Pagi hari itu, Metha dan Aedric telah berkumpul di rumah Anemo. Mereka bertiga mengenakan perlengkapan lengkap, siap untuk memulai misi menuju Desa Lunareth. Suasana santai namun penuh semangat terasa di antara mereka.
"Baiklah, sudah siap semua?" tanya Metha, memastikan.
Anemo mengangguk. "Sudah. Pastikan tidak ada yang tertinggal. Ke Desa Lunareth tidak akan menjadi perjalanan yang mudah."
Aedric menyandarkan pedangnya di bahu. "Ayo kita mulai."
Mereka bertiga pun memulai perjalanan mereka. Hutan yang membentang di antara guild dan Desa Lunareth memberikan suasana sunyi yang penuh misteri. Matahari baru saja naik, menembus celah-celah dedaunan, membuat bayangan panjang menghiasi jalan setapak.
Di tengah perjalanan, Metha memecah keheningan. "Hei, aku baru sadar… kita ini hanya disebut Tim 02, kan? Rasanya terlalu generik. Kita butuh nama tim."
Anemo menoleh, penasaran. "Nama tim?"
"Ya!" Metha tersenyum penuh antusiasme. "Sesuatu yang mencerminkan kita. Biar terasa lebih... spesial."
Aedric, yang berjalan di belakang mereka, spontan menyahut, "Bagaimana kalau Void Hunter?"
Anemo mengerutkan kening. "Void Hunter? Kenapa Void?"
Aedric mengangkat bahu, wajahnya serius. "Karena kata 'Void' melambangkan sesuatu yang belum kita ketahui, kegelapan, misteri. Dan apa yang sedang kita lakukan sekarang adalah memburu jawaban. Kita mencari kebenaran, meskipun itu tersembunyi dalam kehampaan. Seperti Voidkeeper yang belum diketahui identitasnya."
Anemo menghentikan langkahnya sejenak, mencoba mencerna kata-kata Aedric. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya, Bagaimana dia tahu tentang Voidkeeper? Bukannya kata itu hanya ada di kamus khusus di alam bawah sadarku?
Sementara itu, Metha terlihat kebingungan. "Voidkeeper? Apa atau Siapa itu?"
Aedric membuka mulut untuk menjawab, tetapi sebelum ia sempat bicara lebih jauh, mereka sudah tiba di depan base guild. Di sana, beberapa kuda telah dipersiapkan oleh staf guild untuk misi mereka.
"Sepertinya pembicaraan kita harus dilanjutkan nanti," kata Aedric, menaiki salah satu kuda.
Anemo memandang Aedric dengan curiga, tetapi ia tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya menaiki kudanya dan mulai memimpin perjalanan mereka ke Desa Lunareth. Dalam hatinya, pertanyaan tentang pengetahuan Aedric mengenai Voidkeeper semakin mengusik.
Aedric tahu lebih banyak daripada yang mereka tunjukkan... atau mungkin ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini? Anemo merenung dalam diam saat kuda mereka bergerak menuju desa yang penuh misteri itu.
Perjalanan mereka menuju Desa Lunareth membawa mereka melewati hutan yang sunyi dan terasa seperti memiliki cerita tersendiri. Pepohonan tua berdiri kokoh, dengan akar-akar besar yang melintang di jalan setapak. Di tengah perjalanan, mereka tiba di sebuah rumah kayu yang tampak sangat tua. Bangunan itu sudah terlihat lapuk, dengan atap yang hampir runtuh dan dinding yang ditumbuhi lumut.
Metha menghentikan kudanya lebih dulu saat melihat rumah kayu tua di tengah hutan. "Hei, lihat itu. Rumah tua. Kenapa ada rumah di sini? Bukankah ini daerah yang jarang dilewati?"
Anemo mengangguk pelan. "Aneh. Ini tidak ada di peta. Kita harus memeriksanya."
Aedric melompat turun dari kudanya lebih dulu, diikuti oleh Metha dan Anemo. Mereka mendekati rumah tersebut dengan hati-hati. Rumah itu tampak seperti sudah ditinggalkan selama puluhan tahun. Dindingnya retak, atapnya nyaris runtuh, dan lumut menutupi sebagian besar kayunya.
Metha mencoba mendorong pintu, tetapi pintu itu terkunci rapat. "Tertutup. Kayaknya ada sesuatu yang tidak ingin kita lihat di dalam."
"Ada sesuatu di sini," kata Metha, suaranya berubah menjadi bisikan saat dia melihat sesuatu di kaki rumah. Ia berjongkok, mengamati ukiran pada kayu di bagian dasar bangunan.
Anemo dan Metha berdiri di hadapan ukiran di kaki rumah tua itu, diam sejenak setelah membaca kata-kata yang terukir di kayu. Tulisan itu berbunyi:
"Koji hom tela pon, Krostarot ma ila Timor."
