Langit malam di markas Guild Luminous tampak tenang, bertabur bintang yang berkilauan. Namun, suasananya terasa berat, seperti ada rahasia besar yang mengintai di balik keheningan malam itu. Arthur, pemimpin Guild Luminous yang dikenal bijaksana, berdiri di balkon, memandangi langit luas seolah mencari jawaban dari kegelisahannya. Pendar cahaya bulan memantul di armor ringan yang ia kenakan, membuat sosoknya terlihat seperti penjaga yang tidak pernah lengah dari tugasnya.
Langkah-langkah ringan memecah keheningan. Dari balik kegelapan muncul seorang assassin berjubah hitam, matanya tajam seperti elang. Assassin itu, salah satu yang paling berbakat di Guild Luminous, baru saja kembali dari misi penting yang diperintahkan langsung oleh Arthur.
"Tuan," suara Assassin itu terdengar tenang, namun penuh kewaspadaan. Ia berhenti beberapa langkah dari Arthur dan membungkuk sedikit. "Aku membawa kabar tentang Tim 02."
Arthur menoleh dengan sorot mata tajam yang memancarkan wibawa. "Bagaimana keadaan mereka? Apa yang terjadi?"
"Mereka masih menjalankan misi mereka dengan lancar," Assassin itu menjawab, berjalan lebih dekat. "Namun, aku menemukan sesuatu yang... tidak biasa, bahkan sangat diluar nalar."
Arthur mengernyit. "Tidak biasa? Jelaskan."
Assassin itu menghela napas sejenak sebelum menjawab, memastikan setiap kata yang keluar tidak berlebihan. "Aku melihat Aedric berubah menjadi sesuatu yang... gelap. Energi di sekitarnya berubah drastis, penuh kegelapan yang memancar begitu kuat hingga membuat tanah di bawahnya bergetar. Tapi itu bukan hal teraneh yang kulihat."
Arthur menajamkan pandangannya. "Lanjutkan."
Assassin itu melanjutkan dengan nada serius. "Anemo... dia juga berubah. Wujudnya tidak lagi seperti manusia biasa. Ia berubah menjadi sesuatu yang megah, penuh kekuatan yang tak terbayangkan. Dan aku yakin... dia adalah Archon. Archon Keempat."
Arthur terdiam. Pikirannya bergejolak, meski wajahnya tetap tenang. Selama ini ia memang merasakan ada sesuatu yang berbeda dari Anemo sesuatu yang tidak dapat dijelaskan. Namun, mendengar penuturan ini langsung dari assassin yang dipercaya membuat segalanya terasa lebih nyata, dan lebih berbahaya.
"Kau yakin dengan apa yang kau lihat?" tanya Arthur dengan nada tegas. "Ini bukan hal yang bisa kau sampaikan tanpa bukti yang jelas."
Assassin itu mengangguk mantap. "Aku tidak mengada-ada, Tuan. Aku bahkan membawa bukti."
Ia mengangkat tangannya, memperlihatkan sebuah kristal kecil yang memancarkan cahaya samar namun intens. "Ini adalah jejak energi yang tertinggal ketika Anemo berubah. Aku mengambilnya dari lokasi kejadian."
Arthur memandang kristal itu dengan curiga, tetapi akhirnya mengulurkan tangannya untuk menyentuhnya. Begitu jarinya bersentuhan dengan kristal, energi luar biasa kuat menghantam tubuhnya. Napasnya tercekat, rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya seperti ribuan jarum menembus kulitnya. Arthur segera melepaskan kristal itu, berkeringat dingin dan terengah-engah.
"Ini... ini tidak diragukan lagi," katanya dengan suara serak. "Energi ini... adalah kekuatan seorang Archon."
Assassin itu mengangguk. "Dan dari apa yang kulihat, Anemo berusaha keras menyembunyikan identitasnya. Aku yakin hanya sedikit orang yang tahu tentang kebenaran ini."
Arthur menatap langit, matanya menyipit seolah melihat bahaya yang belum terlihat. "Kalau begitu, rahasiakan ini. Jika identitas Anemo sebagai Archon terbongkar, itu tidak hanya berbahaya bagi dirinya, tetapi juga bagi seluruh guild, bahkan dunia ini. Jangan biarkan siapa pun mengetahui hal ini, bahkan anggota guild lainnya."
Assassin itu menunduk hormat. "Dimengerti, Tuan."
Namun, sebelum assassin itu berbalik pergi, Arthur menahannya. "Kau juga menyebutkan tentang Aedric. Apa maksudmu dengan 'Entitas Gelap'?"
