Chereads / Searching for home / Chapter 11 - perubahan yang perlahan

Chapter 11 - perubahan yang perlahan

Seminggu berlalu sejak percakapan itu, dan Kiara mulai merasakan perbedaan yang kecil namun signifikan. Ibunya mulai meluangkan waktu lebih banyak, meskipun hanya untuk sekadar duduk bersama dan berbicara tentang hal-hal sederhana. Makan malam bersama mereka tidak lagi terasa seperti rutinitas, tetapi lebih seperti momen yang berharga. Kiara merasa sedikit lega, tetapi tetap ada keraguan yang menggelayuti pikirannya.

Suatu sore, Kiara datang lebih awal dari sekolah. Ia berharap bisa berbicara dengan ibunya tentang kegiatan sekolahnya yang penting minggu depan, tetapi saat masuk ke rumah, ia mendapati ibunya sedang sibuk berbicara di telepon dan menulis di laptopnya. Sebuah rutinitas yang sudah sangat familiar bagi Kiara. Kiara berdiri di ambang pintu, ragu untuk mengganggu ibunya yang tampaknya tenggelam dalam pekerjaannya.

Setelah beberapa menit, ibunya menutup teleponnya dan melihat Kiara. "Oh, Kiara, ada apa?" tanya ibunya, sambil tersenyum. Namun, Kiara bisa melihat bahwa senyum itu sedikit dipaksakan. "Aku cuma mau kasih tahu kalau ada ujian minggu depan, Bu. Aku ingin belajar lebih banyak, tapi aku merasa kesulitan."

Ibunya mengangguk dengan perhatian, tetapi Kiara bisa merasakan ada sedikit keterputusan di antara mereka. "Iya, Ibu ngerti. Semoga kamu bisa mempersiapkannya dengan baik," jawab ibunya sambil kembali menatap layar laptopnya.

Kiara menghela napas dan pergi ke kamar. Meskipun ibunya menunjukkan perhatian, Kiara merasakan bahwa hal itu tidak cukup. Ibunya mungkin peduli, tetapi perhatian itu seolah terbagi antara Kiara dan dunia luar yang lebih besar, pekerjaan yang terus-menerus menuntut perhatian. Kiara merindukan saat-saat ketika ibunya tidak hanya hadir fisik, tetapi juga secara emosional.

Malam itu, Kiara memutuskan untuk mencoba sesuatu yang berbeda. Alih-alih menunggu ibunya untuk berbicara duluan, Kiara memulai percakapan. Saat makan malam, Kiara bertanya dengan hati-hati, "Ibu, apa yang bisa kita lakukan agar kita bisa lebih sering berbicara? Aku merasa... aku merasa kalau kita nggak pernah punya waktu untuk satu sama lain."

Ibunya menatap Kiara dengan ekspresi yang sulit dibaca. Setelah beberapa detik, ia meletakkan sendoknya dan menatap Kiara dengan lebih intens. "Aku tahu kamu merasa seperti itu, Kiara. Dan aku minta maaf kalau selama ini aku tidak memberi perhatian yang kamu butuhkan. Aku akan berusaha untuk lebih meluangkan waktu. Tapi aku juga butuh pengertian dari kamu. Pekerjaan ini sangat menuntut."

Kiara mengangguk, meskipun hatinya masih terasa berat. Ia tahu bahwa ibunya berusaha, tetapi kadang-kadang, usaha itu terasa tidak cukup. Kiara hanya ingin merasa penting dalam hidup ibunya, bukan hanya menjadi bagian dari rutinitas yang sibuk.

Malam itu, Kiara merenung. Meskipun ada harapan, ia tahu bahwa perubahan ini akan memakan waktu. Ia ingin percaya, tetapi ada perasaan takut bahwa perubahan ini mungkin hanya sementara. Namun, satu hal yang pasti—Kiara akan terus berjuang untuk menemukan kedekatan yang ia inginkan dengan ibunya, meskipun itu membutuhkan lebih banyak waktu dan kesabaran.