Metha mengernyit, mencoba mengingat sesuatu. "Anemo… ini bahasa yang sama dengan yang pernah kita lihat di Gunung Veldros."
Anemo mengangguk pelan. "Ya, aku ingat. Ukiran di patung tua itu. Aku tidak menyangka akan melihatnya lagi di sini."
Aedric, yang mendengarkan dari belakang, mendekat. "Bahasa yang sama? Apa maksud kalian?"
Metha menjelaskan, suaranya penuh kehati-hatian. "Bahasa ini dikenal sebagai Bahasa Dewa, atau setidaknya itulah yang disebut dalam manuskrip kuno di perpustakaan Guild Luminous. Katanya, ini bahasa yang diciptakan oleh Archon Kedua untuk menyampaikan pesan-pesan penting."
Aedric mengerutkan dahi, menatap ukiran itu dengan tatapan bingung. "Tapi apa yang dikatakan ukiran ini?"
Metha menghela napas. "Aku bisa mencoba menerjemahkannya, tapi aku tidak yakin. Bahasa ini sangat kompleks."
Anemo menatap ukiran itu dengan tajam, rasa ingin tahunya semakin besar. "Cobalah, Metha. Kita tidak bisa mengabaikan ini."
Metha menunduk dan menyentuh ukiran itu dengan hati-hati. "Koji hom tela pon… Aku rasa itu berarti sesuatu seperti 'Waspadalah terhadap kehampaan.' Krostarot ma ila Timor… mungkin artinya adalah 'Pintu Timur menuju kehancuran.'"
Anemo tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh. Sebuah suara bergema di dalam kepalanya, seperti bisikan halus yang perlahan menjadi semakin jelas.
"Aliansi Timor... harus segera dihancurkan!"
Suara itu begitu nyata, hingga Anemo seolah-olah mendengar seseorang berbicara tepat di sampingnya. Ia memegang kepalanya, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.
Metha, yang berdiri di sampingnya, langsung menyadari perubahan ekspresi Anemo. "Anemo, kau tidak apa-apa?"
Anemo mengangguk pelan, meskipun pikirannya terasa penuh dengan keraguan. "Aku… mendengar sesuatu," katanya perlahan.
Aedric mengernyit. "Mendengar sesuatu? Maksudmu apa? Di mana?"
Anemo menatap ukiran itu lagi, mencoba menenangkan pikirannya. "Tulisan ini. Aku tidak tahu bagaimana, tapi aku mendengar terjemahannya di kepalaku. Pesan sebenarnya bukan tentang kehampaan atau pintu timur."
Metha terlihat bingung. "Lalu apa artinya?"
Anemo menarik napas dalam-dalam, menatap kedua rekannya dengan tatapan serius. "Aliansi Timor… harus segera dihancurkan."
Keheningan menyelimuti mereka. Metha dan Aedric saling bertukar pandang, jelas terkejut dengan apa yang dikatakan Anemo.
"Aliansi Timor?" tanya Metha dengan nada hati-hati. "Aku belum pernah mendengar nama itu. Apa mungkin ini kelompok tertentu, atau… sesuatu yang lebih besar?"
Aedric menyipitkan matanya, berpikir keras. "Aliansi Timor… Nama itu terasa asing, tapi sekaligus familiar. Mungkin aku pernah membacanya dalam dokumen lama di Guild Luminous, tapi aku tidak ingat detailnya."
Anemo menggeleng pelan, mencoba memahami hubungan pesan ini dengan Voidkeeper dan misinya sebagai Archon. "Apa pun itu, tulisan ini jelas merupakan peringatan. Jika pesan ini sampai ke sini, di tempat terpencil seperti ini, maka ini pasti penting."
Metha mengangguk, meskipun wajahnya tetap diliputi kekhawatiran. "Jika benar pesan itu adalah peringatan, maka apa yang harus kita lakukan? Kita bahkan tidak tahu apa itu Aliansi Timor."
Aedric memandang ke hutan di sekitar mereka. "Mungkin jawabannya ada di Desa Lunareth. Kita harus melanjutkan perjalanan. Rumah ini sudah memberi kita cukup banyak misteri untuk sekarang."
Anemo dan Metha setuju. Mereka naik kembali ke kuda mereka, meninggalkan rumah tua itu dengan perasaan yang bercampur aduk.
Dalam perjalanan, Anemo tak bisa berhenti memikirkan suara itu. Siapa yang berbicara padanya? Dan lebih penting lagi, apa itu Aliansi Timor?
Di dalam hatinya, ia merasakan bahwa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini mungkin akan mengubah segalanya bukan hanya untuknya, tapi juga untuk dunia.
