Chapter 10 - Bab 9

Bab 9: Sudah menjadi Masalalu

*****

"Ini Pak, hadiah yang saya pilihkan sebelumnya."

Ini adalah salah satu rutinitas yang belakangan ini aku lakukan, yaitu memilihkan hadiah untuk tunangan Andrian. Andrian cukup sering pergi ke luar kota, dan dia sering memintaku memilihkan hadiah dan oleh-oleh untuk tunangannya itu.

Kadang, walaupun Andrian tidak pergi kemana-manapun dia masih sering memberikan hadiah kepada tunangannya itu. Dan sepertinya tunangannya itu menyukai hal-hal yang aku pilih.

"Bagus."

Dia menerima kantong belanja itu, selalu memeriksa isinya ada dua buah kotak.

Benar, kali ini Andrian memintaku untuk memilihkan perhiasan untuk tunangannya, tidak hanya satu namun dua.

Memikirkannya, ini sedikit membuatku iri dan kesal.

Sejujurnya, aku merasa sedikit tidak nyaman ketika memilihkan hadiah-hadiah itu. Tidak tahu kenapa, mungkin karena memikirkan Andrian begitu mencintai tunangannya itu.

Tidak seperti kami bahkan pernah memiliki hubungan serius di masalalu, hanya saja ini sedikit membuatku terganggu.

"Ambillah kotak ini."

Kata-kata itu membuatku kaget dan tersadar dari lamunan. Aku melihat sebuah kotak hadiah yang tiba-tiba di sodorkan ke depanku dengan heran.

"Eh? Ini...."

"Anggap saja ini ucapan terimakasih. Aku bukanlah orang yang begitu kejam. Aku akan memberikan penghargaan yang layak pada bawahanku yang melakukan tugasnya dengan baik."

Aku sempat ingin protes dengan kata-kata itu. Jika dia tidak begitu kejam, kenapa selama ini aku masih sering di jahili dengan cara menyebalkan?

Melihat aku masih diam, dia terlihat mengerutkan wajahnya.

"Ambillah, jangan diam saja."

Aku ragu-ragu lalu mengambil kotak yang ada di depanku. Tentu saja aku tahu kotak ini berisi apa. Jelas sebuah gelang mahal yang aku pilih.

"Tapi ini terlalu mahal, apakah tidak berlebihan?"

"Apakah menurutmu aku kekurangan uang?"

Aku buru-buru menggelengkan kepalaku, tentu saja aku tahu Andrian yang sekarang tidak mungkin kekurangan uang. Dan nilai gelang yang ada di tanganku memang tidak begitu seberapa untuk orang seperti dia.

Lagipula tema hadiah kali ini, sesuatu yang cenderung cukup sederhana namun elegan, jadi bukan perhiasan berlian atau sesuatu yang begitu mahal sekali. Namun tetap saja, untuk aku yang sekarang ini masihlah sesuatu yang mahal.

Kira-kira kalau di jual....

Seolah dia membaca pikiranku, dia kembali berkata dengan nada kesal.

"Dan jangan berpikir untuk menjual hadiah ini."

Aku segera menunjukan ekspresi kesal mendengarnya. Sudah aku duga dia sepertinya tidak begitu ikhlas memberikan hadiah mahal padaku jadi kenapa dia memberikan aku hadiah?

"Maaf sebelumnya... Saya hanya masih binggung dengan hadiah yang tiba-tiba."

"Aku sudah bilang ini adalah ucapan terima kasih karena kamu sudah melakukan tugas yang baik. Tunanganku begitu suka dengan hadiah-hadiah yang kamu pilihkan dan membuat hubungan kami menjadi semakin baik."

Mendengar itu, lagi-lagi perasaan tidak nyaman yang aku rasakan kembali. Namun aku mencoba menghilangkan perasaan tidak nyaman itu dan tetap memasang senyuman.

"Ah, jadi begitu. Saya senang jika hubungan kalian berjalan dengan baik."

