Bab 2: Keputusasaan
*****
PLAKKK
"Sungguh, wanita menjijikkan!!"
"Menjauh kamu, jangan dekat-dekat! Membuat anakku takut saja!!"
Sebuah tamparan baru saja mengenai pipiku. Ini bukan pertama kalinya ini terjadi, terutama sejak kejadian hari itu.
Hari dimana, Aku hampir saja di jual oleh para penagih hutang karena wajah cantikku. Aku begitu takut, namun baik aku dan Mama tidak bisa melawan sampai akhirnya, aku diseret paksa oleh orang-orang itu.
Gemetaran memasuki tubuhku hari itu karena merasa sangat takut tentang apa yang akan terjadi padaku. Terutama ketika aku di bawa kesebuah club malam, dan melihat hiruk pikuk kehidupan malam, aku menjadi begitu ketakutan dan panik.
Seorang wanita paruhbaya yang berdandan menor dan memakai pakaian seksi, mulai menilai wajahku saat itu.
"Cantik, Masih muda dan sepertinya masih perawan. Ini akan menjadi harga yang mahal. Kebetulan sekali salah satu Bos besar mengiginkan tipe ini, dia pasti akan mau membayar mahal."
Ketika mendengar kata-kata itu, aku merasa ketakutan dan jijik. Apalagi ketika melihat adegan sekeliling bagaimana di sana banyak pria paruhbaya sedang bersama beberapa gadis muda seksi, entah meraba-raba atau menggoda mereka. Tanpa terlalu banyak berpikir pun aku tahu tempat apa itu.
Komplek pel*c*ran
Disana, aku juga bisa merasakan tatapan para pria itu dari jauh yang terlihat menilaiku, tatapan penuh nafsu, dan terasa sangat menjijikkan membuatku ngeri.
Takut...
Sayangnya, aku hanya bisa gemetar ketakutan. Mulutku di tutup saat itu, sehingga aku tidak bisa berteriak. Setelah diskusi panjang itu, aku di lemparkan kesebuah kamar.
"Kamu jadilah gadis baik, dan menunggu disini. Ini tidak akan lama, dan kamu pasti akan segera melunasi seluruh hutang keluargamu."
"Tidak!! Aku tidak ingin!! Tolong lepaskan aku!!"
"Cih, kenapa kamu susah sekali patuh? Awas saja jika kamu melawan!!"
Setelah ditinggalkan di kamar itu aku menjadi panik dan ketakutan ingin mencoba melarikan diri dari sana. Namun, tidak ada jalan keluar dan pintu semua dikunci. Hanya ada kamar mandi kecil berisi sebuah cermin.
Dan disanalah aku melihat pantulan wajahku. Namun ketika aku menatap pantulan wajahku, hanya ada perasaan tidak nyaman disana.
'Cantik.'
Itulah bagaimana orang-orang menyebut diriku. Namun sejak aku jatuh miskin, wajah cantik ini selalu membawaku ke dalam berbagai masalah. Entah pelecehan yang sempat akan di lakukan oleh beberapa orang ketika aku menaiki bus, atau beberapa siswa yang kadang menatapku dengan ekspresi menakutkan seolah ingin memakanku dan mencoba merayuku.
Dan sekarang, karena wajah cantik ini pula yang membuatku akan segera dijual. Ketika memikirkan itu, terbesit dalam pikiranku yang saat itu adalah sebuah keputusaasan.
Aku memikirkannya kenapa semua ini terjadi padaku?
Kenapa?
Air mata perlahan tumpah, apalagi di tempat yang begitu asing, di mana nasibku entah bagaimana nantinya.
Tidak ada yang bisa menolongku.
Jika terus seperti ini, aku akan semakin terancam. Satu-satunya hal yang tersisa saat ini yang masih aku miliki adalah harga diriku.
Membiarkan diriku di jual dan di sentuh oleh para lelaki hitung belang itu?
Memikirkannya saja membuatku terasa jijik.
Namun apa yang bisa aku lakukan?
Dan disalah, akhirnya aku kembali menatap pantulan wajahku yang ada di cermin, wajah yang kata orang-orang cantik. Sepintas terbesit suatu pikiran nekat yang sepintas terbesit suatu pikiran nekat.
Namun apa lagi yang bisa aku lakukan di situasi seperti ini?
Aku tidak bisa melawan.
Bahkan walaupun Akhirnya aku bisa melarikan diri, Karena sekarang aku miskin, hal ini bisa saja terjadi lagi di masa depan.
Jika itu masalahnya....
Setelah berpikir keras, akhirnya Aku mencari air panas.
Tanganku gemetaran ketika menatap gayung air panas di tanganku.
Namun hanya keputusaasan disana.
