Chapter 8 - Bab 7

Bab 7: Jangan Salah Paham!

*****

Namun mendengar jawabanku itu aku bisa melihat berbagai macam emosi terlihat di matanya, kecewa, kemarahan dan sekaligus....

Kesedihan...

Yang aku bahkan tidak bisa mengerti.

Dari awal, aku juga tidak mengerti kenapa dia menolongku.

Bukankah dia senang melihat aku menderita?

Sama seperti orang lain, orang-orang di sekolah lamaku juga begitu.

"Tapi kamu tidak bisa di perlakukan seperti itu!!"

Mendengar itu, hanya membuatku semakin heran.

"Kenapa memangnya?"

"Pokoknya tidak bisa!!"

"Tapi kamu juga memperlakukanku seperti itu."

"Jangan samakan aku dengan mereka! Hanya aku yang bisa menyiksamu! Bukan orang lain!! Dan Kamu harus bersikap selayaknya Liliana yang aku benci!"

Jawaban macam apa itu?

Aku cukup syok mendengarnya, dan semakin tidak mengerti.

"Lalu, kamu menolongku karena alasan itu?"

Dia sempat terdiam sebentar, lalu mulai melepaskan tangannya yang menceram tanganku.

"Aku hanya tidak ingin menjadi seperti kamu!! Orang-orang yang merendahkan dan menghina orang lain yang lebih rendah, hanya karena status mereka!! Aku benci melihat perundang seperti itu! Jadi kamu jangan salah paham!!"

Jawaban itu jelas saja mengejutkan, itu karena dia juga memperlakukanku sama dan sering menjahili ku.

Sikapnya yang kekanak-kanakan tidak jelas, membuatku tidak mengerti.

Hampir saja aku berpikir dia masih menyukai ku...

Tapi itu tidak mungkin, terlebih setelah apa yang aku lakukan padanya dulu.

"Ya, aku mengerti dan tidak akan pernah salah paham."

"Bagus kalau begitu. Dan sekarang kamu sudah berhutang budi padaku karena telah menyelamatkanmu."

Mendengar perkataannya yang tiba-tiba aku menjadi cukup terkejut sekaligus kesal.

Jadi dia menyebut pertolongannya itu sebagai hutang budi yang artinya aku harus membayarnya?

Dan sekarang dia mulai kembali ke tempat duduknya, aku mengikutinya menunggu perintah selanjutnya.

Namun yang membuatku terkejut lagi ketika dia tiba-tiba menyerahkan sebuah kartu padaku. Ini sedikit berbeda dengan kartu yang biasa dia berikan untuk membeli makan siang.

"Belikan hadiah."

Mendengar perintah yang tiba-tiba, aku menjadi binggung.

"Untukku?"

Mendengar jawaban itu jelas saja wajahnya menjadi semakin marah.

"Jangan bermimpi!! Aku disini minta tolong padamu untuk memilih dan membelikanku hadiah untuk Tunanganku."

"Tunangan?"

Jelas sekali aku cukup terkejut dengan hal-hal yang baru saja aku dengar.

Andrian punya tunangan?

Melihat reaksiku, Andrian semakin menunjukan wajah kesalnya.

"Ya, Tunanganku. Tentu saja aku sudah punya, Kamu pikir aku tidak punya pasangan?"

Tapi kalau dipikir lagi, melihat Andrian yang sekarang, seorang Pria Tampan, Kaya, Calon Pewaris Perusahaan, memiliki Karir yang mapan, siapa wanita yang tidak ingin bersanding dengannya?

Banyak wanita di Perusahaan yang sepertinya mengincar posisi sebagai pasangan Andrian. Bukankah itu artinya orang-orang mengira Andrian masih singel?

Atau....

Entahlah, tapi sepertinya wajar jika dia punya tunangan. Walaupun ada sedikit perasaan tidak ketika memikirkannya, namun sebenarnya ini bukan urusanku bukan?

"Hanya cukup terkejut, karena tidak pernah mendengar bahwa kamu punya tunangan."

"Tunanganku orang yang sibuk, tidak suka hal ribet dan tidak begitu ingin hubungan kami di Publikasikan, jadi kami hanya mengadakan Private Party, wajar jika tidak begitu banyak orang yang tahu selain keluarga kami dan beberapa teman dekat."

"Ah, jadi begitu."

Ini jadi membuatku bertanya-tanya orang seperti apa Tunangannya.

"Jadi, sekarang kamu mengerti? Pilihkan hadiah untuk Tunanganku."

"Hah? Tapi kenapa menyuruhku?"

"Aku pikir kalian memiliki selera yang sama."

"Selera yang sama bagaimana? Apa kamu tidak lihat aku seperti apa sekarang?"

Siapapun itu tunangan Andrian, aku yakin dia seorang Nona Muda dari Keluarga Kaya Raya.

"Dulu seperti saat kamu masih di SMA. Beberapa warna sweeter atau tas, kadang memiliki warna yang sama seperti yang kamu pakai."

Tentu, jika mengingat saat masih SMA, aku termasuk anak yang fashionable.