Aku mencoba memasang senyuman sebisaku sambil menatap wajahnya, namun sekilas aku melihat ekspresi rumit yang terlihat di wajahnya. Dia terdiam selama beberapa saat sampai akhirnya berkata,

"Ya, dan berkat itu pembicaraan tentang pernikahan kami berjalan dengan baik."

Sekali lagi ketika mendengar itu, perasaan seperti tertusuk-tusuk muncul di hatiku, kali ini membuatku sedikit susah untuk mengatur ekspresiku.

Aku tahu, sejak dia sudah bertunangan, tentu saja hubungannya dengan tunangannya sudah mencapai tahap serius, dan menikah menjadi tujuan utama hubungan mereka.

Namun...

Ukhhh...

Kenapa ini terasa menyebalkan?

"Selamat kalau begitu, Pak. Saya turut senang jika anda akan segera menikah. Dan terimakasih atas hadiahnya, semoga hubungan Bapak berjalan lancar sampai tahap berikutnya."

Aku dan mencoba mengatakan itu sambil menjaga ekspresiku setenang mungkin.

"Ya."

Aku sudah tidak memiliki tenaga lagi atau berani melihat wajahnya, aku hanya menunduk dan mulai menyembunyikan ekspresiku darinya.

Sekarang entah kenapa Aku ingin segera pergi dari sini.

"Kalau begitu saya permisi dulu."

Bahkan sebelum aku mendengar jawaban darinya, aku sudah pergi berbaik arah dan pergi dari ruangannya.

Aku tentu saja tidak menangis, hanya perasaan tidak nyaman yang aku rasakan.

Mungkin karena terburu-buru ketika melewati koridor, aku tidak sengaja menabrak seseorang.

"Ma--Maaf...."

Dan dari semua orang, orang yang kali ini tidak sengaja aku tabrak adalah orang yang paling menyebalkan.

Dia Kartika teman Andrian.

Melihat aku menabraknya sampai dia hampir terjatuh itu, membuat dia sangat marah.

"Kamu itu kalau jalan pakai mata! Dasar jelek mana tidak punya mata lagi!!"

Dia segera mendorong ku dengan keras, karena lantai sedikit licin hingga membuatku terjatuh ke lantai.

"Ahh..."

Sepertinya kakiku sedikit terkilir, kakiku benar-benar terasa sakit sekarang.

"Sudahlah jangan terlalu lebay begitu."

Melihat ekspresi pucat di wajahku, dia malah semakin meremehkan ku dan kali ini menendang kakiku . Membuat rasa nyeri makin terasa.

Ini bukan pertama kali dia memperlakukanku semena-mena seperti ini. Suatu kali, dia pernah menyiramkan jus ke wajahku, sengaja menjegal kakiku, dan hal-hal menyebalkan lainnya.

Aku tidak tahu kenapa, tapi sepertinya dia sedang melampiaskan kemarahannya padaku.

"Maaf Nona Kartika. Saya benar-benar tidak sengaja."

Karena jatuh, kotak hadiah yang aku pegang sebelumnya terjatuh. Sayangnya ketika aku hendak mengambil kotak itu kotak itu sudah diambil duluan oleh Kartika.

"Heh apa ini?"

Dia dengan santai membuka kotak hadiah itu, lalu terkejut dengan isinya.

"Sebuah gelang mahal? Apakah kali ini, ini hadiah yang kamu pilih? Sungguh murahan."

"Bu--Bukan... Itu milik saya."

"Mana mungkin kamu bisa membeli sesuatu seperti ini hah? Kamu mencuri ya?"

Jelas saja dia ragu dengan kata-kataku. Memang sih, karena gelang itu tetap saja hal-hal yang cukup mahal yang tidak mungkin dibeli oleh orang sepertiku.

Melihat aku diam, ekspresi Kartika menjadi terlihat semakin marah.

"Jangan bilang Andrian memberikannya untukmu?"

Melihat aku sekali lagi diam, dia segera menarik rambutku, membuatku terpaksa berdiri.