Tapi membayangkan diriku dijual dan disentuh oleh pria tidak di kenal, membuatku semakin jijik.
Dan akhirnya aku menyiramkan air panas itu pada wajahku. Rasa panas dan sakit masih bisa aku rasakan saat itu rasanya sangat mengerikan. Perlahan, rasa dari kulit yang melepuh mulai memasuki sarafku.
Sakit...
Ini sakit...
Namun aku hanya bisa menangis...
Tapi mungkin karena rasa sakitnya, membuat aku kehilangan kesadaran.
Hari itu, rencanaku sepertinya berhasil. Pada akhirnya, aku di bawa ke rumah sakit, dan sebagai hasilnya, melihat sebagai wajahku yang rusak dan penuh luka bakar itu, membuat mereka jijik dengannya.
Yang bisa aku lihat hari itu setelah sadar, adalah Mamaku yang menangis merasa tidak berdaya tentang hal-hal yang aku alami.
"Liliana.... Maafkan Mama.... Kamu sampai mengalami hal seperti ini dan bahkan berbuat hal nekat ini...."
Itu adalah sebuah keputusan yang berat yang membuatku sangat putus asa.
Tapi apalagi?
Semuanya sudah terjadi seperti itu. Lalu, sejak hari itu hari-hariku yang memang sudah seperti neraka, berubah menjadi lebih buruk lagi. Terutama ketika di Sekolah.
Tahun ketigaku, benar-benar berubah menjadi sangat buruk. Di mana teman-teman sekelasku tidak hanya menghinaku karena menjadi miskin namun selalu menunjukkan tatapan rasa jijik padaku.
"Ihhh... Liliana itu, dia masih berani pergi ke kantin? Tidakkah dia tahu melihat wajahnya saja membuat selera makanku hilang!"
"Kamu benar, lihatlah wajah menjijikan itu benar-benar membuatku merasa mual!"
Gosip-gosip dari orang-orang yang selalu saja aku dengar di manapun aku berada.
Dan setelah tamparan tadi pagi yang aku terima, sekarang aku di sambut dengan cacian siswa-siswi disekolah, terlebih oleh orang-orang yang dulu aku panggil teman. Aku menatap seseorang yang baru saja menggosipkanku itu, dia adalah Chaterine yang dulunya aku anggap sahabat baikku.
Melihat tatapanku, Chaterine terlihat tidak suka lalu berdiri menghampiriku yang tidak jauh darinya.
"Apa kamu lihat-lihat? Aku suka heran, kamu tuh udah jelek, miskin namun tatapan mu masih aja belagu sok! Aku benci banget tingkah mu itu!"
Aku tidak mengerti kenapa dia sampai segitunya denganku.
"Aku tidak menatapmu."
Namun, balasan dari kata-kataku adalah jus yang tiba-tiba dia siramkan ke rambutku.
"Chaterine... Kenapa kamu melakukan ini padaku?"
Jelas, aku merasa marah dengan tingkahnya yang menurutku terlalu keterlaluan.
"Apa? Kamu sekarang mulai berani padaku? Kamu pikir, kamu masih Liliana yang dulu yang punya segalanya? Ngaca dong! Kamu itu sekarang udah miskin dan jelek!"
Dia mulai menarik rambutku, yang membuat luka yang ada di sebagian wajahku itu mulai terlihat dan jelas saja tatapan jijik muncul di matanya dan juga semua orang.
"Bener! Lihat wajah jelek itu! Benar-benar merusak selera makan!!"
Aku bisa mendengar keluhan sama sini, jadi aku hanya bisa mencoba melawan, namun malah di dorong sampai jatuh ke lantai, yang pada akhirnya menjadi bahan tertawaan semua orang.
Aku ingin sekali melawan, namun Aku sangat sadar posisiku saat ini, jika aku membuat masalah, beasiswa yang sekarang aku miliki bisa saja hilang kapanpun, yang bisa aku lakukan hanya menahan amarah menghadapi semua ini.
Sekarang, aku mengerti perasaan orang itu ketika dia di permalukan seperti ini. Kenapa dia juga tidak pernah melawan....
Sebuah kenangan yang belum lama ini kembali aku mimpikan. Adegan di sebuah kantin di sekolah, dimana ada seorang siswa yang tampak bahak belur dan menjadi bahan tertawaan semua orang.
'Lihatnya, orang tidak tahu diri ini, beraninya dia menyatakan cintanya pada Liliana?'
'Benar sekali, sungguh tidak tahu malu dan tidak berkaca diri!'
Adegan dimana beberapa orang tengah merundung seorang siswa. Salah satu siswa baru saja menyiramkan air pel pada siswa yang terlihat berantakan di lantai dengan wajah lebam. Lalu, banyak siswa siswi lainnya yang menonton adegan itu sambil tertawa.
