Chereads / The Ascension of Anemo / Chapter 16 - Trio of Justice

Chapter 16 - Trio of Justice

Di sisi lain dari dunia yang penuh dengan misteri ini, jauh dari kemah Tim 02, Tim 01 sedang dalam perjalanan mereka menuju tempat yang dikenal sebagai Grimhowl Forest. Hutan ini bukan hanya lebat dan gelap, tetapi juga dikenal sebagai salah satu tempat paling berbahaya yang pernah disebutkan dalam sejarah Guild Luminous.

Daryl, Sani, dan Ryan, yang dikenal sebagai Trio Terkuat guild, berjalan dengan langkah mantap melewati jalan setapak berbatu yang dipenuhi akar-akar pohon. Masing-masing membawa aura kepercayaan diri yang besar, wajar saja, mengingat reputasi mereka yang telah menyelamatkan Guild Luminous dari kehancuran beberapa waktu yang lalu.

Daryl, seorang penyihir handal dengan rambut putih keperakan yang selalu membawa tongkat sihirnya, memimpin perjalanan ini. Tongkat itu bersinar lembut dengan energi magis yang membuat perjalanan mereka tetap diterangi meski hari mulai beranjak malam. Ia dikenal tidak hanya karena kecerdasannya, tetapi juga kekuatannya dalam menguasai berbagai jenis sihir yang jarang bisa dipelajari oleh penyihir biasa.

Di belakangnya, Sani, pria berbadan kekar yang selalu membawa palu raksasa di punggungnya, melangkah dengan santai. Meskipun terlihat santai, gerakannya penuh kewaspadaan, dan matanya terus mengawasi sekeliling. Sani dikenal sebagai pelindung sejati timnya, dengan kekuatannya yang mampu menghancurkan bahkan batu besar sekalipun dengan satu pukulan palunya.

Dan terakhir, Ryan, seorang pemanah dengan postur tubuh lincah dan wajah yang selalu menyiratkan senyuman kecil. Ia berjalan paling belakang, matanya yang tajam seperti elang terus memindai hutan di sekitar mereka. Busur panjang miliknya tergantung di punggung, dengan anak panah yang sudah disiapkan untuk digunakan kapan saja. Ryan dikenal karena ketepatannya yang legendaris, panahnya tidak pernah meleset dari target, bahkan dalam situasi paling kacau sekalipun.

"Aku masih tidak mengerti kenapa kita dikirim ke tempat ini," keluh Sani sambil mengayunkan palunya ke bahu. "Hutan ini sudah ditinggalkan selama bertahun-tahun. Bahkan jika pemimpin sebelumnya benar-benar hilang di sini, kenapa kita baru mencarinya sekarang?"

Daryl melirik ke arah Sani dengan ekspresi tenang. "Karena tugas kita bukan sekadar menemukan jejak pemimpin sebelumnya, Sani. Ada sesuatu yang lebih besar di sini. Hutan Grimhowl bukan hanya tempat misterius, tapi juga menyimpan sejarah yang belum pernah kita pahami."

"Sejarah, ya?" Ryan tersenyum kecil, matanya masih fokus memantau sekitar. "Mungkin kau benar. Tapi aku lebih peduli dengan rumor yang mengatakan kalau hutan ini dihuni oleh makhluk-makhluk yang tidak seharusnya ada di dunia ini."

Sani mendengus. "Hah, makhluk-makhluk apa pun itu, paluku akan mengurusnya."

Ryan terkekeh kecil, tetapi Daryl tetap serius. "Kalian tidak boleh menganggap enteng tempat ini. Pemimpin sebelumnya, orang terkuat yang pernah memimpin Guild Luminous, hilang tanpa jejak di sini. Itu bukan hal yang bisa dianggap remeh."

Ketiganya melanjutkan perjalanan mereka hingga akhirnya mereka tiba di tepi Grimhowl Forest. Pohon-pohon besar menjulang tinggi, dengan cabang dan dedaunan yang begitu lebat hingga hampir tidak ada cahaya yang bisa menembusnya. Hutan itu terasa hidup, meski tidak dengan cara yang menyenangkan. Ada suara samar gemerisik, bisikan angin, dan bayangan yang bergerak di ujung pandangan mereka.

"Hutan ini... berbeda dari yang kuduga," kata Ryan, menyiapkan busurnya. "Rasanya seperti ada yang mengawasi kita."

