Bab 10: Pilihan
*****
Setelah semalaman aku hampir tidak bisa tidur karena sempat menangis dan memimpikan hal-hal tidak berguna, di pagi hari aku sudah disambut dengan sebuah telepon yang menyebalkan.
Ini bahkan belum waktunya masuk kerja, masih jam setengah enam pagi, setidaknya masih dua jam sebelum aku masuk kerja.
Aku menatap ponselku, melihat nama tertentu yang ada di sana yang saat ini sedang meneleponku.
'Bos Galak'
Jelas ini telepon dari Andrian, Aku tidak mengerti kenapa dia menelepon pagi-pagi sekali namun aku memiliki firasat ini bukan hal yang baik.
"Hallo, Pak Selamat Pagi."
Tapi tidak ada yang bisa aku lakukan selain mengangkatnya dan menjawab dengan sopan.
'Belikan aku sarapan, dan antar ke kantor sekarang juga.'
"Tapi, Pak bukankah ini masih lama sebelum jam masuk kantor?"
'Kamu tidak perlu banyak tanya pokoknya harus beli sarapan ke lokasi yang nanti aku kirimkan, dan langsung bawa ke kantor jika sudah selesai, aku tunggu.'
Bahkan sebelum aku menjawab, telepon itu sudah lebih dulu dimatikan secara sepihak, seolah-olah perintah itu benar-benar tidak bisa di tolak.
"Astaga, sialan si Andrian itu! Cih, air mataku semalam sepertinya terbuang sia-sia dan percuma, dasar menyebalkan!!"
Aku menjadi begitu marah, jika memikirkan semalam aku sempat menangis gara-gara Bos galak yang menyebalkan dan egois ini.
Aku mulai berhenti memikirkan hal-hal tidak berguna semalam, dan mulai bangun dari tempat tidur untuk bersiap-siap. Dan tentu saja firasat burukku terbukti benar ketika aku tiba di restoran yang dimaksud oleh Andrian.
Itu adalah restoran yang kabarnya belakangan cukup viral hingga banyak antrian bahkan di pagi hari seperti ini.
Aku menatap antrian yang begitu panjang itu dengan ekspresi lelah.
"Gila, jika antriannya sebanyak ini berapa lama ini akan selesai?"
Pada akhirnya butuh waktu satu jam lebih untuk mengantri dan mendapat pesanan Andrian. Dan lagi, karena kakiku sedikit terkilir kemarin, berdiri terlalu lama membuat kakiku semakin sakit.
Ini benar-benar terasa penyiksa, pagi yang sangat menyebalkan. Bahkan, selama perjalanan menaiki taksi, aku merasa sangat mengantuk sampai-sampai ketiduran ditaksi.
"Nona, kita sudah sampai."
Mendengar suara supir, aku segera buru-buru keluar, dan membayar, tentu saja semuanya di akomodasi oleh kantor.
"Terimakasih, Pak Supir."
Aku melihat kearah ponselku, di sana ada beberapa pesan mendesak dari Andrian, menanyakan apakah pesanannya sudah siap apa belum.
Aku berjalan perlahan menuju kantor, dengan kakiku yang terasa tidak nyaman. Karena ini masih pagi tentu saja di kantor masih sepi dan belum banyak orang yang datang.
Aku ingin buru-buru menyerahkan sarapan ini, dan bisa beristirahat di ruang istirahat, sungguh aku sangat lelah dan mengantuk.
Mungkin karena memaksakan diri berjalan dengan kaki yang sakit, ini membuatku terpeleset ketika keluar dari lift.
Sangat beruntung, ada seseorang yang menangkapku, membuatku tidak jadi jatuh. Kalau sampai jatuh, lalu sarapan yang aku bawa berantakan, bisa-bisa aku kena marah dan harus mengantri ulang di restoran menyebalkan itu.
"Te--Terimakasih...."
Namun aku begitu kaget ketika mengangkat wajahku dan melihat siapa yang menangkapku itu.
"Ada apa sih denganmu? Kenapa kamu berjalan seperti orang pincang seperti itu dan tidak hati-hati?"
Suara dan wajah kesal yang sering aku lihat.
Mungkin karena jarak kami yang terlalu dekat aku sepintas bisa merasakan aroma gel mandi darinya, sepertinya dia baru saja datang setelah selesai mandi. Dia sepertinya tidak berubah, masih tidak mengunakan parfum.
Di lihat dari dekat, bulu matanya yang panjang terlihat jelas, melengkapi wajah tampan itu.
