Langit di alam bawah sadar Anemo kini cerah kembali, tanpa jejak kegelapan yang sebelumnya menyelimuti tempat itu. Anemo berdiri di tengah ruang kosong yang dikelilingi oleh aliran energi biru keemasan yang terus bergerak, seperti sungai bercahaya yang melingkari dirinya. Di depannya, sosok lain muncul, identik dengannya, dengan mata yang bersinar samar.
"Ini dia," kata Anemo pelan, mengamati cloningannya dengan penuh perhatian. "Aku menciptakanmu untuk berjaga-jaga. Kau akan tetap di sini, melindungi alam bawah sadarku dari ancaman apa pun yang mencoba masuk."
Bayangannya mengangguk tanpa bicara, memahami tugasnya. Anemo melanjutkan, "Kau memiliki sebagian kecil dari kekuatanku, cukup untuk melawan entitas apa pun yang berani mendekat. Namun, kau tetap berada di bawah kendaliku. Tidak ada yang bisa memengaruhimu kecuali aku."
Bayangan itu berdiri tegak, lalu berbalik, mulai berpatroli di sekitar area, seperti seorang penjaga yang tak kenal lelah. Anemo memperhatikan sosok itu sejenak sebelum menghilang dari alam bawah sadarnya, kembali ke realitas.
Disisi lain, di dimensi gelap yang tak berbatas, Voidkeeper duduk di atas singgasananya, dikelilingi oleh energi yang berputar liar. Di hadapannya, entitas yang sebelumnya merasuki tubuh Aedric berlutut, tubuhnya bergetar. Voidkeeper menatapnya dengan dingin, amarahnya jelas terlihat.
"Bagaimana kau bisa gagal?" tanya Voidkeeper dengan suara rendah, namun penuh ancaman. "Kau membiarkan Anemo semakin kuat! Kau bahkan membiarkan dia melindungi alam bawah sadarnya sepenuhnya. Sekarang, kita tidak bisa lagi masuk ke dalam dirinya."
Entitas itu mencoba membela diri, tetapi Voidkeeper tidak memberinya kesempatan. Dengan satu gerakan tangan, ia menarik energi dari tubuh entitas itu, menyebabkan jeritan kesakitan yang memekakkan telinga. Energi hitam yang sebelumnya menjadi milik entitas itu sekarang melayang ke tangan Voidkeeper, menyatu dengannya.
"Kau tidak berguna," gumam Voidkeeper, melemparkan tubuh entitas itu ke tepi dimensi seperti boneka yang rusak. Ia kemudian berbalik kepada salah satu asistennya yang muncul dari bayang-bayang.
"Apa yang telah kau temukan?" tanya Voidkeeper.
Asistennya membungkuk hormat sebelum berbicara. "Alam bawah sadar Anemo telah sepenuhnya tertutup. Tidak ada celah lagi untuk kita masuki. Selain itu, Aedric kini memiliki perlindungan dari kekuatan Anemo. Kita tidak dapat lagi memengaruhi pikirannya."
Voidkeeper mendengus frustrasi, tetapi segera tersenyum dingin. "Kalau begitu, kita beralih ke rencana berikutnya. Kita tidak butuh Aedric. Yang kita butuhkan adalah celah di tempat lain. Kirimkan Possestor. Dia akan mencari tahu siapa yang paling dekat dengan Anemo dan menemukan titik lemah mereka."
Asistennya mengangguk, dan sosok lain muncul dari kegelapan. Entitas ini, Possestor, memiliki tubuh seperti bayangan cair yang terus berubah bentuk, dengan mata merah yang bersinar tajam.
Voidkeeper berbicara kepadanya dengan nada memerintah, "Tugasmu adalah menyelidiki orang-orang di sekitar Anemo. Cari tahu siapa yang paling dekat dengannya. Temukan kelemahan mereka. Dan pastikan kau tidak gagal, seperti pendahulumu."