Disisi lain, tepatnya di Guild Luminous, di dalam sebuah ruangan yang jarang diketahui oleh para anggota. Ruangan itu dipenuhi cahaya biru redup yang berasal dari kristal-kristal besar yang melayang di sudut-sudutnya. Arthur, Pemimpin Guild Luminous, berdiri di depan sebuah meja besar berbentuk bulat. Di atas meja, sebuah peta besar dunia terhampar, dikelilingi oleh cahaya magis yang memancarkan aura hangat.
Di sisi meja, asistennya, seorang pria muda bernama Darian, mengamati peta dengan saksama. Kristal-kristal kecil di atas peta bersinar dengan warna biru cerah, menunjukkan lokasi dari setiap tim yang sedang menjalankan misi.
"Tim-tim lain berjalan sesuai rencana," kata Darian (Asisten Arthur), suaranya tenang. "Tidak ada anomali yang terdeteksi."
Arthur mengangguk perlahan, matanya terpaku pada salah satu titik di peta. Titik itu mewakili Tim 02, yang baru saja mulai bergerak ke arah Desa Lunareth. Awalnya, sihir di sekitar titik itu bersinar biru, seperti tim lainnya, menunjukkan bahwa misi mereka berjalan normal.
Namun, tiba-tiba warna biru itu memudar. Dalam beberapa detik, cahaya itu berubah menjadi gelap, seperti bayangan yang menutupi titik itu. Arthur menyipitkan mata, merasa ada yang tidak beres.
"Darian," panggilnya, nada suaranya tegas. "Lihat Tim 02. Apa yang sedang terjadi?"
Darian melangkah mendekat, ekspresi wajahnya berubah menjadi khawatir saat melihat perubahan warna pada sihir yang terhubung dengan kuda Tim 02. "Ini… ini tidak normal, Tuan. Sihir seharusnya tidak berubah seperti ini kecuali ada gangguan besar."
Arthur merapatkan kedua tangannya di atas meja, memancarkan sihirnya ke dalam sistem. Cahaya magis mengalir dari telapak tangannya menuju kristal utama yang berada di tengah peta. Ia mencoba menyelidiki kondisi Tim 02, berharap mendapatkan informasi lebih detail.
Namun, sihir itu tiba-tiba berhenti, seperti menabrak dinding tak terlihat. Cahaya yang seharusnya mengalir ke arah Tim 02 justru terpental, seperti ditolak oleh sesuatu yang jauh lebih kuat. Arthur mundur selangkah, wajahnya menunjukkan kepanikan yang jarang terlihat.
"Apa ini…? Sihirku ditolak," katanya pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Darian.
"Tuan, apa yang harus kita lakukan?" tanya Darian, suaranya mulai dipenuhi kegelisahan.
Arthur mengepalkan tangannya, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. "Ini tidak wajar. Gangguan ini bukan berasal dari sihir biasa. Sesuatu yang besar sedang terjadi di sekitar mereka."
Darian melirik Arthur dengan gugup. "Apakah kita harus mengirim tim bantuan?"
Arthur menggeleng pelan. "Tidak. Jika kita tidak tahu apa yang sedang kita hadapi, mengirim tim lain hanya akan memperburuk keadaan. Aku akan mencoba sesuatu yang lain."
Ia kembali memfokuskan sihirnya, kali ini menggunakan mantra yang lebih kompleks. Ia mencoba mengalirkan energi dari kristal pusat langsung ke arah lokasi Tim 02, bukan melalui koneksi sihir kuda mereka. Namun, sekali lagi, energinya terpental dengan keras, bahkan membuat kristal utama di tengah meja bergetar.
Arthur mengerang pelan, menarik tangannya. "Ini tidak berhasil. Apa pun itu, entitas yang ada di sana sangat kuat."
Darian tampak semakin khawatir. "Apa yang sebenarnya terjadi di Lunareth, Tuan? Apakah ini terkait dengan cerita lama tentang tempat itu?"
Arthur tidak menjawab. Ia berdiri diam, matanya masih menatap titik gelap di peta. Dalam hatinya, ia tahu ada sesuatu yang sangat salah.
"Perhatikan peta ini dengan seksama," katanya akhirnya. "Laporkan padaku jika ada perubahan apa pun pada Tim 02. Dan, Darian…"
"Ya, Tuan?"
"Siapkan komunikasi dengan para Archmage (Penyihir). Kita mungkin perlu memobilisasi seluruh guild jika situasi ini memburuk."
Darian mengangguk tegas, meskipun ekspresi khawatir tidak hilang dari wajahnya. Sementara itu, Arthur memalingkan wajahnya dari peta, rasa cemas semakin menguat dalam pikirannya.
"Tim 02… Apa yang sebenarnya kalian temui di sana?" pikir Arthur.
Akhir dari Chapter 10.