Andrian memang selalu lebih baik tanpa kacamatanya seperti ini. Mungkin dia sudah operasi sehingga bisa melihat dengan normal sekarang dan tidak perlu menggunakan kacamata.
"Apa yang kamu lihat hah?"
Aku segera tersadar setelah mendengar suara marah Andrian. Ini membuatku malu karena ketahuan melihat wajahnya. Belum lagi, karena jarak kita yang sangat dekat dia mungkin juga melihat wajahku yang sangat tidak enak di lihat ini.
Luka lama yang meninggalkan bekas yang buruk, membuat orang-orang jijik.
Apa Andrian juga akan merasa jijik?
Namun ketika aku menatap matanya, aku tidak melihat tatapan jijik yang selalu di tujukan orang-orang padaku.
Hanya ada emosi samar kemarahan yang tidak bisa aku mengerti.
"Ti--Tidak ada Pak. I--Ini sarapan yang Bapak Pesan."
Aku buru-buru mundur dan menjaga jarak.
"Ah..."
Namun karena aku buru-buru, rasa sakit di pergelangan kakiku terasa.
Yang membuatku terkejut, Andrian yang tiba-tiba saja menarikku ke sofa di koridor ruang tunggu. Dan lagi, dia yang tiba-tiba berjongkok di depanku, lalu memeriksa kakiku.
"A--Apa yang Bapak Lakukan?"
"Diamlah, aku hanya memeriksa apa yang terjadi pada kakimu. Dan apa ini? Kenapa bisa biru memar seperti ini? Apakah ada yang berbuat kasar lagi padamu?"
"Ti--Tidak ada, aku hanya sempat terpeleset."
"Dasar ceroboh."
Aku bisa melihat kerutan di dahinya, pertanda dia marah lagi. Namun yang membuatku lebih terkejut bagaimana dia sekarang memegang kakiku.
"Ahhh... Sakit... A--Apa yang Bapak Lakukan!!!"
Apakah dia sengaja ingin menyiksaku dengan menekan bagian yang sakit?
"Seperti ini terkilir, kamu harus segera membawanya ke ruang kesehatan dan memberikannya obat. Untuk sementara, aku akan memberikan pertolongan pertama."
Walaupun kata-kata awalnya cukup ramah, namun hal-hal yang dia lakukan pada kakiku terlihat kejam, dia mengurutnya sampai membuatku berteriak kesakitan.
"Ah~ Sa--Sakit..."
"He-- Hentikan... Pe--Pelan-pelan..."
"Kenapa kamu begitu lemah? Aku sudah melakukannya dengan lembut jadi tahanlah!!"
"Awww... Lembut apa! Kamu melakukannya terlalu keras!!"
"Akhhh~ Andrian!!!"
"Jangan memanggil namaku dengan nada begitu memalukan seperti itu!"
Mendengar itu, aku segera menutup mulutku, karena merasa malu. Aku akhirnya menyadari kata-kataku sebelumnya terlalu ambigu, jika ada orang mendengar dari jauh, orang-orang mungkin akan mengira jika kami melakukan hal-hal tidak senonoh.
Hanya memikirkannya saja, wajahku menjadi merah karena malu. Aku segera memalingkan wajahku karena terlalu malu.
"Ukhh, kamu tidak perlu repot-repot melakukannya."
Tentu, aku kaget ketika dia tiba-tiba menolongku, semua tindakannya yang terkadang benar-benar tidak bisa aku tebak.
"Aku sudah pernah bilang, aku tidak ingin di tuduh melecehkan bawahan dan mempekerjakannya orang yang sedang sakit."
Aku ingat terakhir kali dia juga membuat alasan seperti itu.
Ada keheningan sesaat disana, sampai dia akhirnya melepaskan tangannya dari kakiku.
Tatapan kami sepintas bertemu.
"Kamu bisa langsung pergi ke Ruang Kesehatan. Aku akan memanggil Office Girl lain untuk membantumu."
Dengan itu, dia berdiri dan memanggil seseorang dengan ponselnya.
Aku hampir saja salah mengira dia akan mengantarku ke ruang kesehatan.
Hah, tapi itu memang terlalu berlebihan.
Dan begitulah hari-hari berlalu dalam sekejap. Andrian masih saja sering memintaku melakukan tugas-tugas aneh dan menebalkan.
Namun belakangan, aku lebih jarang melihat wajahnya karena dia sering ada tugas di luar kota.
Kadang ketika melihat Andrian bekerja, ini mengingatkanku pada Andrian yang dulu sering belajar keras di perpustakaan.