Sani menggenggam palunya erat. "Kalau ada yang cukup bodoh untuk mengawasi kita, mereka akan segera menyesal."

Daryl mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka berhenti. "Jangan ceroboh. Kita harus memulai pencarian dengan hati-hati. Pemimpin sebelumnya tidak meninggalkan jejak, dan aku yakin ada alasan untuk itu. Tetap waspada."

Ketiganya mulai masuk lebih dalam ke dalam hutan. Setiap langkah mereka diiringi oleh suara ranting yang patah dan dedaunan yang bergemerisik. Daryl menggunakan tongkat sihirnya untuk menciptakan bola cahaya kecil yang melayang di depan mereka, menerangi jalan.

Saat mereka melangkah lebih jauh, suasana semakin aneh. Udara terasa semakin dingin, dan kabut mulai menyelimuti mereka.

"Kau merasakan itu?" tanya Ryan, menghentikan langkahnya sejenak. "Suhu tiba-tiba turun."

Daryl mengangguk. "Ini bukan fenomena alami. Sesuatu di sini memengaruhi lingkungan di sekitar kita."

Mereka terus berjalan hingga akhirnya tiba di sebuah tempat yang lebih terbuka. Di tengah hutan yang lebat itu, ada sebuah area seperti lapangan kecil yang dipenuhi dengan bunga-bunga berwarna merah tua. Bunga itu tampak menyala dalam kegelapan, seperti memancarkan cahaya redup.

"Aneh sekali," gumam Sani. "Bunga-bunga ini... seperti tidak berasal dari dunia ini."

Daryl berjongkok, mengamati salah satu bunga itu dengan cermat. "Ini bukan tanaman biasa. Ini adalah Aetheris Mortalis, bunga yang hanya tumbuh di tempat yang memiliki koneksi dengan dunia lain."

Ryan mendekatkan wajahnya, memeriksa bunga itu dengan hati-hati. "Dunia lain? Jadi, apa ini semacam portal?"

"Belum tentu," jawab Daryl sambil bangkit berdiri. "Tapi jelas ada sesuatu di sini yang terhubung dengan dunia lain. Tidak heran pemimpin sebelumnya bisa menghilang tanpa jejak."

Sani mengayunkan palunya ke tanah, menimbulkan suara dentuman kecil. "Jadi, apa langkah kita selanjutnya?"

Daryl menghela napas panjang, matanya menyapu sekitar. "Kita cari tahu lebih dalam. Tapi hati-hati, semakin dalam kita masuk, semakin besar kemungkinan kita menemukan sesuatu yang tidak kita duga."

Langkah-langkah mereka terus menggema di antara pepohonan tinggi yang menjulang seperti pilar raksasa. Kabut mulai semakin tebal, menghalangi pandangan mereka ke arah lebih jauh. Namun, dalam kesunyian hutan yang menyeramkan itu, suara Ryan tiba-tiba memecah keheningan.

"Kalian percaya dengan cerita kehadiran Archon ke-4?" tanya Ryan sambil mengamati sekeliling, matanya masih tajam seperti biasanya. "Aku masih merasa itu semua terlalu berlebihan. Maksudku, seorang Archon yang muncul entah dari mana, menarik seluruh manusia ke alam bawah sadar mereka hanya untuk… apa? Memperlihatkan kekuatannya? Mengingatkan kita akan sesuatu? Aku tidak mengerti tujuannya."

Daryl melirik ke arah Ryan dengan alis sedikit terangkat. "Archon ke-4 bukan sekadar cerita, Ryan. Apa yang terjadi di alam bawah sadar itu nyata, bahkan aku merasakannya. Itu bukan sesuatu yang bisa kita abaikan begitu saja."

Ryan mendengus, setengah menyeringai. "Nyata atau tidak, aku tetap tidak melihat gunanya Archon bagi dunia ini. Mereka disebut sebagai penjaga keseimbangan, tetapi sejak kapan dunia ini pernah benar-benar seimbang? Lihatlah apa yang terjadi selama ini, konflik, kehancuran, kehilangan. Kalau keberadaan mereka tidak mengubah apa-apa, buat apa kita memercayai mereka?"

Sani, yang berjalan sedikit di depan, tiba-tiba berhenti. Ia memutar tubuhnya, menatap Ryan dengan ekspresi serius. "Kau bicara seperti orang yang tidak tahu apa-apa, Ryan."