Ukhh, kakiku masih terasa nyeri dan rambutku sakit, namun itu masih belum cukup saat dia mulai menamparku.

"Bagaimana bisa kamu mendapatkan hadiah seperti ini!! Ini sangat tidak cocok!! Dasar tidak tahu malu! Apakah kamu mencoba merayu Andrian dengan wajah seperti ini hah? Sampai dia memberimu hadiah?"

"Ma--Maaf Nona, anda jangan salah paham. Ini hanya hadiah karena Saya sudah melakukan tugas dengan baik. Dan kata Pak Andrian, sekarang hubungannya dengan tunangannya berjalan dengan baik dan mereka akan segera menikah jadi..."

Mendengar ucapanku, lagi-lagi ekspresi di wajahnya menjadi semakin marah.

"Apa kamu bilang?"

Aku cukup terkejut ketika melihat reaksi yang dia miliki. Aku kira dia teman Andrian, seharusnya senang jika teman baiknya akan segera menikah.

Entahlah, aku juga tidak ingin menilai hubungan orang yang cukup rumit.

"Pak Wakil Presdir akan segera menikah."

Walaupun aku cukup berat untuk mengatakan hal ini, namun ini memang kenyataan yang baru saja aku dengar. Mungkin karena sangat terkejut dengan informasi yang dia dapatkan, Kartika tidak memiliki waktu untuk marah-marah padaku, dan segera pergi menuju ruangan Andrian dengan buru-buru.

Aku sendiri juga tidak ingin menghabiskan terlalu banyak waktu di sini, dan segera pergi seperti biasa.

Seharian itu, Andrian tidak lagi memanggilku ke ruangannya karena dia juga pulang lebih awal, mungkin untuk acara melamar tunangannya atau sesuatu, aku benar-benar tidak ingin memikirkannya.

Malam itu aku kebetulan tidak kerja lembur dan pulang lebih awal. Jadi aku mencoba menikmati waktu luang ku yang jarang itu.

Sampai aku kembali teringat hadiah yang di berikan Andrian.

Aku membuka kotak hadiah itu, lalu menatap sebuah gelang yang sangat cantik.

"Ini memang sesuai seleraku karena aku yang memilihnya...."

Walaupun alasan aku diberikan hadiah ini cukup masuk akal namun aku tetap merasa tidak nyaman.

"Tapi jika aku memakainya, sepertinya ini terlalu berlebihan."

Memang, jika aku memakai gelang indah dan mahal ini, pasti akan menarik perhatian yang tidak perlu.

"Mungkin lebih baik aku menyimpannya sajalah."

Akhirnya aku mulai mengambil kotak perhiasan yang ada di lemariku. Sungguh, tidak ada banyak hal di sana selain beberapa aksesoris murah.

Semua perhiasan lama aku sudah lama dijual untuk membayar hutang.

Hanya saja ketika aku mengutak-atik kotak perhiasan milikku, aku menemukan hal-hal yang hampir aku lupakan.

"Gelang ini...."

Itu adalah gelang perak dengan permata biru laut yang sangat indah, walaupun ini sudah barang lama, mungkin karena jarang aku pakai, keindahannya tidak berkurang sedikitpun.

Ini adalah hadiah pertama yang aku terima dari Andrian ketika SMA dulu.

Ketika melihat gelang ini aku kembali menghangat ekspresi malu dan canggung yang pernah Andrian miliki ketika memberikan hadiah ini untukku.

Wajah dan telinganya memerah ketika memberikan hadiah ini padaku dulu.

'Liliana, ini hadiah untukmu. Aku harap ini sesuai seleramu.'

Dia yang tersenyum malu-malu dan gugup di balik kacamatanya ketika menyerahkan hadiah itu.