Aku tahu, nilai dan prestasi Andrian dari dulu bukanlah berkah dari langit, namun dia yang berusaha begitu keras untuk mendapatkan peringkat satu.
Andrian yang dulu, selalu menunjukkan senyum ramahnya padaku.
Namun sekarang, hanya ada ekspresi kebencian dan kemarahan di wajah itu ketika menatapku. Kadang ada juga ekspresi kesedihan yang tidak bisa aku mengerti.
Sebenarnya apa yang terjadi padanya saat itu sampai dia tidak lagi pergi ke Sekolah?
Sayangnya tidak ada jawaban dari pertanyaan itu.
****
Malam itu, ketika aku pulang dari pekerjaan lembur hal yang menyambutku di rumah adalah Mama yang lagi-lagi tiba-tiba pingsan.
"Mama anda terkena penyakit Maag yang cukup parah sehingga sebaiknya segera di lakukan operasi."
Ketika mendengar kata-kata dokter, perasaanku menjadi semakin kacau. Padahal aku kira, setelah cukup mengurangi beban Mama, Mama akan baik-baik saja, aku tidak mengira dia malah tetap sakit.
"Bagaimana ini, Kak? Apakah aku pergi pergi bekerja juga untuk mendapatkan biaya operasi?"
Tentu, selain khawatir dengan keadaan Mamaku, aku juga khawatir dengan biaya operasi.
Dari mana aku dapat uang sebanyak itu?
Bahkan sebagai besar gajiku saja untuk membayar hutang.
"Apa yang anak dua belas tahun sepertimu katakan? Hazel, kamu itu sebaiknya fokus pada sekolahmu dan jangan memikirkan hal-hal ini. Kakak pasti akan menemukan caranya. Kamu jangan khawatir."
"Tapi Kak...."
"Hazel, tugasmu adalah belajar dengan baik, jika kamu benar-benar ingin membantu Kakak."
Aku bisa melihat ekspresi cemberut yang ditunjukkan oleh adik laki-lakiku.
"Aku jadi ingin cepat-cepat jadi dewasa, bisa bekerja dan membantu Kakak dan Mama...."
"Tentu saja, Hazel. Akan ada saatnya nanti jadi kamu harus bersabar. Semuanya akan baik-baik saja."
Aku mencoba memeluk adikku untuk menangkannya. Walaupun Sebenarnya aku dihantui rasa takut dan kecemasan, namun aku mencoba terlihat kuat setidaknya di depan adikku.
Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Selama beberapa hari, aku sampat minta ijin dari kantor untuk merawat Ibu. Untungnya dapat ijin karena Andrian juga kebetulan di Luar Kota, jadi tidak ada yang membuat masalah denganku lagi sekarang.
"Liliana apakah kamu tidak apa-apa?"
Aku mendengar suara Kak Arion yang sempat membantuku menjaga Mama.
"Aku baik-baik saja."
"Liliana, Jika kamu butuh bantuan kamu selalu bisa meminta padaku oke?"
"Tentu saja, Kak."
Aku ingin meminjam uang padanya, namun merasa tidak enak. Apalagi aku juga tahu kehidupan Kak Arion tidak sebaik itu. Dia sama-sama tinggal di sebuah kontrakan kecil sepertiku, dan pekerjaan buruh sepertiku.
Bukan berarti aku meremehkan, namun dia sudah terlalu baik selama ini sampai mengantar kami ke Rumah Sakit saat Mama sakit seperti ini.
Jadi, setelah lama berpikir akhirnya aku memiliki sebuah solusi dalam kepalaku.
"Hah, apa akhirnya aku hanya bisa ke Kantor itu?"
Perusahaan tempat aku berhutang, Perusahaan Rentenir. Walaupun ini bukan pilihan yang baik sepertinya itu satu-satunya cara saat ini
Aku juga tidak pernah mengira, pilihanku itu akan membawa sebuah penawaran tidak terduga yang tiba-tiba aku terima.
Seorang gadis yang sepertinya Nona Muda Kaya, Putri pemilik Perusahaan mendatangiku ketika melihat wajahku.
"Hey, kamu gantikan Aku pergi ke Acara Pernikahanku. Dan aku akan melunasi hutang-hutangmu."
****
Itu adalah sebuah kamar mewah namun sayangnya saat ini cukup berantakan, ada banyak barang-barang pecah seperti vas bunga, gelas, dan dekorasi yang rusak.
