Chereads / REVITER / Chapter 17 - MEMULAI ULANG

Chapter 17 - MEMULAI ULANG

Di tengah gelapnya dungeon tingkat menengah, suasana terasa begitu mencekam. Lubang besar yang menjulang seperti jurang tak berdasar itu, dulunya penuh dengan monster-monster ganas. Namun kini, tempat itu sepi, dan hanya menyisakan bau kematian yang tajam dan dinginnya udara yang menusuk hingga ke tulang.

Namun, di salah satu sisi lubang besar itu, tepat di dindingnya yang licin dan berlumut, terdapat sebuah gua yang memiliki pintu masuk yang kecil. Gua itu memancarkan aura hitam yang begitu pekat dari dalamnya, dan menyebar perlahan ke seluruh penjuru area yang ada di luar. Aura itu merayap seperti asap tebal, namun apa pun yang disentuhnya langsung mati seketika.

Krrk... krrrk...

Tumbuhan kecil di sekitar mulut gua langsung layu di buatnya, dan berubah menjadi abu kelabu dalam hitungan detik saja. Tidak berselang lama, ada suara gemerisik samar yang terdengar dari dalam kegelapan gua tersebut, hingga membuat suasana di sekitar sana semakin menyeramkan.

Tuk... tuk...

Langkah kaki berat mulai terdengar dari dalam gua. Langkah itu terdengar tak beraturan, seolah pemiliknya sedang kesulitan untuk menjaga keseimbangan dari tubuhnya. Bunyi itu semakin mendekat, semakin jelas, dan hingga akhirnya sosok itu muncul dari bayangan gua yang pekat.

Sosok itu adalah monster yang mengerikan, namun bukan sembarang monster. Tubuhnya tinggi, dengan kulit hitam pekat yang tampak seperti menyatu dengan aura gelap yang memancar dari dirinya. Jari-jarinya panjang, tajam seperti pisau yang berkilauan di bawah cahaya redup dari kristal kristal dungeon.

Kedua matanya bersinar merah terang, berkilat dengan tatapan kosong yang penuh rasa lapar. Mulutnya begitu menyeramkan. Terbuka lebar hingga ke bagian pipi, dan menampilkan deretan gigi-gigi tajam yang terlihat seperti siap mencabik apa saja yang mendekat kearahnya.

Setiap gerakan yang di ambilnya memancarkan ketidakstabilan, seolah-olah tubuhnya sendiri sedang berperang dengan sesuatu yang ada di dalamnya. Saat dia bernafas, napasnya terdengar berat dan kasar, bercampur dengan suara geraman yang rendah.

Haaaah... haaaah...

Monster itu melangkah keluar dari gua, lalu berhenti tidak lama kemudian. Dia kemudian menoleh ke sekeliling dengan gerakan yang sedikit kaku, seakan bingung dengan tempat di mana dia berada saat ini.

"Dimana... aku..." suaranya terdengar parau, pecah, dan terbata-bata. "Tempat... apa... ini..."

Dia lalu menggerakkan kepalanya itu ke atas dan ke bawah, untuk mencoba memahami sekitarnya. Tangan-tangannya yang panjang bergerak perlahan, mencakar udara seperti sedang mencari sesuatu.

"Aku... lapar..." suaranya semakin rendah, namun kali ini terdengar penuh nafsu. "Sangat... sangat... lapar..."

Monster itu menggeram pelan, lalu tiba-tiba mendongak ke langit-langit dungeon.

GRRRRHHHAAA!!!

Teriakannya seketika menggema, menggetarkan dinding-dinding batu di sekitar lubang besar itu. Bersamaan dengan teriakannya itu, aura hitam dari tubuhnya semakin meluas, menutupi area sekitar dengan lebih cepat dari pada sebelumnya. Suasana yang sudah mencekam kini berubah menjadi lebih buruk lagi.

Saat ketika aura hitam itu masih menyelimuti tubuhnya, dia mulai mengingat sesuatu, tentang namanya yang bernama Kevin putra. Kemudian, Kevin berdiri di depan pintu gua dengan kedua tangan yang menggantung lemas. Pandangannya perlahan menyapu area yang ada di sekelilingnya.

Udara dingin di dungeon ini tak terasa lagi baginya, tapi kegelapan itu begitu akrab, seperti teman lama yang memeluknya erat. Tubuhnya kini terasa berbeda dari sebelumnya, tapi pikirannya mulai bekerja keras untuk terus mengumpulkan kepingan ingatan yang berserakan.

"Kenapa… aku… di sini…" suaranya parau saat keluar dari mulutnya yang lebar. "Semuanya… gelap… tapi… aku ingat…"

Dia kemudian menunduk dan melihat jari-jarinya yang panjang dan tajam, seperti belati yang berkilauan. Kilatan memori tiba-tiba menyerbu pikirannya.

'Aku dikepung oleh mereka. Mereka datang dari semua arah,' pikirnya dengan tenang, namun napasnya mulai memburu. 'Mereka, para monster itu terlalu kuat. Lalu, aku tidak punya pilihan sembunyi.'