Assassin itu terlihat ragu sebelum menjawab. "Ada aura gelap yang mengelilingi Aedric, Tuan. Aura itu bukan berasal dari energi
Arthur menghela napas berat, pikirannya berputar mencari penjelasan. "Dunia lain... Jadi, ini lebih dari sekadar misi sederhana. Ini adalah ancaman yang lebih besar dari yang pernah kita bayangkan."
Assassin itu mengangguk. "Aku akan terus memantau mereka dan segera melapor jika ada perkembangan baru."
Arthur mengangguk pelan, membiarkan assassin itu pergi. Namun, pikirannya tidak berhenti memikirkan bahaya yang kini tampak semakin nyata. Sambil kembali menatap langit malam, ia berbisik pelan, "Anemo, Aedric, Metha... tetaplah kuat. Bayangan yang mengintai kalian lebih gelap dari yang pernah kita duga."
Di kejauhan, dalam bayang-bayang hutan, Possestor mengamati Assassin yang melangkah pergi dari Guild Luminous. Matanya bersinar gelap, penuh kebencian. Ia sudah mengetahui keberadaan Assassin itu sejak lama, bahkan sebelum Assassin menyelesaikan laporannya. Kehadiran assassin itu seperti duri dalam misinya gangguan kecil yang dapat berujung pada kegagalan.
"Kau terlalu banyak tahu," gumam Possestor, suaranya seperti bisikan yang bergema di kegelapan. "Dan itu adalah kesalahan fatal."
Possestor menghilang dalam kabut hitam, meninggalkan tempat itu tanpa jejak.
Disisi lain, Sang Assassin berjalan melalui jalan setapak yang sepi, pikirannya sibuk memikirkan laporan yang baru saja ia berikan. Hatinya dipenuhi keraguan. Apakah ia terlalu cepat menyimpulkan bahwa Anemo adalah Archon? Dan entitas gelap yang merasuki Aedric... apa sebenarnya itu?
Langkahnya terhenti di tengah jalan, angin dingin tiba-tiba bertiup kencang. Cahaya bulan meredup, digantikan oleh kegelapan yang terasa menghimpit. Tiba-tiba, sebuah portal hitam pekat terbuka di depannya, memancarkan aura mengerikan yang menusuk hingga ke tulang.
Dari dalam portal itu, muncul sesosok entitas dengan tubuh diselimuti cahaya hitam yang berdenyut seperti jantung yang hidup. Mata Assassin membelalak, tangan kanannya refleks meraih dagger di sabuknya.
"Siapa kau?!" teriaknya, suaranya bergetar.
Possestor melangkah keluar dari portal dengan tenang, matanya kosong namun penuh ancaman. "Kau tak perlu tahu siapa aku," katanya dengan suara serak yang menembus jiwa. "Yang perlu kau tahu hanyalah bahwa keberadaanmu mengganggu jalanku."
Sebelum Assassin itu sempat bereaksi, Possestor mengangkat tangannya. Tubuh Assassin itu terangkat ke udara, tak berdaya melawan kekuatan Possestor. Dagger yang dipegangnya terlepas, jatuh ke tanah.
"Apa yang kau inginkan dariku?!" teriak Assassin itu, matanya penuh ketakutan.
Possestor mendekat perlahan, auranya semakin pekat. "Hanya kekuatanmu... dan kehancuranmu."
Dengan satu gerakan, Possestor mulai menyerap energi hidup Assassin itu. Sang Assassin menjerit kesakitan, tubuhnya gemetar hebat saat kekuatannya dihisap habis. Ketika jeritan itu mereda, tubuh Assassin menjadi kaku, tak bernyawa.
Possestor membuka portal lain dan melemparkan jasad Assassin ke dalamnya, portal itu menutup dengan suara dentuman halus, membawa tubuh Assassin ke tempat yang tidak diketahui.
"Langkah ini akan mempercepat rencananya," gumam Possestor, senyum menyeramkan terukir di wajahnya. "Dunia ini, cepat atau lambat, akan menjadi miliknya. Hahaha!"
Ia menghilang kembali ke dalam kegelapan, bayangannya tetap mengintai, melanjutkan misinya dengan tekad yang semakin kuat.
Malam terasa sunyi di tempat kemah Tim 02. Hanya suara angin yang berhembus lembut di antara pepohonan yang memecah keheningan. Tenda kecil mereka berdiri kokoh, diterangi redupnya cahaya bulan yang menembus sela-sela dedaunan. Di dalam tenda, Metha dan Aedric telah tertidur pulas, mengistirahatkan tubuh mereka setelah perjalanan panjang yang melelahkan. Namun, tidak demikian dengan Anemo.