Tampak seorang gadis cantik sedang membanting beberapa barang disana.
"Sialan, apa yang harus aku lakukan sekarang? Andrian benar-benar akan menikah dengan wanita sialan itu!!!"
Dia mengigit bibirnya sendiri karena luapan emosi yang dia miliki.
"Tidak! Tidak! Aku tidak bisa membiarkan Andrian menikah!! Pasti ada cara...."
Dia mondar-mandir, memutar otak untuk menemukan caranya.
Sampai kemudian, sebuah senyuman dikit muncul di wajah cantik itu.
Dia segera mengambil ponselnya, lalu menelepon seseorang.
Tertulis nama 'Jessica Connelly' dalam nama kontak itu.
"Hallo,Jessy."
Gadis itu menyapa ramah seseorang di balik telepon, namun respon dari balik telepon terlihat tidak ramah sama sekali.
'Ada tujuan apa kamu meneleponku Kartika?'
"Apakah kamu tahu bahwa Kak Andrian tidak menyukaimu walaupun dia ingin menikahimu?"
'Itu bukan urusanmu!!'
"Aku tahu, kalian hanya di jodohkan, Andrian tidak benar-benar mencintaimu dan hanya ingin memanfaatkanmu demi mendapatkan posisi yang pantas sebagai Calon Pewaris Perusahaan Bratajaya."
'Apakah kamu pikir Aku juga tidak tahu? Namun cinta bisa tumbuh seiring waktu, dan kali ini dia pasti akan membuka hatinya....'
"Wow, sepertinya kamu menjadi percaya diri karena belakangan Andrian terlihat baik padamu dan sering memberikan mu hadiah? Apakah kamu tidak tahu dari mana Andrian mendapatkan hadiah-hadiah itu?"
'Hal omong kosong apa? Kamu mau bilang kamu yang memilihkannya? Jangan kira aku percaya. Andrian yang memilihnya karena dia mencoba memahami seleraku.'
"Jessy, tidakkah kamu terlalu percaya diri? Andrian meminta seorang Office Girl untuk memilihkan hadiah untukmu. Apakah kamu tahu apa artinya itu? Selera dan keberadaanmu itu hanya sebatas alat dan hanya selevel dengan seorang Office Girl untuk Andrian. Dia tidak pernah benar-benar bisa mencintaimu."
Sempat ada jeda sesaat dari ujung telepon. Kartika yang melihat jeda itu mulai tertawa senang. Pasti dengan ini dia akan membuat Jessica marah pada Andrian. Karena Jessica selalu memiliki harga diri yang sangat tinggi.
Bagaimana Andrian bisa-bisanya meminta Office Girl memilihkan hadiah untuknya?
Benar-benar sebuah keputusan bodoh.
Namun yang membuat Kartika menjadi terkejut adalah sebuah tawa dari ujung telepon.
'Jadi kamu pikir, Andrian akan memiliki perasaan cinta padamu hanya karena dia tidak mencintaiku? Kamu harus berkaca diri juga!! Jangan terlalu bermimpi. Dia lebih memilih meminta bantuan pada Office Girl untuk memilihkan hadiah dari pada meminta bantuanmu, bukankah itu artinya keberadaanmu juga tidak jauh lebih rendah dari seorang Office Girl?'
Kartika yang mendengar kata-kata penuh kesombongan itu hampir membanting ponselnya karena rasa marah.
"Apa katamu? Jaga bicaramu!!"
'Hahahaha, Aku tidak pernah melihat seorang gadis yang penuh delusi sepertimu. Bahkan walaupun Andrian tidak menyukaiku, apakah kamu pikir dia akan menyukaimu? Jangan bermimpi terlalu tinggi. Dasar tidak tahu diri! Sadarilah tempatmu!!! Wanita murahan!!'
Bersambung
Mari dukung penulis agar semangat Update dengan cara, Share, Like, atau Komentar 😊😊😊
Catatan Penulis: Mari Baca lebih awal Cek di Akun Karyakarsa dengan judul yang sama, cek Link di Bio or Cek IG: Za_L_Writer 😉
Pengumuman Penting: Buat yang Baca di Webnovel ini, mohon maaf ya, kedepannya tidak akan update cerita ini disini lagi, karena sepertinya disini agak rawan copas di web mob copas gitu, kyk otomatis update sampe sebelah gitu, jadi demi keamanan, terpaksa berhenti Update disini,
Untuk yang pengen tahu kelanjutannya, bisa Cek di Akun ku yg lain, cek IG: Za_L_Writer