Chapter 5 - Bab 4

Bab 4: Apa maumu?

Melihat dia mulai memanggil namaku, aku segera mundur kebelakang, dan buru-buru kembali menutupi wajahku dengan rambutku. Aku tidak mengira dia langsung mengenaliku, terutama karena wajahku banyak berubah, terutama akibat luka yang ada di sana.

"Maaf, Bapak sepertinya salah orang."

Aku mulai menunduk dan mencoba menutupi wajahku sebisaku, agar bisa mengelak, dan perlahan mundur ke belakang mencoba menjaga jarak antara kami.

Namun yang paling membuatku terkejut ketika aku hendak mundur, pria yang ada di hadapanku itu menarik tanganku sekali lagi, dan tidak melepaskannya.

"Tidak. Kamu Liliana!! Tapi bagaimana bisa...."

Kali ini, dia kembali menyingkirkan rambut yang menutupi wajahku, dan segera memegang ujung daguku, memastikan wajahku.

Aku ingin mundur dan menjauh namun tenagaku tidak sebanding dengannya. Dia memegang tanganku sangat erat dan memegang wajahku begitu erat.

Aku sangat malu.

Kenapa harus di tempat ini, dan dalam posisi paling menyedihkan ini....

Namun, saat ini tidak ada yang bisa aku lakukan. Aku bahkan tidak bisa melarikan diri dari posisi ini.

Sekarang wajah kami cukup dekat, aku tidak bisa menghindari tatapan matanya yang terlihat sangat syok ketika melihatku. Aku cukup mengerti kenapa dia terlihat sangat terkejut.

Berbeda dengan teman-teman SMA ku yang lainnya, yang sempat melihat keadaanku yang menyedihkan setelah kebangkrutan keluargaku. Ketika dia pindah sekolah, saat itu aku masih seorang nona muda kaya raya.

"Liliana Clarissa Erlangga!! Cepat katakan kenapa kamu bisa di sini! Dan kenapa dengan wajahmu?"

Mendengar suaranya, yang penuh dengan nada kemarahan itu, aku hanya bisa mengigit bibirku karena rasa cemas. Bagaimana aku bisa mengatakan alasannya?

Hal-hal yang begitu jelas seperti keluargaku jatuh miskin dan sekarang aku menjadi office girl.

"Itu bukan urusanmu!! Sekarang lepaskan aku!!"

Biasanya aku tidak pernah melawan dan hanya diam saja ketika diberlakukan seperti ini, hanya saja ketika berada di hadapannya, seluruh tubuhku menolak untuk menerimanya, menerima keadaanku yang sekarang.

Mungkin aku juga takut akan mendapatkan penghinaan juga darinya. Jadi aku berusaha merontak untuk melepaskan diri dari genggaman tangannya.

"Kamu pikir kamu bisa lepas dariku, hah?"

"Kita tidak memiliki hubungan apapun!!"

Aku masih mencoba untuk melepaskan genggaman tangannya namun begitu dia mendengar kata-kataku, aku melihat dengan jelas bagaimana perubahan ekspresinya menjadi semakin marah. Dia segera mendorongku ke dinding di belakang kursinya, mengunciku disana, memastikan aku tidak bisa bergerak.

"Tidak memiliki hubungan apapun kamu bilang? Setelah apa yang kamu lakukan padaku? Setelah kamu menghancurkan hidupku?"

Mendengar itu aku hanya bisa menumbuk mungkin karena merasa malu pada perbuatanku di masalalu. Kesalahan yang sangat fatal yang telah aku perbuat untuknya.

"Kenapa diam saja? Mudah bukan untukmu melupakan segalanya bukan? Sedangkan, aku yang harus menanggung semuanya!!"

Aku jelas saja merasakan tatapan matanya yang penuh dengan kesedihan dan keputusasaan.

Sejujurnya, aku juga tidak tahu apa yang terjadi padanya setelah hari itu. Sejak beasiswa miliknya di cabut karena aku. Dia memang sempat masih melanjutkan sekolahnya setelah beasiswanya di cabut, namun suatu hari dia tiba-tiba saja tidak lagi datang ke sekolah.

