Chereads / REVITER / Chapter 18 - BERTEMU MONSTER

Chapter 18 - BERTEMU MONSTER

Saat ini, Kevin hanya bisa terus berjalan melewati lorong gelap di dungeon yang tidak dia kenali. Suasana di sekitarnya begitu sunyi, hanya ada suara langkah kakinya yang berat yang memecah keheningan.

Namun, ada sesuatu yang tidak dia sadari hingga saat ini. Aura hitam pekatnya yang mengalir keluar dari tubuhnya terus keluar dan menyelimuti tanah di sekitarnya, membuat setiap tumbuhan kecil yang mencoba tumbuh di celah-celah dinding langsung layu dan mati. Tidak ada yang tersisa selain kesunyian yang mencekam.

Tidak lama kemudian, langkah-langkah yang di ambilnya semakin mendekati sebuah gua yang lebih besar di depan. Dindingnya penuh dengan stalaktit tajam, dan udara di sana terasa sedikit lebih lembap dari pada sebelumnya.

"Ini… aneh. Sekarang… aku… bisa… bicara…" Kevin berbicara pelan sambil melihat ke bawah dengan suara serak yang belum sepenuhnya lancar.

Lalu, dia memegang tenggorokannya, seolah tak percaya bahwa kata-kata itu keluar dari mulutnya sendiri. Seketika bayangan tentang ritual lingkaran sihir yang di lakukannya sebelumnya mulai kembali muncul di benaknya.

'Apa mungkin lingkaran sihir itu tak hanya memberiku energi sihir,' pikir Kevin. 'Tapi… kalau di ingat-ingat semua luka yang ada di tubuh ku juga langsung sembuh sebelumnya.'

"Aku… harus…mencari tahu…tentang itu…" katanya dengan pelan, sambil terus mencoba mengingat sesuatu dari buku yang pernah dia baca saat masih berada di rumah kayu tersebut.

Sambil melanjutkan perjalanannya, Kevin terus memikirkan itu. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti dan bertepatan dengan itu dia menemukan suatu yang sebelumnya tidak dia sadari.

'Tunggu, bukanlah dari apa yang ku baca di buku sebelumnya, kalau untuk mengunakan sihir harus memiliki energi sihir, dan aku sekarang sudah memilikinya.' pikirannya. 'Tapi…'

Buku yang sebelumnya dia baca itu berisi banyak hal tentang energi sihir dan macam-macam nya. Namun, dia tidak bisa mengingat bagian pentingnya, tentang bagaimana cara sebenarnya menggunakan sihir.

Untuk sesaat Kevin berhenti berjalan, lalu mencoba sesuatu hal yang selama ini ingin dia coba. Dia kemudian merentangkan tangan kanannya ke depan, sambil mengingat pose-pose para penyihir yang sering dia lihat dalam televisi.

"Sihir api…" katanya dengan pelan, lalu mulai berteriak. "FIREBALL!"

Namun, yang ada hanya keheningan setelahnya. Tidak ada yang terjadi. Tangannya tetap kosong, dan udara di sekitarnya bahkan tidak sedikit pun terasa hangat.

"Gagal?" tanyanya dengan nada kecewa. "Mungkin… aku salah… caranya."

Lalu, dia kemudian mencobanya lagi, tapi kali ini dengan tangan kirinya yang dia rentangkan. Setelah itu, dia mencoba mengingat bagaimana penyihir biasanya melantunkan mantra untuk mengeluarkan sihir.

"ICE LANCE!" teriaknya, kali ini dengan lebih keras.

Tetapi, tetap tidak ada yang terjadi setelahnya. Kevin hanya berdiri di sana sambil memandangi tangannya dengan frustrasi.

"Mengapa… ini tidak… berhasil?" keluhnya. "Bukunya… tidak… menjelaskan…"

'Atau mungkin aku yang lupa,' pikirnya dengan nada getir. 'Aku harus kembali ke rumah kayu itu. Bukunya ada di sana. Tapi… bagaimana caranya? Aku sekarang saja tidak tahu sedang berada di mana, bahkan aku tidak ingat letak dari pintu besar itu.'

