Chereads / Jalan Melewati Takdir / Chapter 5 - Awal dari cerita

Chapter 5 - Awal dari cerita

Desa Virella - Pagi yang hening. Langit masih berwarna jingga lembut, dan embun pagi menempel di daun-daun pepohonan. Jalanan desa yang sempit dan berbatu terlihat kosong, tanpa suara langkah kaki ataupun hiruk-pikuk manusia. Rumah-rumah kayu berdiri berjauhan, terpisah oleh ladang kosong dan pohon-pohon yang rindang.

Vin keluar dari rumah kayu yang sederhana di desa. Di tangannya tergenggam sebuah pedang obsidian berwarna hitam pekat, yang ujungnya memantulkan sedikit kilau di bawah cahaya pagi. Itu adalah Pedang Astral Demon Darius, salah satu pusaka langka yang diwarisinya. Langkah Vin ringan dan teratur, wajahnya tetap tanpa ekspresi, seolah tidak terganggu oleh kesunyian di sekitarnya.

Di kejauhan, suara derak sepatu menghancurkan kesunyian. Dari balik pepohonan, muncul sosok Renz Xinolen dengan perisai kayu besar yang menggantung di punggungnya. Tubuhnya tegap, dan senyum lebar selalu menghiasi wajahnya, menciptakan kontras yang mencolok dengan kepribadian Vin.

Renz: (dengan suara lantang) "Pagi, Vin! Kau membawa pedang itu lagi? Tidakkah berat membawanya ke mana-mana?"

Vin menghentikan langkahnya, perlahan menoleh ke arah Renz. Matanya menyipit sedikit, tapi wajahnya tetap datar.

Vin: (suaranya rendah, tenang) "Ini bukan tentang beratnya."

Renz: (tertawa kecil, berjalan mendekat) "Oh, aku tahu. Kau selalu menganggap pedang itu lebih dari sekadar senjata, kan? Tapi jangan berpikir aku takut hanya karena itu terlihat mengerikan." (menepuk perisainya dengan penuh percaya diri)

Vin tidak menjawab. Ia hanya memutar tubuhnya, kembali berjalan ke tengah jalan berbatu yang mengarah ke ladang kosong di depan desa. Langkah-langkahnya disusul oleh Renz, yang kini berjalan di sampingnya dengan sikap ceria.

Renz: "Kau tahu? Capricorn sepertiku tidak pernah menyerah, bahkan pada pagi-pagi yang sunyi seperti ini." (tersenyum lebar) "Kita adalah orang yang keras kepala, tangguh, dan tak kenal lelah. Kau setuju, kan?"

Vin: (melirik sekilas ke arah Renz, suaranya datar) "Kau keras kepala, itu pasti."

Renz tertawa lepas, mengabaikan nada datar Vin. Mereka terus berjalan tanpa arah tertentu, hanya menikmati udara pagi yang dingin. Desa Virella terasa begitu sunyi, hanya ada suara angin yang bertiup pelan melewati pepohonan, membawa aroma tanah basah.

Renz: (melihat ke arah pedang Vin) "Kau yakin tidak ingin mencoba pedang itu padaku? Ini bukan pertama kalinya aku bilang, perisaiku lebih kuat dari yang kau kira. Sekaranglah waktunya membuktikan!"

Vin berhenti di tengah jalan, mengangkat pandangannya ke langit sesaat sebelum menatap Renz.

Vin: (dengan nada tenang) "Kau yakin ingin menguji pedang ini? Ini bukan pedang biasa."

Renz: (tersenyum semakin lebar, mengangkat perisainya) "Itu sebabnya aku ingin mencobanya! Jangan khawatir. Capricorn seperti aku selalu siap menghadapi tantangan."

Vin tidak menjawab. Ia hanya mengangkat Pedang Astral Demon Darius dengan satu tangan, membiarkan ujungnya sedikit terayun di udara. Desain pedang yang hitam pekat dengan aura gelap yang samar membuat suasana di sekitarnya terasa berbeda.

Renz mengambil posisi bertahan, meletakkan kakinya dengan kokoh di tanah berbatu. Wajahnya berubah serius, meskipun semangat tetap terpancar dari matanya.

Renz: "Ayo, tunjukkan seberapa serius kau!"

Vin: (mengambil langkah perlahan, suaranya tetap tenang) "Baik. Jangan menyesal."

Dengan gerakan terukur, Vin maju. Ayunan pedangnya tajam, tapi tidak terburu-buru, seolah menguji batas perisai kayu Renz. Suara hantaman keras bergema di tengah desa yang sunyi, memantul ke rumah-rumah yang berdiri berjauhan.

Renz mundur setengah langkah, namun langsung menahan posisi lagi. Senyum kecil muncul di wajahnya, meski ada sedikit keringat di pelipisnya.

Renz: (tertawa pelan) "Itu cukup kuat. Tapi aku masih berdiri, Vin!"

Vin tidak menanggapi. Ia mengayunkan pedangnya lagi, kali ini dengan sudut berbeda, membuat Renz sedikit terhuyung ke samping. Matahari mulai naik, menyinari keduanya yang terlihat semakin serius dalam latihan tersebut.

Setelah beberapa menit, Vin menghentikan serangannya. Ia menurunkan pedangnya perlahan, sementara Renz tersenyum puas sambil menepuk perisainya yang kini penuh bekas goresan.

Renz: (dengan nada percaya diri) "Kau makin kuat, tapi jangan berpikir aku kalah."

Vin: (menyimpan pedangnya, matanya menatap lurus ke depan) "Aku tidak pernah berpikir begitu."

Renz tertawa lagi, sementara Vin melangkah menjauh, meninggalkan suasana pagi yang masih dipenuhi ketenangan. Desa Virella, meskipun sunyi dan sepi, menjadi saksi dari persahabatan dan keteguhan mereka berdua.

Chapter 5