Possestor membungkuk rendah, suaranya dalam dan serak. "Perintah diterima. Aku tidak akan mengecewakanmu."
Voidkeeper menatapnya tajam. "Pastikan kau tidak melakukannya. Dunia itu tidak akan selamanya menjadi milik para Archon. Waktuku akan tiba."
Di dunia nyata, Anemo, Metha, dan Aedric kini telah mendirikan kemah sementara di pinggir desa Lunareth, mempersiapkan diri untuk penjelajahan lebih dalam. Anemo duduk diam, merenung tentang penglihatannya saat ia berubah menjadi Archon. Ia tahu bahwa sesuatu sedang mengintai mereka, sesuatu yang jauh lebih besar daripada yang bisa mereka bayangkan.
Aedric, yang kini lebih tenang berkat energi yang diberikan Anemo sebelumnya, mendekati Metha. "Aku tidak tahu apakah aku bisa sepenuhnya mempercayai Anemo," gumamnya pelan, "tapi aku merasa ada sesuatu yang sangat besar sedang terjadi. Dan aku bagian dari itu, suka atau tidak."
Metha menatapnya dengan serius. "Aku mengerti perasaanmu. Tapi jika ada satu hal yang aku tahu, Anemo tidak akan membiarkan apa pun menyakitimu. Percayalah padanya, setidaknya untuk saat ini."
Di kejauhan, tanpa disadari oleh mereka, bayangan tipis melintas di antara pepohonan, mengamati mereka dalam diam. Possestor telah tiba. Dan ia siap menjalankan tugasnya.
Anemo berjalan mendekati Aedric dan Metha yang tengah duduk di dekat perapian kecil. Api yang menyala memberikan kehangatan di malam yang dingin, tetapi suasana di antara mereka masih dipenuhi ketegangan setelah kejadian sebelumnya.
"Ada sesuatu yang ingin kubicarakan," kata Anemo sambil duduk di dekat mereka. Ekspresinya serius, namun suaranya tetap tenang.
Aedric dan Metha menatapnya, menunggu penjelasan.
"Selama perjalanan kita, aku merasakan adanya energi positif yang mencoba mendekati kita," Anemo memulai, pandangannya terpaku pada api. "Namun, energi itu tidak pernah sampai kepada kita. Rasanya seperti ada sesuatu yang menghalanginya, menolak kehadirannya."
Aedric mengerutkan kening. "Energi apa itu? Dan apa yang menolaknya?"
Anemo menatap Aedric sejenak, lalu melanjutkan, "Aku tidak bisa memastikan. Tapi berdasarkan pengamatanku, energi yang menolak itu kemungkinan besar berasal dari... entitas yang sebelumnya merasuki tubuhmu, Aedric. Entitas itu tampaknya tidak menginginkan energi positif mendekat kepada kita."
Metha yang mendengar penjelasan itu ikut bertanya, "Energi positif? Apakah energi itu berbahaya?"
Anemo menggeleng perlahan. "Tidak. Sebaliknya, energi itu terasa hangat, melindungi. Aku yakin energi tersebut dikirimkan oleh seseorang yang ingin memastikan kita baik-baik saja."
Aedric menatap Anemo dengan tatapan penuh kebingungan. "Jadi, menurutmu energi itu datang dari siapa?"
Anemo menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku hanya bisa menduga, tapi kurasa energi itu datang dari Tuan Arthur... sang pemimpin Guild Luminous. Tuan Arthur pasti khawatir dengan kita. Dia kemungkinan besar menggunakan kekuatannya untuk melacak kita atau memastikan kita dalam keadaan aman."
Metha terlihat terkejut. "Tuan Arthur? Tapi bagaimana mungkin dia bisa mengirimkan energinya sejauh ini?"