Aku tahu, mungkin saat itu terjadi sesuatu padanya namun aku juga tidak bisa memikirkannya karena saat itu juga posisiku sedang tidak baik.

"Ma--Maaf...."

Hanya ini, satu-satunya kata yang bisa aku katakan.

Namun ketika mendengar ucapan maafku bukannya kemarahannya mereda, Andrian menjadi semakin marah.

"Kamu pikir hal yang telah kamu lakukan padaku pantas di maafkan? Gara-gara kamu...."

Kata-kata penuh emosi, namun sepertinya dia menahan diri untuk tidak melanjutkan kata-katanya.

Aku sendiri paham hal-hal yang pernah aku lakukan di masa lalu bukanlah sesuatu yang layak untuk dimaafkan.

Namun apalagi yang bisa aku lakukan?

Sebuah penyesalan selalu datang terlambat.

Namun jika dipikirkan, bukankah sekarang hidup Andrian baik-baik saja?

Lihat saja posisinya di Perusahaan ini sebagai wakil CEO. Hidupnya berjalan dengan sangat baik dan lancar.

Seharusnya, hal-hal di masa lalu tidak mempengaruhi terlalu banyak hidupnya.

Berbeda denganku sekarang, yang memiliki kehidupan yang menyedihkan.

Jadi, jika melihat dia masih menyalahkanku seperti ini, dan bilang aku yang menghancurkan hidupnya walaupun kehidupan yang dia miliki sekarang sangat baik, aku tiba-tiba saja marah.

"Tidak ada yang bisa aku katakan, lagi jika kamu tidak ingin memaafkanku."

"Kamu...."

Tatapan mata kami sekali lagi bertemu, masih ada luapan emosi dalam tatapan matanya, yang jelas sekali memancarkan niat kebencian mendalam padaku. Namun di bawah tatapan dingin itu, aku tetap tidak gentar.

Hidup dia masih baik-baik saja kok, kenapa masih menyalahkanku?

"Bukankah sekarang kamu hidup dengan baik? Jadi biarkan hal-hal di masa lalu berlalu, dan lebih baik kita tidak perlu berusan satu sama lain!!"

Mendengar kata-kataku cengkramannya pada tanganku menjadi semakin kencang. Tatapannya menjadi semakin marah.

"Menyuruhku melupakan segalanya? Hah, kamu pikir aku bisa melupakannya?"

Aku benar-benar menjadi tidak tahan dengan sikapnya yang sangat melakonis itu, seolah-olah dunia baru saja berakhir.

"Lalu apa yang kamu inginkan dariku? Memintaku untuk memohon ampun dan bersudud di hadapanmu? Apakah dengan hal itu kamu akan puas?"

Dia terdiam, sekali lagi menunjukkan ekspresi keterkejutan di wajahnya. Ya, Dia mungkin sangat kaget dengan kata-kataku barusan.

Karena Liliana yang dulu, tidak akan pernah mengatakan hal-hal semacam itu, sesuatu seperti minta maaf. Nona muda kaya yang sombong, kekanak-kanakan dan keras kepala.

Aku bisa merasakan genggaman tangannya mulai melonggar, dan disanalah aku mengambil kesempatan untuk melepaskan genggaman tangannya.

Dengan itu, aku segera melarikan diri dari tempat itu tanpa memikirkan hal lain lagi. Aku harap kita tidak akan pernah bertemu lagi, dan jika kemungkinan paling buruk terjadi aku paling-paling akan langsung di pecat, walaupun itu akan menjadi hal yang sulit.

Tapi apa lagi yang bisa aku lakukan?

Toh, pada akhirnya dia pasti sangat membenciku dan tidak ingin bertemu denganku lagi. Dan ini memang lebih baik, aku harap itu menjadi pertemuanku yang terakhir dengannya.

Namun selalu berada diluar dugaanku.