"Aku masih tidak mengerti. Jadi seperti apa tepatnya selera tunanganmu itu? Apakah kamu memiliki fotonya atau sesuatu? Aku masih tidak yakin, selera seperti apa yang kamu maksud."

Mendengar pertanyaanku itu lagi-lagi Andrian terdiam cukup lama, baru akhirnya dia berkata,

"Sudahlah, pokoknya sesuai seleramu! Pilih saja apapun!"

"Tapi kalau dia tidak suka?"

"Jadi sekarang setelah beberapa tahun apakah seleramu sudah menurun? Tidak bisa memilih hal-hal bagus?"

Mendengar itu sedikit melukai harga diriku. Aku memang sudah tidak bisa lagi membeli barang-barang seperti ketika masih SMA. Tapi, bukan berati aku tidak tahu fashion dan tren terbaru.

Belum lama ini, aku kerja juga di sebuah Departemen Store besar dan memilihkan dan merekomendasikan barang-barang untuk para pengunjung, dan mereka selalu suka pilihanku. Hanya saja sempat terjadi masalah dan beberapa komplain karena wajahku, yang pada akhirnya membuatku harus dipecat.

"Aku akan membelinya!!"

Dengan itu, pada akhirnya aku mengiyakan tugas merepotkan itu. Hanya saja, aku masih tetap saja heran kenapa dia menyuruhku untuk memilih hadiah untuk Tunangannya itu.

Bukankah seharusnya dia sendiri yang memilihnya?

Namun ketika memikirkan bagaimana Andrian yang sekarang menjadi sosok yang dingin dan sangat cuek aku bahkan sedikit ragu jika dia bisa memilihkan hadiah untuk seseorang.

"Hah, baiklah yang harus aku lakukan hanya memilihkan hadiah yang pantas? Aku masih tidak tahu siapa Tunangan Andrian, namun dia pasti bukan orang sembarangan."

Dengan itu, aku segera melihat-lihat di Internet tentang beberapa produk-produk terbaru dari brand-brand kelas atas. Yah, tidak perlu untuk melihat harganya karena bukan aku toh yang akan membayar.

Melihat kartu berwarna hitam ini, aku bisa mengerti sepertinya Andrian cukup royal pada tunangannya.

Harga bukan masalah, berati yang tersisa hanya modelnya.

Tapi sesuai seleraku ya?

Pada akhirnya, seharian itu aku masih terus sibuk dengan ponselku untuk mencoba memilih hadiah.

"Hah, tapi sepertinya aku memang harus melihat langsung."

Dengan itu, sepulang kerja aku segera menuju salah dari Departemen Store terbesar di kota yang letaknya kebetulan tidak begitu jauh dari Perusahaan.

Segera, aku mencari brand yang sudah aku tentukan sebelumnya. Toko Yang dulu sering aku masuki.

Walaupun beberapa tahun berlalu, namun sepertinya brand-brand yang cukup populer masih tidak berubah.

Sekarang memasuki toko yang Sudah lama tidak aku kunjungi itu membuatku gugup. Sayangnya di sana aku tidak mendapatkan sambutan yang baik.

"Maaf, tempat ini bukan tempat yang cocok untuk orang seperti anda."

Seorang pelayan sudah menyambutku dengan kasar. Tapi memang tidak ada yang salah dengan kata-katanya. Mungkin karena pakaian murah yang aku pakai atau karena penampilanku yang memang tidak cocok untuk toko barang mewah ini.

Namun aku tidak tersinggung, dan hanya berkata dengan ramah,

"Maaf, saya disini di suruh Nona saya mengambelikan beberapa barang. Lihat, aku memiliki katalog pilihan Nona saya dan kartu."

Aku tahu, terkadang beberapa Nona Kaya terlalu malas bahkan untuk pergi berbelanja sendiri dan hanya menyuruh pelayannya setelah memilih model yang dia sukai lewat katalog.

Melihat kartu yang aku pegang, barulah pelayan itu bersikap sopan padaku dan mulai menunjukkan barang-barang terbaru di toko itu.

Kali ini, yang ingin aku beli adalah tas.

Ini sesuai seleraku bukan?

Dan akhirnya setelah melihat-lihat dan mempertimbangkannya, aku memilih edisi terbatas yang belum lama rilis, yang tentu saja harganya sangat mahal, namun masih bukan yang termahal.

Hanya desainnya cukup elegan dan mewah, namun tidak berlebihan juga.

Karena terkadang ada desain yang sangat aneh dan malah terlihat berlebihan.

Karena itu barang mahal, aku menyembunyikannya dengan baik saat di bawa ke rumah. Dan baru keesokan harinya, aku berniat memberikannya pada Andrian. Sayangnya dia tidak ada di kantor hingga siang hari karena ada tugas di luar.

Jadi siang itu, sempat terjadi kehebohan ketika ada seorang wanita yang datang. Sekertaris Andrian menyuruhku untuk menyiapkan minuman saat wanita itu menunggu di ruang tunggu di dalam ruangan Andrian.

