Setelah perutnya terisi penuh, Kevin mulai bersiap untuk keluar dari jurang itu. Sebelum memulai, dia menarik napas panjang dahulu untuk membiarkan udara lembap menyelinap masuk ke paru-parunya. Dengan kedua cakarnya yang kokoh, dia mulai memanjat dinding jurang tersebut dengan satu tarikan demi satu tarikan.
Krakk! Krakk!
Suara cakar tajamnya terus terdengar saat dia mencabik-cabik bebatuan di atasnya, tetapi Kevin tidak peduli. Dia hanya fokus pada satu hal, yaitu keluar dari kegelapan ini.
"Aku… kuat… aku bisa… keluar," ucapnya lirih, mencoba memotivasi dirinya sendiri.
Di setiap langkahnya terasa berat, tetapi Kevin terus berusaha untuk bisa naik keatas. Dalam pikirannya, dia membayangkan dunia di luar jurang ini.
'Apa… ada lagi… makanan di atas sana?' pikirnya sambil menancapkan cakarnya lebih dalam ke dinding jurang.
Beberapa menit kemudian, akhirnya dia berhasil mencapai tepi jurang, dan lalu Kevin segera memanjat keluar dengan susah payah. Setelah itu, dia berdiri dan mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.
Di depannya saat ini hanya terdapat hamparan batu besar dan kecil, diselingi oleh stalaktit yang menjulang tajam di langit-langit ruangan gua. Udara di sini terasa lebih berat, tetapi Kevin tidak memedulikannya.
"Tempat… ini sangat… besar," gumamnya sambil melangkah pelan.
Setiap langkah yang dia pijakan menimbulkan suara berderak karena batu-batu kecil yang terinjak oleh kakinya. Di kejauhan, dia bisa melihat lubang-lubang besar yang tersebar di berbagai sudut ruangan yang entah dari mana datangnya.
"Aku… harus… jalan… terus…" katanya sambil berjalan lebih jauh.
Langkah demi langkah, Kevin merasa dirinya ditarik oleh sesuatu. Aroma manis yang tadi telah memudar kini digantikan oleh rasa penasaran yang aneh dalam hatinya.
Tiba-tiba, dia melihat sebuah gua kecil yang mengarah ke bawah. Gua itu terlihat berbeda dari yang lain. Letaknya tidak di dinding seperti gua yang ada di jurang sebelumnya, melainkan di tanah yang dia gunakan sebagai pijakan. .
"Gua ini… aneh," ucapnya dengan suara pelan.
Kemudian, karena penasaran Kevin mendekati gua itu. Dengan cakar kanannya, dia menyentuh dinding di sekitarnya. Dan saat cakarnya menyentuh permukaan dinding, dindingnya terasa lembap dan licin, hingga membuatnya harus lebih berhati-hati.
Sambil berpegangan pada dinding di sekitarnya, dia mulai masuk ke dalam gua tersebut dengan hati-hati. Langkahnya pelan dan penuh kewaspadaan, sementara itu ada suara gemericik air yang terdengar samar dari dalamnya.
Drip… drip…
"Aku… harus… hati-hati…" katanya, lebih kepada dirinya sendiri.
Saat dia sudah berada di tengah jalan, tiba-tiba ada suara keras yang menggema dari dalam gua tersebut.
BOOM! CRASH!
Seketika, suara itu membuat Kevin berhenti di tempat dengan tubuhnya yang kaku. Dia kemudian mencoba untuk mendengarkannya lebih seksama. Dan saat suara itu terdengar lagi, suara itu mirip seperti sesuatu yang besar dan sedang bertarung.
'Ini… suara apa?' pikirnya bersamaan dengan jantungnya yang mulai berdegup lebih cepat.
Untuk sesaat, Kevin merasa ragu untuk melanjutkan perjalanannya ini untuk menuju ke dalam gua ini. Karena dia tahu betul kalau suara tersebut pasti berasal dari monster, dan pasti dari monster yang sangat berbahaya.
"Aku… pergi… atau… lihat?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Seketika ada rasa takut yang mulai merayap di hatinya. Dia tahu, kalau suara seperti itu hanya bisa berasal dari sesuatu yang sangat kuat, mungkin monster besar. Namun, di sisi lain, rasa penasarannya mengalahkan segalanya.
'Jika… ini… bahaya… aku bisa… lari,' pikirnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
Setelah beberapa saat, Kevin akhirnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ini. Kemudian, dia mulai berjalan dengan hati-hati sambil terus menempelkan tubuhnya ke dinding untuk menghindari bahaya yang mungkin datang kepadanya.