"Maaf, Bu apa yang baru saja anda katakan?"

"Mulai hari ini, kamu akan bertanggungjawab mengurus ruangan dan segala keperluan Pak Wakil Presdir."

Ketika mendengar perintah itu untuk kedua kalinya aku masih tidak mempercayai telingaku.

Aku tahu, Andrian pasti sangat membenciku. Jadi kenapa dia sekarang dia memintaku untuk mengurus segala keperluannya ketika di kantor?

Aku memiliki firasat buruk tentang ini.

"Liliana, apakah kamu mengerti apa yang aku perintahkan?"

Mendengar suara kepala office girl di depanku, aku hanya bisa mengangguk pasrah.

"Bagus. Pak Wakil Presdir adalah orang yang cukup teliti dan sibuk, kamu harus bisa mengurus segalanya dengan baik, dia orang yang memiliki posisi penting, dia tidak hanya sebagai wakil Presdir namun juga salah satu calon pewaris perusahaan. Jadi aku harap kamu berhati-hati ketika bekerja di bawahnya."

Aku yang baru saja mendengar informasi ini jelas saja sangat terkejut.

Dia Calon Pewaris Perusahaan?

Itu artinya, dia anggota Keluarga Bratajaya?

Tapi bagaimana bisa?

"Baik, Saya akan berusaha melaksanakannya dengan baik."

Namun, aku hanya bisa menyimpan seluruh pertanyaan ini dalam pikiranku.

"Bagus. Dan sekarang, kamu di minta ke ruangan Pak Wakil Presdir, sebaiknya kamu segera kesana."

Merasa tidak ada pilihan lain Aku akhirnya pergi menuju ke ruangan Andrian. Aku tahu tidak ada hal yang baik yang mungkin terjadi ketika aku di sana.

Ketika aku masuk, aku bisa melihat tatapan Andrian yang menatap ke arahku dari bawah sampai atas dan dari atas sampai bawah seolah-olah sedang menilaiku.

"Apakah ada yang bisa saya bantu Pak?"

"Seragam itu sepertinya cocok denganmu."

Aku sedang mengenakan seragam Office Girl, jadi tentu saja aku tahu kata-katanya itu bukanlah pujian namun merupakan hinaan.

"Terimakasih atas pujiannya, Pak."

Aku bisa melihat dia mengerutkan wajahnya, sepertinya tidak suka dengan balasanku.

Namun apa yang bisa aku lakukan?

"Sepertinya kamu sangat penurut."

"Benar, saya akan menjalankan tugas saja dengan baik."

"Baik, jika itu maumu Mari kita lihat berapa lama kamu akan bertahan."

Aku tidak mengerti kata-katanya pada awalnya, namun setelah di suruh membeli kopi ke restoran ujung jalan lima menit dari Perusahaan, dan masih mendapatkan komplain setelah beberapa kali, membuatku harus bolak-balik kesana kesini aku akhirnya mengerti kenapa aku ditugaskan untuk mengurus segala keperluannya.

Jelas saja dia ingin balas dendam bukan?

Aku tidak mengira, bahwa di umurnya yang sekarang dia masih bersikap kekanak-kanakan.

"Kopi ini masih terlalu manis, harusnya kamu meminta gulannya disendirikan saja dan jangan dimasukkan krim."

Bukankah tadi dia yang bilang pesan kopi dengan krim?

"Hey, apakah kamu dengar?"

Melihat ekspresi puas di wajahnya, aku hanya bisa menahan amarahku.

Aku sebenarnya terbiasa disuruh-suruh dan di komplain seperti ini, namun entah kenapa ketika aku berada di hadapannya aku benar-benar tidak bisa menahan emosiku ini.

Seolah dia benar-benar ingin menahan kesabaranku.

Andrian menyebalkan!!

Kenapa dia tumbuh menjadi Pria menyebalkan seperti itu sih?

Bersambung

Mau baca lebih awal? Cek di Karyakarsa ❤️ Link di Bio