Chapter:11
Tensura merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, menatap kosong ke langit-langit kamar. Pikirannya melayang-layang tanpa arah, hingga suara notifikasi ponsel membuyarkan lamunannya. Ia meraih ponsel yang tergeletak di meja samping tempat tidur dan membaca pesan yang baru masuk.
"Oh, dari Kato," gumamnya pelan. Isi pesan itu berbunyi, "Tensura, aku dengar gosip tentang guru baru di grup jurnalis. Katanya, akan ada guru bahasa Inggris baru, dan dia akan mengajar di kelas kita."
Tensura terdiam sejenak sebelum membalas, "Tunggu! Apa dia akan mengajar di kelas kita? Tapi, ya... seharusnya aku nggak kaget sih. Dia menemuiku tadi."
Lalu ia mengetik balasan, "Benarkah? Sepertinya tahun ketiga ini akan penuh kejutan."
Setelah mengirim pesan itu, pikiran Tensura kembali melayang, mengingat percakapan singkatnya dengan Leena-sensei sebelumnya. "Kamu harus tetap sadar dan fokus," kata Leena-sensei. "Jangan sampai serangga menggigitmu. Kita ada di bidak yang sama."
"Bidak yang sama? Serangga?" gumamnya bingung. "Ah, memusingkan. Lebih baik aku tidur saja."
---
Tensura tertidur pulas, tetapi sebuah suara aneh mengganggu tidurnya.
"Tensura... Tensura... Tensura..."
Ia terbangun setengah sadar dan memandang sekeliling. "Siapa itu?" tanyanya dengan suara bergetar.
Tidak ada siapa-siapa di kamar. Tapi suara itu terus memanggilnya, dan tiba-tiba, ruangan di sekitarnya berubah. Langit-langit kamar menghilang, berganti dengan kegelapan pekat yang terasa seperti membakar. Asap hitam mengepul, menyesakkan dada. Panik, Tensura segera berlari, tapi jalan di depannya seperti tak berujung.
"Tensura, cepat lari! Aku akan baik-baik saja!"
Sebuah suara lain menggema di antara kegelapan. Lalu, di kejauhan, secercah cahaya terlihat. Tanpa pikir panjang, ia berlari ke arah cahaya itu, berharap bisa keluar dari tempat menyeramkan ini. Namun, cahaya itu semakin jauh dan mengecil. Jalan di depannya dipenuhi kayu-kayu terbakar yang menghalangi langkahnya. Tubuh Tensura terasa kaku, dan jelaga hitam mulai melingkupinya.
"Aku... harus... keluar..." bisiknya lirih, penuh perjuangan.
---
"HAH! HAH! HAH!"
Tensura terbangun dengan napas memburu. Ia terduduk di tempat tidur, memegang dadanya yang naik turun.
"Hanya mimpi..." gumamnya, berusaha menenangkan diri. "Tapi, mimpi macam apa itu? Aku belum pernah bermimpi seperti itu sebelumnya."
Suara gedoran pintu mengagetkannya.
"TOK! TOK! TOK! Abang! Bangun! Nanti kesiangan!" suara Milia, adiknya, terdengar nyaring dari balik pintu.
"Iya, iya," balas Tensura, lalu ia beranjak dari tempat tidur, bersiap-siap untuk berangkat sekolah.
---
Di perjalanan menuju sekolah, Tensura merasa ada sesuatu yang berbeda dari pagi ini. Jalanan terasa lebih ramai dan padat dari biasanya. Orang-orang tampak lebih sibuk, dan suasana terasa lebih riuh.
"Hari ini ramai juga, ya," pikirnya sambil melangkah. "Apa penculik yang ramai diberitakan itu sudah tertangkap? Kalau benar, syukurlah."
Saat melewati sebuah rumah makan, ia tak sengaja melirik ke dalam. Pemandangan yang ia lihat cukup aneh. Orang-orang di sana terus menambah porsi makanan mereka, makan dengan lahap tanpa henti. Namun, Tensura merasa ada sesuatu yang janggal.
"Aura mereka... jelek," batinnya. Walaupun beberapa orang terlihat seperti orang baik, auranya tetap terasa suram dan berat. Ia memutuskan untuk mengabaikan hal itu dan mempercepat langkahnya menuju sekolah.
"Ah, mungkin cuma perasaanku saja," pikirnya, mencoba menenangkan diri.