Chereads / REVITER / Chapter 15 - WANITA ELF

Chapter 15 - WANITA ELF

Setelah berpamitan dengan Tetua Aelin, Nelius langsung keluar dari rumah itu dan melangkah cepat melewati hutan kabut. Udara dingin masih menyelimuti sekitarnya, seolah menahan setiap langkah yang dia ambil. Namun, tak ada waktu untuk menikmati keheningan di sekitarnya. Untuk sesekali juga, dia melihat bayangan pohon yang tampak bergerak di sekitarnya dan membuatnya semakin waspada.

Clang! Clang!

Saat dia hampir mencapai tepi hutan, telinganya menangkap suara dentingan logam yang tajam. Suara dentingan itu terdengar terus-menerus, menandakan ada pertarungan yang sedang berlangsung di luar hutan kabut ini. Tanpa berpikir panjang, Nelius mempercepat langkahnya dan langsung berlari ke arah suara itu dengan hati yang cemas.

Clang! Clang! Clang!

Ketika tiba di luar hutan kabut, matanya langsung tertuju pada Magnus, Ren, dan Tom yang dikelilingi oleh lima sosok berjubah putih dengan setengah wajah mereka tertutup. Magnus, komandan kesatria yang tegap dan kuat, saat ini sedang berhadapan dengan tiga dari mereka. Dia terlihat sedang mengayunkan pedang besarnya dengan gesit namun penuh tenaga yang luar biasa. Setiap tebasan yang dia lepaskan menimbulkan angin kencang, dan memperlihatkan kekuatannya sebagai seorang komandan kesatria.

Di sisi lain, Ren dan Tom sibuk melawan dua lawan yang tersisa. Ren, dengan serangan cepat dan tepat, berusaha mengimbangi pergerakan lawannya. Sementara itu, Tom terlihat mengayunkan pedangnya dengan penuh semangat, meski sekali-sekali terlihat sedikit kewalahan.

Kemudian, Nelius melihat situasi itu dengan pandangan terkejut. Tanpa berpikir panjang lagi, dia melangkah maju dan berteriak, "Hentikan!"

Suara Nelius menggema di tengah hiruk-pikuk suara pertempuran. Salah seorang dari kelima penyerang itu, yang berjubah putih, segera menoleh. Terlihatlah sorot keterkejutan di balik mata yang terlihat dari balik penutup wajah.

"Nelius? Itu kau? Kenapa kau ada di sini?" tanya orang berjubah putih tersebut dengan suara lembut namun penuh kewaspadaan.

"Seharusnya aku yang bertanya kepadamu. Kenapa kau menyerang teman-temanku?" tanya Nelius sambil menyipitkan matanya.

Kemudian ketiga kesatria itu, terutama Ren dan Tom, tampak kebingungan mendengar percakapan itu. Mereka bertukar pandang untuk sesekali, karena tak menyangka bahwa orang yang mereka lawan tampaknya mengenal Nelius. Namun, perhatian mereka segera beralih ketika sosok berjubah putih itu melepas tudung dan penutup wajahnya.

Di balik tudung itu, terlihat wajah seorang wanita elf yang sangat cantik dengan mata tajam dan rambut berwarna pirang yang panjang. Kulitnya bersinar lembut, dan sepasang telinga runcing khas elf melengkapi penampilannya yang memukau.

"Siapa dia?" bisik Ren kepada Tom, matanya masih terpaku pada wanita elf itu.

"Aku tidak tahu… Aku juga belum pernah melihat wanita secantik ini," gumam Tom yang terpukau. "Kulitnya… matanya… seperti peri dalam legenda."

Lalu, Magnus yang lebih berpengalaman dari aspek pertempuran memperingatkan mereka dengan nada serius. "Jangan terlalu terpukau. Kita tak tahu apa tujuannya di sini."

Namun, Nelius menatap ketiga pengawalnya atau ke-tiga kesatria itu dengan sorot mata yang waspada. "Kalian bertiga, jangan lengah. Wanita ini bukanlah elf biasa," bisiknya tajam.

Kemudian wanita elf itu mengamati mereka dengan pandangan penuh penilaian. "Apa apaan ini, Nelius!? Kenapa kau datang ke hutan kabut ini dengan membawa manusia hina ini!?"

"Aku datang ke sini untuk mencari kristal hitam di dalam dungeon, dan ketiga temanku hanya bertugas membantu ku saja." ujar Nelius sambil menatapnya tanpa gentar.

"Apa pun alasanmu membawa manusia seperti mereka ini itu tidak penting! Tidak ada manusia yang pantas masuk ke hutan kabut ini." Elf wanita itu menyipitkan matanya dengan penuh keraguan.

"Ini darurat dan aku juga tak punya pilihan lain. Lagi pula, mereka adalah manusia yang baik dan tak seperti manusia lainnya," jawab Nelius dengan tenang, meski hatinya tetap waspada.

Setelah mendengar itu wanita itu tertawa kecil, namun tawa itu terdengar sinis. "Nelius, aku tak pernah menyangka kau akan merendahkan dirimu dengan bergaul bersama manusia."

"Aku tak punya waktu untuk berdebat soal itu," jawab Nelius dingin. "Yang perlu kau tahu, aku sudah mendapat izin dari Tetua Aelin untuk membawa mereka masuk."

Mendengar itu, wanita elf tersebut tampak terkejut, dan seketika dia langsung mengerutkan kening. "Tetua Aelin mengizinkan manusia masuk ke sini? Itu mustahil! Tetua tak akan pernah melanggar aturan yang dia buat sendiri."

"Kau bisa bertanya langsung padanya nanti jika tak percaya," balas Nelius tenang.

Namun, wanita itu masih menatap Nelius dengan penuh keraguan. "Nelius, kau tahu bagaimana pentingnya menjaga batas hutan ini dari manusia, kan. Mereka hanya membawa masalah bagi para Elf."

"Teman-temanku bukan sembarang manusia. Mereka adalah kesatria yang terlatih dan setia," jawab Nelius, mencoba meyakinkan.

"Tetap saja, kehadiran mereka akan merusak keseimbangan hutan ini." Wanita elf itu menghela napas dalam, namun tatapannya tetap tak menunjukkan tanda-tanda setuju.

"Aku paham kekhawatiranmu, dan pasti semua elf akan merasakan hal yang sama seperti mu. Tapi kali ini, aku akan bertanggung jawab. Jika ada masalah, aku sendiri yang akan menanggungnya, walaupun nyawaku yang akan jadi bayarannya." ucap Nelius menatapnya tegas, sorot matanya penuh keteguhan.

Setelah beberapa saat terdiam, wanita elf itu hanya bisa memandang Nelius, seolah-olah sedang mencari kejujuran di balik kata-katanya. Pandangannya tetap waspada, namun dia akhirnya mengangguk pelan, meski jelas masih tak sepenuhnya percaya.