Ryan menatap balik Sani, sedikit terkejut dengan nada serius kawannya. "Maksudmu apa?"

Sani berjalan mendekati Ryan, palu besar di punggungnya tampak bergoyang sedikit dengan langkahnya. "Kau bilang dunia ini akan baik-baik saja tanpa Archon? Aku rasa kau lupa sejarah dunia ini. Pernahkah kau membaca apa yang terjadi sebelum keberadaan mereka?"

Ryan mendesah, melipat tangannya. "Ya, ya, aku tahu. Kekacauan, perang besar, bla bla bla. Tapi coba lihat sekarang, Sani. Archon ada, dan apa bedanya? Dunia masih kacau, orang-orang masih mati, dan kita semua tetap hidup dalam ketakutan."

Sani menatap Ryan dengan tajam, dan kali ini suaranya lebih rendah, penuh ketegasan. "Bedanya, Ryan, kita masih punya dunia untuk dilindungi. Kau tahu apa yang terjadi jika tidak ada mereka? Dunia ini akan menjadi mangsa bagi dunia lain, seperti yang mulai terjadi sekarang. Kau pikir makhluk-makhluk seperti jasad ular besar di Gunung Veldros dan makhluk yang di maksud oleh Tuan Arthur muncul begitu saja? Mereka sudah ada sejak lama, dan tanpa Archon, mereka akan menghancurkan segalanya tanpa ada yang bisa menghentikan mereka."

Daryl yang mendengarkan pembicaraan itu dari depan, ikut angkat bicara. "Sani benar. Aku tidak selalu setuju dengan cara Archon bertindak, tetapi aku tidak menyangkal pentingnya keberadaan mereka. Archon ke-4 mungkin masih menjadi misteri, tetapi itu tidak berarti dia tidak memiliki peran penting. Jika dia muncul, itu berarti ada ancaman yang jauh lebih besar yang sedang mendekat."

Ryan terlihat tidak puas dengan jawaban itu, tetapi ia tidak membantah langsung. Ia hanya menggelengkan kepala sambil berjalan melewati Sani. "Aku hanya berharap kita tidak perlu mengandalkan entitas yang bahkan tidak peduli dengan kita. Mereka ada, tetapi kita tetap harus berjuang sendiri. Jadi, apa gunanya mereka?"

Sani tidak menjawab kali ini, tetapi ia menatap Ryan dengan pandangan yang tidak bisa disangkal. "Suatu hari kau akan mengerti, Ryan. Hanya saja aku berharap hari itu tidak datang terlambat."

Mereka bertiga melanjutkan perjalanan dalam keheningan, tetapi percakapan tadi tetap terngiang dalam pikiran masing-masing. Ryan terus menyimpan keraguannya, sementara Sani dan Daryl tahu bahwa keraguan seperti itu bisa berbahaya jika dibiarkan tumbuh.

Namun, sebelum suasana menjadi semakin tegang, Daryl menghentikan mereka lagi. Ia menatap ke depan dengan mata waspada. "Berhenti. Ada sesuatu di sini."

Sani mengangkat palunya, bersiap menghadapi apa pun. "Apa yang kau lihat?"

Daryl memusatkan energinya pada tongkat sihirnya, menciptakan bola cahaya yang lebih terang. Di depan mereka, di antara pepohonan yang diselimuti kabut, tampak sebuah bayangan besar yang berdiri tak bergerak. Itu bukan pohon, tetapi sesuatu yang lebih menakutkan.

Ryan langsung mengangkat busurnya, menarik tali dengan anak panah sudah siap dilepaskan. "Makhluk apa itu?"

Bayangan itu bergerak, dan suara geraman rendah terdengar, membuat tanah di bawah mereka bergetar. Makhluk besar dengan mata merah menyala muncul dari kegelapan, tubuhnya tertutup oleh kulit hitam yang tebal dan penuh duri.

Daryl mengeraskan suaranya. "Bersiap! Makhluk ini bukan sesuatu yang bisa kita abaikan."

Sani memutar palunya, senyum kecil terukir di wajahnya meskipun situasinya serius. "Akhirnya, sesuatu untuk dihancurkan."

Ryan menarik napas dalam, mengarahkan panahnya dengan tenang. "Mari kita lihat apakah Archon benar-benar dibutuhkan, atau kita bisa mengurus ini sendiri."