Minggu itu terasa penuh dengan perasaan campur aduk bagi Kiara. Meskipun ibunya telah berusaha lebih banyak untuk hadir, tetap saja ada jarak yang sulit dihilangkan. Kiara merasa bahwa ibunya sangat peduli, tetapi tetap saja, pekerjaannya sering kali menghalangi hubungan mereka untuk berkembang lebih dalam. Setiap kali Kiara ingin berbicara lebih lanjut tentang perasaannya atau hal-hal yang mengganggu pikirannya, ibunya terlihat lelah, seperti ada yang hilang dari dirinya.

Suatu hari, setelah sekolah, Kiara memutuskan untuk berjalan ke taman dekat rumah. Ia butuh ruang untuk merenung, untuk memikirkan apa yang bisa ia lakukan agar hubungan dengan ibunya semakin baik. Saat itu, ia merasa sangat kesepian. Terkadang, meskipun ada orang di sekitar, Kiara merasa terisolasi dalam dunia miliknya sendiri.

Di taman, ia duduk di bangku yang biasa mereka duduki bersama—suatu waktu yang dulu penuh dengan tawa dan cerita. Kiara menatap langit yang mulai gelap, dengan warna ungu yang perlahan menyelimuti horizon. Ia berpikir tentang ibunya, dan tentang apa yang benar-benar ia inginkan. Tidak hanya perhatian sesekali, tetapi kedekatan yang lebih dari sekadar rutinitas.

Di saat-saat itu, Kiara menyadari bahwa ia harus berbicara lebih terbuka kepada ibunya. Ia tahu bahwa ibunya tidak akan bisa membaca pikirannya. Jika Kiara menginginkan sesuatu lebih dari sekadar perhatian sesekali, ia harus mengungkapkannya. Namun, rasa takut dan ragu selalu datang begitu saja. Takut jika ibunya merasa disalahkan, atau takut jika percakapan itu berakhir dengan kekecewaan.

Setelah beberapa saat, Kiara memutuskan untuk kembali ke rumah. Malam itu, ibunya sudah pulang dari pekerjaan, dan Kiara bisa merasakan kelelahan ibunya. Namun, Kiara tahu bahwa ini adalah saat yang tepat untuk berbicara. Ia menatap ibunya yang sedang menyiapkan makan malam, dan dengan suara lembut, ia memulai pembicaraan.

"Ibu," Kiara memulai, hati berdebar. "Aku cuma ingin bilang, aku nggak hanya butuh perhatian. Aku juga butuh waktu, ibu. Aku nggak mau merasa seperti cuma jadi bagian dari rutinitas ibu. Aku ingin kita lebih dekat, bisa berbicara lebih banyak lagi."

Ibunya berhenti sejenak, lalu menatap Kiara dengan tatapan yang tidak bisa Kiara artikan. Setelah beberapa detik, ibunya menghela napas. "Aku tahu, Kiara. Aku ingin ada untukmu lebih banyak, tapi pekerjaan ini memang sangat menuntut. Aku akan coba lebih baik lagi."

Kiara merasa hatinya sedikit lebih tenang, tetapi masih ada keraguan yang menyelubungi pikirannya. Meskipun ibunya berusaha untuk berubah, Kiara sadar bahwa perubahan tersebut tidak akan instan. Perjalanan menuju kedekatan yang lebih baik membutuhkan waktu dan kesabaran dari keduanya.

Malam itu, saat Kiara berbaring di tempat tidur, pikirannya penuh dengan pertanyaan. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Mampukah ibunya memberi waktu lebih banyak untuk Kiara? Mungkin, hanya waktu yang bisa memberi jawabannya. Namun satu hal yang pasti, Kiara tidak akan berhenti berusaha untuk mendapatkan hubungan yang lebih baik dengan ibunya, meskipun itu terasa sulit dan penuh dengan tantangan.