Saat itu aku juga cukup terkejut ketika melihat hadiah yang dia berikan sesuai dengan seleraku, aku memang pernah berbicara dengan beberapa temanku aku yang menyukai permata warna biru laut ketika di kelas, mungkin dia mendengarnya. Gelang itu tentu termasuk mahal untuk Andrian saat itu. Saat itu, aku dengar gosip dia bekerja sampingan untuk bisa membeli kado itu.

Aku dan teman-temanku sempat mengejeknya dan membicarakannya dari belakang saat itu, terlebih menurutku itu barang murah saat itu. Walaupun saat itu aku juga sedikit senang menerima hadiah itu.

Dan sekarang setelah memikirkannya, saat itu pasti dia berusaha sangat keras untuk bisa membeli gelang ini.

'Liliana, untukku kamu seperti malaikat yang datang memberikan harapan dan cahaya dalam hidupku yang sepi ini. Aku mungkin tidak layak mengatakan ini, namun Liliana, Aku mencintaimu.'

'Aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku saja, kamu tidak perlu menjawabnya jika itu membebani mu. Aku hanya ingin menyukaimu, walaupun itu dari jauh, jadi berikan ijin agar setidaknya aku bisa menyukaimu....'

Ini juga membuatku teringat pada hari dimana dia menyatakan perasaannya padaku. Kata-kata yang terlihat begitu tulis betapa dia mencintaiku, buket bunga indah yang dia berikan padaku.

Bohong jika aku tidak sentuh pada pernyataan cintanya yang begitu tulus saat itu. Saat dia melepaskan kacamatanya, wajah tampan yang dia miliki sedikit mempesona.

Dia yang selalu ada di peringkat pertama dan tidak pernah aku lampaui.

Terkadang, melihat dia membuatku sedikit iri, marah dan juga kagum.

Hanya saja, pernyataan cinta itu ada di tempat yang salah saat itu, dan malah menjadi cemoohan teman-teman sekelas yang muncul.

Taruhan bodoh yang aku lakukan saat itu.

Dan sekarang ketika memikirkannya, tiba-tiba saja air mata mulai perlahan keluar.

Ada banyak hal yang aku sesali di masa lalu, salah satunya hari dia menyatakan cintanya padaku...

Lalu, hari dimana aku mempermalukannya dan menuduhnya melecehkan ku....

Saat itu, aku bodoh, kekanak-kanakan, dan tidak menyadari perasaanku sendiri...

Mungkin karena situasi, dan aku yang sangat keras kepala yang tidak ingin mengakuinya.

Aku sedikit terpesona olehnya...

Namun saat itu kita begitu berbeda, teman-temanku akan meledekku jika tahu aku benar-benar memiliki hubungan dengannya...

Dan sekarang setelah memikirkannya lagi aku benar-benar menyadari perasaanku saat itu..

Bahwa mungkin saat itu, aku juga sedikit menyukainya....

Tapi setelah semua itu hal-hal yang sudah sangat lama berlalu.

Bahkan setelah kita kembali bertemu, perasaan lama itu yang sudah terlupakan sudah lama berlalu.

Dan terlebih saat ini, dia sudah menjadi milik orang lain, dan dia akan segera menikah.

"Namun kenapa aku begitu sedih? Apakah aku masih...."

Aku juga tidak tahu tentang perasaanku sendiri.

Tapi apa gunanya?

Toh dia sudah akan menikah dengan orang lain.

Yang bisa aku lakukan hanya terus melanjutkan hidupku seperti biasanya.

Karena hal-hal yang sudah hilang tidak akan pernah kembali.

Seperti cinta yang pernah aku sia-siakan...

Malam itu, aku tidur sedikit tidak nyenyak karena terus bermimpi tentang hal-hal di masa lalu.

Tentang penyesalanku...

Tentang dia....

Dan kenangan saat kita masih di SMA...

Juga hal buruk yang pernah aku lakukan padanya...

Seolah-olah sekali lagi hal-hal itu kembali menghantuiku.

Bersambung

Catatan Penulis: Mari Baca lebih awal Cek di Akun Karyakarsa dengan judul yang sama, cek Link di Bio 😉