Anemo tersenyum tipis. "Jangan lupakan siapa dia sebenarnya. Dia adalah salah satu manusia terkuat di Guild Luminous. Dia mungkin memiliki kemampuan yang jauh melampaui pemahaman kita. Dan jika energinya mampu mencapai kita, itu hanya menunjukkan seberapa besar kekuatannya... dan seberapa besar perhatiannya kepada kita."
Aedric, meskipun masih merasa bingung, mulai merasakan ketenangan dari penjelasan Anemo. Namun, sebuah pikiran menghantuinya. Jika Arthur memang begitu kuat, mengapa energi itu tidak mampu menembus entitas yang ada di dalam tubuhnya sebelumnya?
"Jadi," gumam Aedric pelan, "jika energinya tidak bisa mencapai kita sepenuhnya, apakah itu berarti entitas yang ada di dalam tubuhku jauh lebih kuat dari yang kita kira?"
Anemo menatapnya dalam-dalam, menyadari pertanyaan itu mungkin menyimpan lebih banyak kebenaran daripada dugaan. "Itu adalah kemungkinan yang harus kita pertimbangkan," katanya akhirnya. "Tapi satu hal yang pasti: kita harus tetap waspada. Karena entitas itu mungkin belum selesai dengan kita."
Setelah penjelasan itu, Metha bangkit dan berjalan menjauh dari perapian, memandangi langit malam yang penuh bintang. Ia memeluk dirinya sendiri, merasa tidak nyaman.
"Entitas... Tuan Arthur... semua ini terasa terlalu besar untuk kita," katanya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.
Anemo mendekatinya, menempatkan tangannya di bahu Metha. "Kita tidak perlu memahami semuanya sekarang. Yang penting adalah kita tetap bersama dan saling mendukung."
Metha menatap Anemo dan tersenyum tipis. "Aku hanya berharap dia benar-benar memperhatikan kita. Jika dia memang tahu apa yang sedang terjadi, mungkin dia bisa membantu kita lebih dari sekadar mengirim energi."
Anemo mengangguk. "Aku yakin dia tahu lebih dari yang kita duga. Kita hanya perlu melanjutkan perjalanan ini. Jawaban dari semua ini akan kita temukan di depan."
Di kejauhan, Possestor terus mengamati mereka, tak bergerak dan tak terdeteksi. Ia memperhatikan setiap kata yang mereka ucapkan, mencatat kelemahan dalam hubungan mereka. Voidkeeper akan menyukai apa yang ia temukan.
Saat malam semakin larut, perapian mulai meredup, dan keheningan meliputi kelompok kecil itu. Namun, Aedric memecah keheningan dengan sebuah pertanyaan yang sudah lama mengganjal pikirannya.
"Anemo," panggil Aedric pelan, tapi tegas. "Jika kau memang seorang Archon, mengapa kau tidak melakukan semua ini sendirian? Maksudku... dengan kekuatan sebesar itu, kau bisa menyelesaikan semuanya tanpa melibatkan kami. Dan... mengapa kau harus menjadi manusia lagi? Mengapa kau tidak terus menggunakan kekuatanmu sebagai seorang Archon?"
Metha terdiam, menatap Aedric dengan ekspresi cemas, khawatir pertanyaan itu mungkin menyentuh topik yang sensitif bagi Anemo. Namun, Anemo hanya menatap perapian yang hampir padam, ekspresinya tenang meski jelas terlihat ada beban berat di dalam pikirannya.
"Pertanyaan yang bagus, Aedric," jawab Anemo akhirnya, nadanya rendah tapi sarat makna. "Aku mengerti mengapa kau bertanya begitu."
Anemo menghela napas panjang sebelum melanjutkan. "Aku tidak ditugaskan hanya menjadi seorang Archon. Tidak seperti Archon yang datang sebelumku, aku hanyalah manusia yang diberi kekuatan yang sangat besar. Aku tidak dilahirkan sebagai Archon aku diberi kekuatan itu tepat beberapa hari yang lalu. Maka dari itu, aku tetap harus hidup seperti manusia biasa."