"Aku… tak bisa… melawan… mereka…" suaranya terdengar terputus-putus lagi, sambil terus mencoba untuk mengingat lebih jauh. "Mereka… terus menerus… menyerang ku… menghancurkanku…"

Kemudian satu lagi memori muncul setelahnya. Lingkaran sihir besar yang dia buat saat berada di dalam gua itu. Lingkaran itu bercahaya dengan warna merah darah dan berubah menjadi hitam pekat setelahnya, sementara tubuhnya berlutut, hampir tidak mampu bertahan saat dia menghadapi siksaan yang muncul dari lingkaran sihir tersebut.

"Lingkaran… sihir…" gumamnya pelan. "Aku… membuatnya untuk… membuat diri ku… agar… memiliki… energi sihir…"

Setelah selesai memikirkan semua yang terjadi sebelumnya, Kevin mulai melangkah perlahan menjauh dari pintu gua yang ada di belakangnya. Kakinya yang besar dan kuat menginjak tanah dengan bunyi berat, meninggalkan jejak yang dalam di tanah basah. Namun saat dia berjalan, perhatiannya tertuju pada tubuhnya.

"Luka-lukaku…" dia bergumam. "Semuanya… hilang…"

Karena hal itu, dia langsung berhenti, kemudian memeriksa tubuhnya dengan seksama. Tidak ada luka, tidak ada bekas goresan, padahal dia ingat dengan jelas bagaimana tubuhnya sebelumnya penuh darah dan luka yang menganga.

"Tanganku…" Kevin kemudian mengangkat tangan kirinya yang sekarang utuh kembali. "Ini… mustahil…"

Kemudian, dia mencoba mengepalkan tangan itu untuk memastikan semua yang dia lihat ini adalah nyata. Jari-jarinya yang tajam merespons dengan sempurna. Sebelumnya, tangan itu sudah hilang, terputus saat dia bertarung mati-matian melawan makhluk mekanik yang sangat besar.

"Apa… yang terjadi… padaku…" suaranya terdengar lebih pelan dari pada sebelumnya, namun kali ini ada nada bingung yang dalam.

'Aku ingat tangan ini hilang. Aku ingat rasa sakitnya,' pikir Kevin sambil memandang tangannya dengan tatapan kosong. 'Tapi sekarang, ini kembali… seperti baru lagi.'

Perlahan, dia menyentuh dadanya. Di sana, dia merasakan denyut jantung yang kuat, dan bersamaan dengan itu ada energi yang tidak biasa, yang sebelumnya tidak pernah dia rasakan di dalam tubuhnya.

"Aku… penuh energi… sekarang…" katanya lagi. "Dari mana… ini datang… Apa ini… energi sihir… yang… di maksud… dalam buku… itu…"

Untuk sejenak Kevin memejamkan matanya lalu mencoba untuk memahami apa yang terjadi sekarang. Dia menyadari bahwa tubuhnya bukan hanya sembuh, tapi juga berubah. Lebih kuat, lebih cepat, lebih hidup dari pada sebelumnya.

Beberapa menit berlalu, namun rasa penasaran dalam dirinya semakin tumbuh. Kemudian, Kevin melangkah pergi dari sana lebih jauh lagi, mencoba mengingat setiap detail tentang tempat ini. Tidak berselang lama, dia berhenti lagi, tapi kali ini dia berhenti di tengah dataran luas di dasar lubang besar itu.

"Sebelumnya…" gumamnya pelan. "Di sini… penuh monster…"

Tatapannya menyapu area itu. Lubang besar ini dulunya adalah tempat para monster berkeliaran. Mereka datang dengan berbagai bentuk, ukuran, dan kekuatan. Semuanya bahkan jauh lebih besar dan lebih mengerikan darinya.

"Tapi… sekarang… kosong…" katanya dengan suara pelan.

Lalu, dengan telinganya yang sangat peka terhadap suara kecil, Kevin mencoba untuk mendengar sekitarnya, berharap ada suara, gerakan, atau apa pun yang menandakan keberadaan mereka. Tapi tidak ada apa-apa di sana dan semuanya nampak sunyi.

"Apa… mereka pergi?" suaranya terdengar penuh keraguan. "Tapi… mengapa?"

"Ini… aneh…" dia bergumam sambil melangkah lagi. "Tapi… dari pada… memikirkan itu… aku… harus pergi… dari sini…"

Namun, setiap langkahnya terasa berat, bukan karena tubuhnya, tapi karena pikirannya. Dia sadar bahwa tempat ini bukan lagi tempat yang aman untuknya.

'Kalau aku tetap di sini, aku akan ditemukan oleh para monster itu lagi. Dan aku tahu aku masihlah sangat lemah,' pikirnya dengan tekad yang mulai tumbuh.

Tanpa menoleh lagi, Kevin melangkah pergi meninggalkan semua yang ada di sana. Suara langkah kakinya bergema di dungeon yang kini menjadi sangat sunyi, menjadi satu-satunya suara di tengah kegelapan. Dengan auranya yang terus menyebar kemana-mana, mengikuti arah yang dia tuju.