Makhluk itu meraung dengan keras, menghempaskan udara di sekitarnya seperti badai kecil. Tanah bergetar setiap kali ia melangkah maju, tubuhnya yang besar menciptakan bayangan mengerikan di bawah cahaya bola sihir Daryl.

Tanpa peringatan lebih lanjut, makhluk itu menerjang dengan kecepatan luar biasa, cakarnya yang besar menghantam tanah tempat mereka berdiri. Tiga petualang itu segera menyebar ke arah yang berbeda.

"Sani, alihkan perhatiannya! Ryan, cari titik lemah!" perintah Daryl sambil mulai merapal mantra. Cahaya biru kehijauan mulai membungkus tubuhnya, membentuk lingkaran energi di udara.

"Sudah jelas! Ini bagian yang kusukai!" teriak Sani sambil melompat ke depan, memutar palu besarnya dengan kecepatan mengerikan. Dengan kekuatan penuh, ia menghantamkan palunya ke kaki makhluk itu. Dentuman keras terdengar, dan makhluk itu meraung kesakitan, terhuyung mundur beberapa langkah.

Ryan, dari sisi lain, menunggu kesempatan sempurna. Ia menarik tali busurnya, mengarahkan anak panahnya ke kepala makhluk itu, tepat di antara matanya yang merah menyala. "Kita lihat apakah kau bisa melihat ini datang." Ia melepaskan panahnya, dan dengan kecepatan luar biasa, panah itu menghujam tepat di sasaran.

Namun, bukannya tumbang, makhluk itu justru menggeram lebih keras, seolah-olah rasa sakit hanya membuatnya semakin marah. Ia memutar tubuhnya dengan cepat, mencambuk udara dengan ekor panjang yang bersisik tajam. Ryan dengan gesit melompat ke belakang, nyaris menghindari serangan mematikan itu.

"Daryl! Apa kau selesai dengan mantramu?" teriak Ryan, keringat mengalir di dahinya.

"Sedikit lagi! Tahan dia sebentar!" jawab Daryl, tangannya masih bergerak cepat, menciptakan formasi sihir kompleks di udara. Energi di sekitarnya semakin kuat, membuat rambutnya berkibar liar.

Sani menegakkan tubuhnya, menatap makhluk itu dengan ekspresi penuh tantangan. "Kalau begitu, aku akan memastikan dia tidak pergi ke mana-mana!" Dengan satu langkah besar, Sani melompat ke udara, memutar palunya sekali lagi sebelum menghantamkan senjatanya ke bahu makhluk itu. Dentuman keras terdengar, retakan muncul di kulit hitam makhluk itu, dan darah gelap mulai mengalir.

Makhluk itu meraung kesakitan, tetapi kali ini ia tidak tinggal diam. Ia mengayunkan cakarnya ke arah Sani, menghantamkan tubuh besar itu dengan kekuatan luar biasa. Sani terlempar beberapa meter, menghantam batang pohon dengan suara keras.

"Sani!" teriak Ryan, tetapi perhatian mereka segera kembali ke makhluk itu yang kini berlari ke arah Daryl.

"Aku sudah selesai!" seru Daryl, tepat saat makhluk itu hampir mencapai dirinya. Ia mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi, dan sebuah lingkaran besar bercahaya muncul di udara, mengeluarkan energi yang memancar ke segala arah. "Rasakan ini, makhluk bodoh!"

Dari lingkaran itu, sebuah tombak energi besar terbentuk dan melesat dengan kecepatan luar biasa, menembus dada makhluk itu. Makhluk itu berhenti sejenak, tubuhnya gemetar hebat sebelum akhirnya ambruk ke tanah dengan suara berdebum keras, menggetarkan tanah di sekitar mereka.

Ryan dan Sani segera menghampiri Daryl, yang kini berdiri di samping tubuh besar makhluk itu yang sudah tak bergerak.

"Kerja bagus," kata Ryan sambil menepuk pundak Daryl. "Tapi aku rasa ini terlalu mudah untuk makhluk sebesar ini. Kupikir akan lebih sulit."

Sani, yang mulai bangkit sambil memegangi punggungnya, menggerutu. "Mudah katamu? Aku baru saja hampir remuk dihantam makhluk itu!"

Daryl memandang tubuh makhluk itu dengan mata menyipit, tangannya bergerak memeriksa luka-luka di tubuhnya. "Tunggu sebentar. Lihat ini..."

Akhir dari Chapter 16.