Aedric menatapnya dengan bingung. "Tapi... kenapa? Apa tujuan memberimu kekuatan itu jika kau tetap harus hidup seperti manusia biasa?"
Anemo menatap lurus ke arah Aedric, matanya penuh kesungguhan. "Karena kekuatan besar itu bukan hanya untuk melindungi atau menghancurkan. Itu juga untuk memahami. Aku harus belajar hidup seperti manusia, merasakan apa yang mereka rasakan, mengalami apa yang mereka alami. Bagaimana aku bisa memimpin atau melindungi mereka jika aku tidak memahami kehidupan mereka? Itulah alasan mengapa aku tidak hanya menggunakan kekuatan Archon setiap saat."
Metha yang mendengar itu hanya bisa menatap Anemo dengan penuh rasa hormat. Namun, Aedric tampak masih memiliki keraguan. "Lalu... mengapa kau merasa kekuatanmu semakin besar sekarang? Apa artinya itu?"
Anemo mengalihkan pandangannya ke langit malam, seolah mencari jawaban di antara bintang-bintang. "Aku tidak tahu pasti. Tapi aku bisa merasakan bahwa kekuatan itu terus tumbuh di dalam diriku. Aku percaya... suatu hari nanti, aku mungkin akan menjadi Archon sepenuhnya, seperti Archon-Archon sebelumnya. Namun, untuk saat ini, aku tetap manusia dengan tanggung jawab besar di pundakku."
Anemo tiba-tiba terdiam, tatapannya menjadi kosong. Aedric dan Metha saling pandang, merasa ada sesuatu yang sedang berkecamuk dalam pikiran Anemo.
"Ada satu hal yang selalu menjadi pengingat bahwa aku bukan Archon yang sempurna," Anemo berkata pelan, hampir seperti berbicara kepada dirinya sendiri. "Aku tidak dapat mengabulkan doa atau permohonan dari manusia. Tidak seperti Archon sebelumnya, yang dikenal sebagai dewa pelindung yang bisa menjawab doa mereka... aku tidak memiliki kemampuan itu."
Metha terkejut mendengar pengakuan itu. "Tapi... bukankah itu tugas seorang Archon? Menjawab doa dan melindungi umat manusia?"
Anemo mengangguk pelan. "Itulah yang membuatku merasa... tidak lengkap. Aku diberikan kekuatan, tetapi aku tidak bisa memenuhi harapan terbesar dari mereka yang memujaku. Aku hanya bisa melindungi mereka secara langsung, bukan mendengar doa mereka dari kejauhan."
Aedric menatap Anemo dengan ekspresi yang lebih lembut, mulai memahami beban yang dipikul oleh pria itu. "Jadi, kau merasa seperti gagal sebagai Archon?"
"Bukan gagal," jawab Anemo sambil tersenyum kecil. "Tapi aku merasa belum lengkap. Mungkin itu alasan mengapa kekuatan ini terus tumbuh. Mungkin, suatu hari nanti, aku akan menjadi Archon yang sesungguhnya. Tapi untuk saat ini... aku hanya bisa melanjutkan perjalanan ini, belajar, bertarung, dan melindungi dengan caraku."
Percakapan itu berakhir dengan keheningan. Tidak ada lagi kata-kata yang perlu diucapkan. Metha dan Aedric mulai memahami sedikit tentang beban yang dipikul Anemo, meskipun mereka tahu masih banyak yang belum mereka ketahui.
Di kejauhan, di balik bayangan gelap hutan, Possestor tetap mengamati. Kali ini, ia memiliki informasi yang lebih banyak untuk dilaporkan kepada Voidkeeper. Anemo mungkin tampak kuat di permukaan, tetapi di balik itu semua, ada keraguan, rasa ketidaklengkapan, dan rasa bersalah yang bisa menjadi celah untuk dimanfaatkan.