Dan saat dia mencapai ujung gua, pemandangan yang luar biasa besar langsung terbentang di hadapannya. Ruangan itu begitu luas, dengan stalaktit raksasa bergantung di langit-langit. Namun, stalaktit itu bergoyang dengan keras, seolah-olah bisa jatuh kapan saja karena getaran yang sedang terjadi di dalam ruangan tersebut.
Di sisi-sisi ruangan, Kevin juga melihat ada kristal hitam besar yang memancarkan cahaya redup. Kristal-kristal itu tampak seperti tumbuh langsung dari tanah, dan membuat suasana ruangan terasa semakin misterius.
Namun, mata Kevin akhirnya tertuju pada empat manusia yang sedang bertarung di tengah ruangan. Tiga dari mereka mengenakan baju besi lengkap, dengan satu di antara mereka yang membawa senjata besar, sementara satu orang mengenakan jubah merah dan memegang tongkat dengan tiga kristal, yaitu kristal kuning, cokelat, dan merah yang bersinar terang di ujung tongkatnya.
"Manusia?" bisiknya, penuh kebingungan.
Saat ini Kevin sangatlah terkejut karena dia belum pernah melihat manusia dari saat pertama kali dia terbangun. Namun, perhatian Kevin segera beralih ke makhluk yang sedang mereka lawan.
Di depan mereka, berdiri seekor monster raksasa dengan dua kaki. Tubuhnya dipenuhi sisik yang berkilauan seperti logam, giginya besar dan tajam, dan ekornya yang panjang menghantam tanah dengan keras.
BRUAKK! BRUAKK!
Suara gemuruh dari ekor monster itu membuat ruangan bergetar dengan cukup kuat. Dan di tengah-tengah kejadian itu, sejenak Kevin menahan napasnya, dengan tubuhnya yang menegang.
"Monster itu… sangat besar," gumamnya, dengan tatapan yang hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya ini.
Tiba-tiba, monster itu membuka mulutnya lebar-lebar. Kemudian, dengan cepat ada api merah yang menyala dan berkumpul di dalam mulutnya, lalu siap untuk diluncurkan kapan saja.
"Jaga diri kalian! Monster itu akan melakukan serangan." teriak salah satu kesatria yang membawa pedang besarnya, suaranya terdengar jelas meskipun di sana lumayan bising.
Setelah melihat kalau monster itu akan meluncurkan serangan yang dahsyat, penyihir yang ada di antara mereka segera mengangkat tongkatnya.
"~FLAME BARRIER~!" serunya, dan setelah itu terciptalah sebuah perisai besar yang bersinar terang yang seketika langsung mengelilingi mereka.
BOOOOM!
Semburan api dari monster itu langsung menghantam perisai tersebut dengan dana keras, hingga membuat seluruh ruangan yang ada di sana bergetar. Hal itu juga membuat stalaktit di atas mulai jatuh satu per satu lalu menghantam lantai dengan suara keras.
DUARR! DUARR! DUARR!
Akan tetapi, perisai yang penyihir itu gunakan tidaklah bertahan lama dari serangan dahsyat monster itu. Perisai tersebut mulai retak dan terus retak hingga membuat suasana menjadi mencengkam.
"Kita… tidak akan bertahan lama!" teriak salah satu kesatria dengan ekspresi ketakutan.
Lalu, salah seorang dari mereka, yang membawa pedang besar mulai melangkah maju. Dia kemudian mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, lalu melemparkannya langsung ke arah monster itu dengan kecepatan yang luar biasa.
"Rasakan ini!" serunya.
Pedang itu langsung terbang dengan kecepatan tinggi, lalu menghantam mulut monster secara langsung dan menghentikan semburan apinya.
TANG!
"Ayo, serang sekarang!" teriak kesatria yang melemparkan pedang besarnya tadi, untuk segera memanfaatkan momen itu untuk menyerang.
Saat ini, di balik batu tempatnya bersembunyi, Kevin memandang mereka semua dengan mata yang terbuka lebar. Dia tidak bisa sedikit pun memalingkan pandangannya dari pertempuran itu.
'Mereka… kuat. Tapi… apa mereka… bisa menang dari monster yang sangat besar ini?' pikirnya.
Untuk pertama kalinya, Kevin merasa bingung dengan apa yang harus dia lakukan di situasi seperti ini. Di satu sisi, dia ingin tetap bersembunyi dan menghindari bahaya. Namun, di sisi lain, ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya ingin membantu mereka, para manusia itu.
"Aku… apa… yang harus… aku lakukan?" gumamnya, suara hatinya semakin tak menentu.