Setelah berpikir dan mencoba mengingat-ingat kembali, Kevin memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya, tapi kali ini dengan sedikit lebih cepat. Dia tahu bahwa tinggal di tempat yang asing ini terlalu berbahaya baginya. Namun, lorong-lorong gelap dari gua yang ada di depannya itu membuatnya semakin bingung.

"Jalan… ini…" katanya pelan sambil melihat lorong bercabang di depannya. Ada dua jalan di sana, dengan yang satu ke kiri dan yang satu lagi ke kanan.

Karena hal itu membuatnya berhenti sejenak, lalu memandangi kedua lorong itu dengan hati-hati. Tidak ada tanda-tanda atau petunjuk di sana yang menunjukkan ke mana jalan jalan ini akan membawanya, dan hal itu semakin membuatnya khawatir.

"Ke… kanan," katanya, karena mengingat sesuatu yang pernah dia dengar di kehidupannya sebelumnya. "Jalan… kanan… biasanya… selalu benar."

Tanpa berpikir lebih lama, dia melangkah masuk ke lorong yang ada di sebelah kanan.

Namun, setelah beberapa puluh langkah, Kevin mendengar sesuatu dari belakangnya. Pada awalnya suara itu pelan, seperti gemuruh kecil, tapi perlahan-lahan semakin jelas.

Dum… dum… dum…

Langkah kaki besar, berat, dan berirama itu membuat Kevin langsung menghentikan langkahnya. Dia kemudian mulai berbalik perlahan, dengan mata merahnya yang langsung menatap dengan tajam.

"Apa… itu…" kata Kevin dengan pelan.

Tak lama kemudian, ada sosok besar yang muncul dari bayangan. Sebuah monster raksasa dengan tubuh seperti kura-kura, namun jauh lebih mengerikan. Tempurungnya berduri tajam, mulutnya menyerupai paruh burung besar yang bergerigi, dan ekornya panjang dengan duri-duri tajam di ujungnya.

Grrrr…

Suara geraman dari monster itu bergema di lorong sempit, hingga membuat Kevin merasakan tekanan yang besar.

'Ini… ini…' pikirnya, mencoba mengingat sesuatu dari buku yang dia pernah baca. Nama monster itu ada di kepalanya, tapi mulutnya terlalu kaku untuk mengucapkannya.

"Itu… Firerend Beast…" katanya dengan suara pelan. "Berbahaya… sangat… berbahaya…"

Tanpa dia sadari, monster itu terus bergerak perlahan ke arah Kevin, matanya yang merah menyala penuh dengan amarah, dan setiap langkahnya membuat lantai dungeon bergetar kecil.

Dum… dum… dum…

Kevin kemudian mulai mundur beberapa langkah dengan tubuhnya yang juga mulai tegang. Namun, sebelum dia sempat berpikir lebih jauh, monster itu membuka mulutnya lebar-lebar.

Fwooosh!

Seketika ada semburan api biru yang keluar dari mulutnya, dan langsung menghantam dinding-dinding gua di sekitar Kevin. Api itu begitu panas hingga membuat batu-batu di sekitarnya meleleh, menciptakan genangan cairan yang menguap dengan cepat.

"Api… biru…" gumam Kevin dengan suara rendah, pandangannya saat ini hanya terpaku pada monster itu.

Saat semburan itu mulai mendekat kearahnya, dia langsung melompat ke samping, mencoba menghindari semburan itu. Tapi hawa panasnya tetap terasa di tubuhnya, membuat kulitnya yang hitam seperti terbakar. Namun, sesuatu yang aneh terjadi. Luka kecil yang muncul di tubuhnya segera sembuh seketika, seolah-olah tubuhnya menolak untuk terluka.

'Ini… tidak mungkin,' pikirnya. 'Apa ini sebenarnya? Bukankah tubuh ku ini sebelumnya tidak memiliki regenerasi yang cepat seperti ini?'

Tanpa menunggu lama, monster itu kembali mendekat dengan paruhnya yang bergerak-gerak dengan suara gemeretak yang menyeramkan.

"Aku… tidak… tidak boleh… takut," katanya dengan nada ragu, namun matanya penuh tekad. 'Monster ini jauh lebih lambat dari robot sebelumnya, dan sekarang aku memiliki regenerasi yang cepat. Jadi aku akan melawannya.'