Possestor kembali setelah menyelesaikan misinya. Ia melangkah melalui kabut pekat dengan sosoknya yang mengambang, berpendar dengan aura ungu gelap. Ruangan itu penuh dengan energi yang tidak bersahabat, di mana Voidkeeper, pemimpin penuh otoritas, menunggu dengan sabar di atas takhta yang terbuat dari serpihan cahaya dan bayangan.
"Kau kembali, Possestor," suara Voidkeeper menggema di dimensi itu, berat dan mengintimidasi. "Apa yang kau temukan?"
Possestor membungkukkan badannya dengan hormat. "Tuan, aku membawa informasi yang melimpah. Anemo, yang mereka sebut Archon, bukanlah dewa sepenuhnya. Ia adalah manusia yang diberi kekuatan besar, tetapi ia masih bergumul dengan rasa ketidaklengkapan. Ia tidak bisa mengabulkan doa manusia, sesuatu yang mungkin menjadi kelemahan moralnya."
Voidkeeper tertawa rendah, suaranya seperti gemuruh badai yang menggetarkan dimensi itu. "Ah, kelemahan moral... Sungguh menarik. Lanjutkan."
"Lebih dari itu, Tuan," Possestor melanjutkan, "kekuatan Anemo terus tumbuh, tetapi ia masih merasa dirinya belum siap menjadi Archon sepenuhnya. Ia juga memiliki hubungan yang kuat dengan kedua rekannya, Metha dan Aedric. Namun, aku yakin Metha adalah celah yang paling mudah untuk dieksploitasi."
Voidkeeper mencondongkan tubuhnya ke depan, matanya yang bersinar seperti dua matahari gelap menatap Possestor dengan penuh minat. "Metha, ya? Jelaskan."
"Metha tampaknya memiliki hubungan yang lebih mendalam dengan Anemo," Possestor menjelaskan. "Ia adalah satu-satunya yang tahu bahwa Anemo adalah Archon sebelum peristiwa tadi. Metha juga memiliki rasa hormat dan kepercayaan yang mendalam terhadapnya, tetapi itu juga membuatnya rentan. Jika kita bisa masuk ke pikirannya, kita bisa menciptakan celah di dalam kelompok mereka."
Voidkeeper tersenyum licik. "Sungguh analisis yang cemerlang, Possestor. Kau benar. Metha adalah kunci. Mungkin bukan untuk menghancurkan Anemo, tetapi untuk mengguncang fondasi hubungan mereka. Tanpa persatuan, bahkan kekuatan terbesar pun akan runtuh."
Possestor mengangguk pelan. "Aku akan memantau mereka lebih dekat, Tuan. Aku tidak akan gagal kali ini."
Namun, Voidkeeper mengangkat tangannya, menghentikan Possestor sebelum ia bisa pergi. "Dengarkan aku baik-baik. Jika kau benar-benar ingin menguasai Metha, jangan terburu-buru. Ia adalah sosok yang kuat, bahkan jika ia terlihat rapuh. Masuki pikirannya perlahan, buat ia meragukan pilihannya sendiri. Kekuatan terbesar manusia adalah keyakinan mereka, dan itu juga kelemahan mereka."
Possestor membungkuk sekali lagi. "Aku mengerti, Tuan. Aku akan memastikan misi ini berhasil."
Voidkeeper tersenyum dingin, lalu melambaikan tangannya. "Kembali ke tugasmu, Possestor. Waktunya hampir tiba, dan kita tidak boleh gagal lagi."
Possestor kembali melesat ke dimensi dunia manusia, membawa saran dari Voidkeeper sebagai panduan untuk misinya berikutnya. Di dalam Void, Voidkeeper duduk diam, matanya bersinar lebih terang dari sebelumnya, penuh dengan rencana yang semakin matang. Ia tahu bahwa perang ini tidak hanya akan dimenangkan dengan kekuatan tetapi dengan manipulasi, strategi, dan pemahaman mendalam tentang musuh-musuhnya.
Akhir dari Chapter 14.