"Perlakuan dia dengan sopan."

Mendengar perintah itu, aku bertanya-tanya apakah ini mungkin tunangan Andrian yang dia maksud itu?

Namun ketika aku masuk kedalam ruangan, gadis itu terlihat sangat berbeda dengan apa yang aku pikirkan.

Gayanya dan model dia berpakaian...

Itu memang barang mewah dari atas sampai bawah, hanya saja sepertinya itu tidak ada mirip-miripnya dengan seleraku dulu?

Apakah Andrian salah menilai?

Hah, sudah aku duga dari seorang Pria cuek sepertinya, dia pasti tidak tahu selera tunangannya sendiri, ini jadi membuatku cemas jika nanti dia komplain tentang hadiah yang telah aku beli.

"Siapa kamu? Sepertinya aku baru melihatmu."

Melihat dari nadanya berbicara sepertinya dia sudah sering datang kesini.

Namun ini aneh, walaupun ada gadis yang sering ke sini namun kenapa tidak ada gosip soal pertunangan Andrian?

"Saya orang baru disini."

Wanita itu mulai menatapku dari atas sampai bawah seolah sedang menilai ku namun tatapannya tiba-tiba menunjukkan ekspresi jijik ketika melihat wajahku.

"Apa sekarang perusahaan ini juga memperkerjakan orang sepertimu? Lihatlah wajahmu yang buruk itu yang benar-benar merusak pandangan mata."

Aku tidak tahu harus berkomentar apa yang jelas gadis ini bukan orang yang ramah.

"Saya hanya melakukan tugas yang di berikan, lagipula pekerjaan ini tidak terlalu membutuhkan penampilan."

Mendengar jawabanku aku bisa melihat kerutan di wajahnya menunjukkan wanita itu terlihat marah.

"Kamu berani sekali melawan ucapaku ya?"

Dia tidak segan-segan segera memberikan tamparan padaku.

"Maaf jika saya menyinggung Nona, saya tidak bermaksud seperti itu."

"Cih, dasar menyedihkan. Sana pergi membuatku muak saja harus melihat wajahmu."

Setelah aku pergi, sepertinya gadis itu baru saja mengeluh pada sekertaris Andrian soal teh yang di sajikan padanya, dan meminta teh baru yang jelas yang bukan di sajikan olehku.

Cih, Tunangan Andrian ternyata sama menyebalkannya seperti Andrian.

Hanya saja, hal-hal tidak terduga terjadi ketika Andrian datang. Kebetulan kami bertemu di lorong dan dia segera bertanya soal hadiahnya dan memintaku untuk segera mengantarkannya padanya.

"Eh, tapi bukankah di ruangan Bapak ada Tunangan anda? Apakah tidak apa-apa membawakan hadiah yang aku pilih sekarang?"

Mendengar pertanyaannya itu, ekspresi Andrian terlihat marah lagi.

"Dia bukan tunanganku."

Jelas aku terkejut mendengar itu, secara gadis yang baru saja datang bertingkah seperti Nona besar seolah dia memiki hubungan yang spesial dengan Andrian melihat dia meminta di layani segitunya seolah-olah dia adalah Nyonya Rumah.

Tapi dia bukan Tunangan Andrian?

"Lalu..."

"Dia hanya temanku. Sudahlah, sebaiknya kamu segera antarkan saja kotak hadiahnya ke ruanganku."

Aku tidak lagi bertanya dan hanya mengangguk. Yah, seperti yang Andrian perintahkan aku segera menuju ruang loker mengambil hadiah yang sempat aku beli sebelumnya, lalu membawanya ke ruangan Andrian.

Telihat ekspresi tidak senang di wajah gadis itu saat melihatku menyerahkan sebuah kotak dan kartu para Andrian.

"Huh? Apa itu Andrian?"

"Hadiah untuk Jessy."

"Apa? Lalu kenapa ada di Office Girl itu? Jangan bilang kamu memintanya untuk memilihkan hadiah untuk tunaganmu itu? Kenapa malah memilih menyuruh orang sepertinya? Bukankah kamu sebaiknya minta tolong padaku saja aku pasti akan membantumu memindahkan hadiah."

"Sudahlah Kartika. Kamu tidak perlu melakukannya, kamu tahu kan, Jessy tidak menyukaimu, dan sepertinya dia juga tidak begitu menyukai hal-hal yang kamu pilih aku hanya tidak ingin membuat dia marah."

"Apa? Jadi kamu pikir seleraku lebih jelek dari Office Girl ini sehingga kamu memintanya memilih hadiah untuk tunanganmu daripada aku teman baikmu?"

Ketika aku mendengar percakapan antara keduanya, aku mulai memiliki firasat buruk.

Sepertinya, hubungan orang-orang itu sangat merepotkan.

Teman Wanita dan Tunangan Andrian....

Apakah setelah jadi kaya, Andrian jadi Playboy?

Dasar sampah.

Bersambung

Mau Baca lebih awal? Bisa Cek di Akun Karyakarsa, sudah sampai TAMAT!! Link di Bio