Chapter 7
Malam mulai merambat dingin ketika Sasami berjalan sendirian pulang ke rumah. Langkahnya pelan, tapi ada rasa tak nyaman yang perlahan muncul di hatinya.
"Perasaanku gak enak..." pikirnya sambil merapatkan jaketnya. Ia mencoba mengabaikan perasaan itu, tapi tetap saja rasa cemas itu tak kunjung hilang. "Ah, sudahlah. Lebih baik aku cepat-cepat sampai rumah," gumamnya seraya mempercepat langkah.
Namun, langkahnya terhenti sesaat. Ia merasa ada yang mengikutinya. Suara langkah kaki samar terdengar di belakangnya. Ia mempercepat langkahnya lagi, tetapi suara itu terus mendekat.
Merasa muak dan penasaran, Sasami akhirnya berhenti dan menoleh ke belakang.
Kosong.
Tak ada siapa pun di sana.
Sasami menghela napas lega, meski wajahnya masih pucat. "Ah, aku geer banget. Gak ada siapa-siapa ternyata. Syukurlah," ujarnya pelan sambil mencoba menenangkan diri.
Namun, ketika ia kembali melangkah, perasaan itu muncul lagi. Kali ini lebih kuat. Hawa dingin seolah menyelimuti punggungnya, seperti ada seseorang di belakangnya. Ia mengabaikan perasaan itu, mencoba tak peduli. Tapi suara langkah kaki yang mendekat membuatnya gemetar.
"Tenang, Sasami. Tenang..." pikirnya sambil menguatkan hati.
Namun, tiba-tiba, sebuah tangan dingin menyentuh pundaknya.
"HAH!!" Sasami tersentak dan hampir menjerit.
---
Sementara itu, di ruang klub bela diri, Tensura tengah berdiri di depan para juniornya, memberikan arahan tegas.
"Begini caranya," ucapnya, sambil memeragakan gerakan. "Saat mengayunkan serangan, kalian harus menjaga keseimbangan tubuh. Jangan sampai menciptakan celah, karena itu bisa dimanfaatkan lawan untuk membalikkan serangan."
"BAIK, SENPAI!" jawab para junior serempak.
Tensura tersenyum tipis, puas melihat semangat mereka. "Bagus. Sekarang latih gerakan ini seperti yang sudah aku ajarkan. Lusa kita akan praktek langsung menggunakan samsak kayu. Jadi, latihan yang giat, ya. Dan ingat, jangan main-main."
Setelah memberikan instruksi terakhir, Tensura meninggalkan ruang latihan untuk mengecek rekan-rekannya, Mino dan Riko.
"Mino, Riko, gimana kalian?" tanyanya ketika sampai di ruangan mereka.
Riko, yang sedang duduk santai, melirik Tensura. "Di sini sudah selesai. Bagaimana denganmu, Ten-chan?"
"Aku juga sudah selesai. Kalau kamu, Mino?"
Mino mengangkat bahu santai. "Aku sudah beres. Bahkan paling awal dibanding kalian."
"Yah, itu karena kamu cuma ngomong sebentar terus langsung praktek. Sat-set kelar," sindir Riko sambil tertawa kecil.
"Yang penting belajar," jawab Mino singkat.
Mereka bertiga tertawa kecil, menghabiskan waktu hingga satu jam berlalu. Namun, Riko menyadari sesuatu. Tensura tampak melamun, pandangannya kosong.
"Ten-chan," panggil Riko pelan.
"Hmm? Ah, iya, kenapa?" jawab Tensura, tersentak dari lamunannya.
"Kamu kenapa? Lagi mikirin apa? Tidak enak badan?"
"Ah, nggak kok. Cuma melamun aja."
Riko mengangguk, tak ingin memaksakan pertanyaan lebih jauh. Ia pun segera berdiri dan mengumpulkan semua junior. "Baik, kita sudahi saja latihan hari ini."
Dengan suara lantang, Riko memberi instruksi, "SEMUA! BERKUMPUL DAN BARIS!"
Para junior segera mematuhi arahan Riko, berdiri dengan tertib.
"Untuk hari ini cukup sampai di sini. Semoga apa yang kami ajarkan bisa kalian pahami dengan baik. Namun, mengingat kejadian dan rumor akhir-akhir ini, kepala sekolah memerintahkan kami untuk memastikan keamanan kalian. Oleh karena itu, kita akan pulang bersama dalam kelompok. Kelompok satu bersama Mino-senpai, kelompok dua dengan aku, dan kelompok tiga bersama Tensura-senpai. Ada pertanyaan?"
"Tidak, Senpai!" jawab para junior serempak.
Mereka pun segera berpisah dalam kelompok masing-masing dan mulai meninggalkan sekolah.
Dalam perjalanan, salah satu junior di kelompok Tensura bertanya dengan ragu, "Senpai, apa yang sebenarnya terjadi? Apa lingkungan sekitar sekolah memang berbahaya? Tahun lalu juga seperti ini, ya?"
Tensura menggeleng sambil tersenyum tenang. "Tidak, tahun lalu tidak seperti ini. Mungkin ini cuma rumor. Kepala sekolah juga hanya ingin berjaga-jaga demi keamanan kalian. Takutnya ada yang dirampok atau semacamnya."
Setelah memastikan semua juniornya pulang dengan selamat, Tensura teringat sesuatu.
"Waduh! Titipan Milia! Jangan-jangan tokonya sudah tutup," gumamnya panik. Ia langsung bergegas menuju toko buku, berharap masih ada waktu untuk membeli pesanan adiknya.