Anemo berbaring dengan mata terbuka, menatap bagian dalam tenda yang gelap. Ada sesuatu yang membuat dadanya terasa berat, seperti perasaan gelisah yang datang tanpa sebab jelas. Ia menghela napas panjang, berusaha mengusir rasa aneh itu, tetapi tidak berhasil. Ia bangkit perlahan agar tidak membangunkan kedua rekannya, melangkah keluar dari tenda dengan gerakan yang hampir tanpa suara.
Begitu berada di luar, udara dingin malam menyentuh kulitnya, tetapi bukan itu yang membuat tubuhnya merinding. Anemo berdiri diam, matanya menyapu area sekitar dengan tatapan penuh kewaspadaan. Ia bisa merasakan sesuatu yang familiar, sesuatu yang pernah ia rasakan sebelumnya. Sebuah aura gelap yang mengalir di udara, sama seperti aura yang ia temukan ketika Aedric dirasuki entitas gelap beberapa waktu lalu.
"Apa lagi ini...?" gumamnya pelan, alisnya berkerut. Energi itu terasa jauh, tetapi kehadirannya jelas. Aura itu menggetarkan hati Anemo, membangkitkan rasa takut sekaligus amarah yang bercampur menjadi satu.
Ia mengepalkan tangannya, mencoba menenangkan diri. "Aku tidak bisa membiarkan diriku terlibat lagi... pikirnya. Aedric baru saja pulih. Aku tidak akan membahayakan mereka dengan mendekati aura ini."
Namun, saat ia masih berdiri dalam kebimbangan, suara dari dalam tenda mengejutkannya.
"Anemo? Kau di luar?" panggil Metha dengan nada mengantuk. Tirai tenda sedikit tersibak, dan kepala Metha muncul, matanya yang setengah terbuka memandang Anemo. "Apa yang kau lakukan di sana? Kau tidak bisa tidur?"
Anemo menoleh cepat, wajahnya kembali tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa. "Tidak. Aku hanya... menghirup udara segar. Kau tahu, sulit tidur setelah perjalanan panjang."
Metha menguap kecil sebelum menggelengkan kepala. "Kau perlu tidur. Besok kita harus melanjutkan misi, dan kau tidak akan bisa berpikir jernih jika kelelahan."
Anemo ragu sejenak, tapi akhirnya mengangguk pelan. "Baiklah, aku akan tidur."
Metha tersenyum tipis sebelum kembali masuk ke dalam tenda. Anemo menoleh sekali lagi ke arah dari mana ia merasakan aura itu. Meski perasaan tidak enak itu masih melekat, ia memutuskan untuk mengabaikannya. "Metha benar, kami harus fokus pada misi. Apa pun ini, aku akan menghadapi jika waktunya tiba."
Ia melangkah masuk ke tenda, berbaring kembali di tempat tidurnya. Matanya terpejam, meski pikirannya tetap berjaga-jaga.
Di luar kemah, tak jauh dari tempat mereka, sosok Possestor berdiri diam di antara bayang-bayang pohon besar. Ia mengamati tenda Tim 02 dari kejauhan, auranya begitu pekat hingga dedaunan di sekitarnya tampak layu perlahan. Mata gelapnya bersinar samar, menatap tajam ke arah tenda seolah bisa menembus dinding kain itu.
Possestor melipat kedua tangannya, menyeringai kecil. "Jadi, itu dia... teman sang Archon kecil," bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar. "Energinya begitu tenang, tetapi aku tahu ia menyimpan kekuatan bertahan luar biasa. Kekuatan yang dapat membalikkan segalanya jika digunakan dengan benar."
Ia mendongak ke langit, tampak seperti sedang memikirkan sesuatu. "Tapi tidak sekarang. Aku akan menunggu. Mereka akan segera menghadapi sesuatu yang jauh lebih besar, dan saat itu tiba... aku akan bertindak."
Aura hitam Possestor memudar bersama tubuhnya yang perlahan menghilang ke dalam kegelapan malam. Tidak ada jejak yang tertinggal, hanya keheningan yang kembali menyelimuti tempat itu. Namun, udara di sekitar kemah terasa sedikit lebih berat, seolah-olah ada ancaman yang bersembunyi, menunggu waktu untuk menyerang.
Akhir dari Chapter 15.