Dan aku termasuk di salah satu orang yang menonton adegan itu. Dalam mimpi itu, aku bisa melihat tatapannya yang terlihat sangat sedih dan kecewa kearahku dari siswa yang berada di lantai.
'Hey, apa-apa Lo berani menatap Liliana!! Dasar gak tahu diri!'
Seorang siswa segera memukul kepala anak itu yang tadi menatapku.
Dalam mimpi itu, seolah aku ingin menarik diriku sendiri agar tidak melakukannya namun aku tidak bisa bergerak, hanya bisa melihatnya.
Tubuhku yang saat itu masih lebih muda itu, mendekat kearah pusat kerumunan itu, lalu menuangkan sebuah jus pada siswa yang berada di lantai.
'Benar! Gimana bisa cowok miskin kayak kamu, bisa menyatakan cinta ke aku? Kamu pikir, kamu itu layak? Ngaca dong!' kataku kala itu.
Adegan itu jelas sekali, adegan dimana dulu aku pernah mempermalukan dan membully salah satu siswa miskin di Sekolah, Sang Peringkat Satu yang mendapatkan Beasiswa saat itu, seseorang yang aku benci karena merebut peringkat satu dariku.
Semua berawal dari tidakkah kekanak-kanakanku yang awalnya bertaruh dengan teman-temanku untuk mencoba mendekatinya. Seorang siswa miskin yang saat itu memang sudah di bully oleh seluruh sekolah.
Hanya dengan kebaikan sederhana, lalu dia jatuh cinta padaku, dan pada akhirnya menyatakan perasaannya padaku dalam situasi tidak terduga.
Sesuatu yang awalnya hanya sebuah lelucon berubah menjadi hal-hal yang lebih serius.
Aku yang sekarang sudah merasakannya sendiri bagaimana rasanya di hina dan di bully oleh orang-orang, rasanya ingin sekali menghentikan diriku sendiri dari masa lalu itu.
'Aku tidak bisa seperti itu!!'
Namun setelah semua itu hanya mimpi.
"Lihatlah, sekarang Liliana mulai menatap benci pada kita! Dia masih saja sok!"
Suara hinaan orang-orang kembali menyadarkanku dari lamunanku. Yang bisa aku lakukan sekarang adalah, diam, sampai mereka bosan dan berhenti sendiri. Sangat beruntung bel segera berbunyi, dan orang-orang mulai bubar.
Akupun segera menuju ke kamar mandi membereskan rambut dan bajuku yang terkena siraman jus, lalu kembali ke kelas. Bahkan ketika aku masuk kelas terlambat pun, tidak ada orang yang memperhatikan, termasuk guru, tidak ada yang melihat bagaimana penampilanku yang berantakan. Dengan lelah, akhirnya aku menuju ke kursi paling belakang tempat aku duduk, sendirian di pojokan.
Karena merasa lelah, aku mencoba membaringkan kepalaku ke meja, dan disana, tatapanku menuju ke kursi kosong tidak jauh dari tempatku.
Jumlah isi kursi di kelas pas untuk semua orang. Apalagi walaupun ada kenaikan tingkat, tidak ada pengaturan ulang kelas, hanya mengikuti sejak kelas dua.
Dan disalah kursi kosong satu-satunya, yang seharusnya milik orang itu.
Aku dengar, dia sudah lama tidak masuk, mungkin sudah sejak sebelum insiden yang menimpaku?
Awalnya, aku tidak pernah terlalu memikirkannya karena aku sibuk dengan urusanku. Dan sekarang, bahkan setelah naik kelas, dia juga tidak hadir.
Owh, apakah dia bahkan ikut ujian?
Namanya, yang selalu ada di atasku tidak pernah terlihat lagi di papan peringkat.
Apa yang akan dia pikirkan ketika melihatku dalam keadaan seperti ini?
Untungnya, dia sudah tidak disini lagi...
Namun aku juga tidak merasa senang karena itu, terutama karena mungkin aku alasan kenapa dia tidak lagi hadir di sekolah.
Terkadang rasa frustasi memasuki hatiku ketika memikirkan kenangan-kenangan lama itu.
Orang yang paling tidak ingin aku temui lagi.
Dan begitulah akhirnya dari masa-masa sekolahku yang menyedihkan. Hari-hari yang terus berulang bahkan sampai ketika aku lulus.
Sayangnya, ketika aku memasuki masyarakat, pandangan orang-orang kepadaku tidak berubah.
Rasa jijik ketika menatapku, atau rasa kasihan...
Hidupku, benar-benar terlalu penuh dengan keputusaasan....
Bersambung
Mau Baca Update lebih awal? Bisa Cek Akun Karyakarsa, Sudah Sampai TAMAT!! Cek Link di Bio, 😉