan, menunjukkan kekuatan yang luar biasa. Setiap lawannya tak mampu bertahan lama menghadapi serangannya. Dengan satu pukulan telak, ia membuat salah satu lawan tersungkur hingga darah mengucur dari mulutnya. Dia adalah Wei Zhen, 22 tahun Murid Inti dari Sekte Kegelapan.Tingkat Kultivasi Core Formation (Pembentukan Inti Energi).

Kerumunan penonton mulai bergemuruh, ada yang terpukau, tetapi lebih banyak yang merasa cemas dengan agresivitasnya.

Ketika peserta itu melanjutkan pertarungan berikutnya, ia kembali menghajar lawannya dengan serangan mematikan, meninggalkan luka serius. Juri, termasuk Huai Tian, akhirnya turun tangan. Huai Tian berdiri dan dengan suara tegas berkata, "Pertarungan ini adalah untuk menunjukkan kemampuan, bukan untuk menghancurkan. Kau telah melampaui batas yang dapat diterima."

Namun, peserta itu hanya tertawa kecil dan berkata dengan nada sinis, "Jika mereka terluka, itu karena mereka lemah. Seharusnya orang seperti mereka tidak diizinkan masuk arena."

Kerumunan menjadi semakin gaduh. Ada yang berteriak mendukung keputusan juri, sementara yang lain terdiam, tak tahu harus bereaksi bagaimana. Lian Chen, yang berdiri di antara penonton, merasakan ketidakharmonisan besar dari peserta tersebut. Dalam hati, ia bertanya-tanya, Apakah kekuatan sebesar ini pantas jika tanpa pengendalian diri? Seharusnya kekuatan sejati justru terletak pada kemampuan untuk menguasai diri, bukan sekadar mendominasi.

Melihat kerumunan yang semakin gelisah, Huai Tian melangkah maju ke arena. Tatapannya yang penuh kebijaksanaan menatap lurus ke arah peserta tersebut. "Jika kau ingin membuktikan dirimu, lakukan itu dengan kehormatan. Pertarungan ini bukan hanya soal kekuatan, tetapi juga tentang membangun jalan sebagai kultivator sejati."

Peserta itu tersenyum mengejek. "Kehormatan? Itu hanyalah pembenaran bagi mereka yang lemah," katanya sambil mengepalkan tinjunya yang bersinar dengan energi qi.

Melihat situasi yang memanas, Lian Chen mempertimbangkan apakah ia harus tetap menjadi penonton atau mungkin turun tangan untuk mengingatkan peserta tersebut tentang esensi sebenarnya dari kultivasi.

Kerumunan di alun-alun Jingliu semakin gaduh ketika seorang pria muda dengan jubah berwarna biru—anggota Paviliun Pemula Qi—melangkah ke arena. Aura ketegasan dan otoritas memancar dari dirinya saat ia berdiri di hadapan peserta berjubah hitam. "Sudah cukup!" serunya dengan nada tegas. "Pertarungan ini untuk saling menguji kemampuan, bukan untuk menghancurkan. Turunlah dari arena, atau aku akan mengeluarkanmu sendiri."

Wei Zhen peserta berjubah hitam itu menyeringai sinis. "Mengeluarkanku? Aku akan turun hanya jika kau sanggup mengalahkanku," katanya sambil mengepalkan tangan, energi qi hitam berkilauan di sekelilingnya. Tantangan ini membuat suasana menjadi tegang, dan penonton menahan napas.

Anggota Paviliun Pemula Qi itu tidak mundur. "Baiklah," jawabnya. "Jika itu yang kau inginkan, aku akan memberimu pelajaran." Dengan cepat, ia melompat ke tengah arena, siap bertarung. Sorak sorai penonton kembali bergema, tetapi ada ketegangan yang terasa di udara.

Duel Sengit Dimulai

Pertarungan dimulai dengan intensitas yang langsung memuncak. Anggota Paviliun Qi menyerang dengan teknik-teknik presisi, mengandalkan keseimbangan antara kecepatan dan kekuatan. Serangan pedang qi-nya melesat seperti kilatan cahaya, membelah udara menuju peserta berjubah hitam Wei Zhen. Namun, Wei Zhen dengan mudah menepis serangan itu menggunakan teknik defensif yang memunculkan perisai qi gelap.

Balasan dari Wei Zhen datang dengan cepat. Ia melancarkan serangan balik menggunakan gelombang energi destruktif, memaksa lawannya bertahan dengan segala kemampuan. Ketegangan memuncak ketika kedua energi bertabrakan, menciptakan ledakan kecil yang membuat debu beterbangan di arena. Namun, hanya dalam beberapa gerakan, peserta berjubah hitam itu kembali mendominasi, melukai lawannya dengan pukulan keras yang membuatnya terpental keluar arena.

Kerumunan terkejut dan berbisik-bisik. Para juri mulai tampak resah, tetapi tidak ada yang bisa mereka lakukan selain memanggil anggota Paviliun Pemula Qi lainnya untuk melawan. Satu per satu, para kultivator terbaik dari paviliun itu maju untuk menghentikan peserta berjubah hitam. Namun, hasilnya tetap sama. Tekniknya yang brutal dan energinya yang gelap membuat mereka semua terluka parah.

Tujuh Lawan Kalah

Sudah tujuh orang yang bertarung melawannya, tetapi tak satu pun yang berhasil mengalahkannya. Setiap lawan dipaksa menyerah dengan luka-luka yang serius, sementara Wei Zhen peserta berjubah hitam itu berdiri dengan angkuh di tengah arena, tanpa menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Ia memandang kerumunan dengan mata penuh kesombongan. "Ini adalah kualitas kultivator dari Paviliun Pemula Qi? Lemah dan menyedihkan. Tidak ada yang layak untuk menjadi lawanku."

Sorakan berubah menjadi kegelisahan, dan beberapa orang mulai khawatir merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Para juri saling berpandangan, jelas bingung harus berbuat apa selanjutnya. Sementara itu, Lian Chen yang menyaksikan dari pinggir arena mulai merasa bahwa ia tidak bisa tinggal diam lebih lama lagi.

Dalam hati, ia merenung, Kekuatan seperti itu tanpa pengendalian hanya akan membawa kehancuran. Jika tak ada yang menghentikannya, ketidakharmonian ini akan mencemari jiwa para kultivator muda lainnya. Dengan tekad, ia melangkah maju, mata penuh keyakinan, bersiap menghadapi pemuda berjubah hitam itu.