Chereads / REVITER / Chapter 21 - JURANG

Chapter 21 - JURANG

Sebelum melompat ke dalam jurang tersebut, Kevin terlebih dahulu menatap jurang di depannya. Udara di sekitarnya terasa dingin dan lembap, membuat tubuhnya sedikit gemetar saat berdiri di sana. Namun, rasa lapar yang menggerogoti tubuhnya jauh lebih kuat dari ketakutan akan kedalaman jurang itu. Dia lalu mulai mengepalkan kedua cakar besarnya dan memantapkan tekadnya untuk melompat.

"Aku… harus… mencari makanan," gumamnya dengan suara yang pelan.

Kemudian, dia mulai melangkah mundur beberapa langkah kebelakang, lalu dia menarik napas panjang, lalu mengayunkan tubuhnya ke depan dengan kekuatan penuh.

Wussshhh!

Udara yang menusuk dengan rasa dingin seketika langsung menerpa tubuhnya saat dia melompat ke dalam jurang tersebut.

Saat tubuhnya melayang di tengah kegelapan, Kevin merasakan angin yang semakin kencang yang terus menghantam wajahnya. Pandangannya pun di buat kabur oleh angin yang bertiup ke arahnya, tetapi aroma manis itu tetap membimbingnya untuk terus mendekat.

"Aku… akan… temukan…" katanya dengan suara bergetar.

Ketika dia mulai merasa terlalu cepat meluncur ke bawah, Kevin segera menancapkan cakarnya yang tajam ke arah dinding jurang.

Kraakk!

Suara dinding yang terkoyak seketika bergema di jurang tersebut, debu dan serpihan batu juga mulai berhamburan di sekitarnya. Cakar Kevin menancap dalam dan memperlambat lajunya hingga akhirnya dia berhenti bergelantungan di tengah dinding jurang.

Dengan napas yang berat, dia mulai terlihat memandangi sekelilingnya. Dinding jurang yang kasar dan gelap membentang tanpa ujung, tetapi aroma manis itu terasa semakin dekat saat di cium oleh hidupnya.

"Aku… sudah… dekat…" bisiknya sambil menarik napas panjang.

Setelah itu, Kevin mulai memeriksa dinding di sekitarnya dengan saksama. Tidak berselang lama, matanya yang tajam menangkap sebuah gua kecil di sisi kiri dinding, tidak jauh dari tempatnya bergelantung.

"Itu… di sana…" ucapnya dengan perlahan.

'Tapi aku harus hati-hati untuk kesana,' pikirnya sambil menggeser tubuhnya.

Dengan perlahan, Kevin memindahkan cakar kanannya ke titik yang lebih tinggi, lalu menarik tubuhnya. Kemudian, dia mengulangi gerakan itu dengan cakar kirinya, memanjat dinding jurang menuju gua kecil yang ada di kirinya itu.

Krakk… krakk…

Suara cakarnya yang terus mencabik-cabik batu terdengar sangat jelas, dan menggema di jurang yang sepi.

"Aku harus… bisa…" ucapnya pelan, meyakinkan dirinya sendiri.

Setiap gerakan yang di ambilnya terasa berat, tetapi aroma manis itu membuat semangatnya tetap terjaga.

'Tapi, apakah ini… makanan? Atau hanya imajinasi?' pikirnya sambil terus bergerak maju.

Setelah beberapa menit, dia akhirnya tiba di mulut gua kecil itu. Napasnya terengah, tetapi rasa lapar yang mendorongnya lebih kuat dari rasa lelah yang dia rasakan.

"Ini… tempatnya…" katanya sambil mengintip ke dalam gua tersebut.

Aroma manis itu semakin menyengat saat dia sudah mulai memasuki gua tersebut. Gua tersebut sempit, tetapi cukup untuk tubuhnya yang besar lewat. Kemudian, Kevin melangkah perlahan di dalam gua tersebut, sambil mencengkeram dindingnya untuk menjaga keseimbangan dari tubuhnya.

"Baunya… semakin kuat." ucapnya sambil mengendus udara di sekitar.

Setelah beberapa langkah ke depan, dia akhirnya melihat sesuatu yang membuatnya tertegun dengan seketika.

"Banyak…" bisiknya pelan.

Di hadapannya saat ini, terdapat tumpukan bulatan sebesar tangannya yang tampak seperti buah. Warnanya emas mengkilap, memancarkan cahaya lembut seperti madu. Di sekitar buah-buah itu, dedaunan kering berwarna cokelat berserakan, tetapi Kevin tidak terlalu memperhatikan itu.

"Makanan… Aku… harus segera… makan" gumamnya sambil mendekati tumpukan buah itu.

Dengan tangan besar dan cakarnya yang tajam, dia langsung mengambil salah satu dari buah itu. Saat dia menciumnya, aromanya begitu manis hingga membuat mulutnya berair.

"Ini… wangi…" katanya pelan, sambil menatap buah itu dengan mata yang penuh harap.

Tanpa ragu-ragu lagi, Kevin langsung membuka mulutnya yang dipenuhi gigi tajam dan menggigit buah itu.

Crookk!

Begitu dia makan, daging buahnya yang lembut meledak di mulutnya, memberikan rasa manis yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Cairan emas dari buah itu mengalir, menetes ke tanah.

"Enak…" katanya dengan suara yang masih terbata-bata. "Aku… suka… ini."

Kemudian, dia langsung mengambil buah lain dan memakannya dengan lahap.

Crookk… crookk!

Suara buah yang dikunyah bercampur dengan suara tetesan cairan dari buah itu yang menetes ke tanah. Saat sedang memakan buah tersebut, Kevin sudah tidak peduli pada apa pun yang di sekitarnya. Dia hanya fokus pada rasa manis yang memenuhi mulutnya, dan menghilangkan rasa lapar yang menyiksa ini.

"Lebih… aku… butuh… lebih," katanya sambil mengambil buah lainnya.

Setelah beberapa menit, Kevin duduk di lantai gua dengan sisa-sisa buah berserakan di sekitarnya. Perutnya kini terasa lebih nyaman, meskipun dia tahu rasa laparnya belum sepenuhnya hilang hanya karena memakan buah.

"Aku… harus… cari… lagi," gumamnya sambil menatap buah-buah yang tersisa.

Namun, pikirannya sekarang mulai dipenuhi pertanyaan.

'Kenapa… tempat ini kosong? Tidak ada… monster lain?'

Untuk sejenak, dia menatap ke arah pintu masuk gua, tubuhnya yang besar menghalangi sebagian besar cahaya dari luar.

'Apakah… mereka takut padaku?' pikirnya, sambil mengingat tulang-tulang yang dia temukan sebelumnya.

Lalu, setelah perutnya sedikit kenyang, Kevin menghela napas panjang. Dia tahu perjalanannya belum selesai. Masih banyak yang harus dia cari, masih banyak yang harus dia pahami tentang tempat ini, tentang tubuhnya, dan tentang energi sihir yang dia miliki.

"Perut… kenyang…" katanya sambil bangkit. "Tapi… aku… terus…"

Kevin kemudian melangkah keluar dari gua tersebut dan sambil memandang jurang gelap di depannya. Napasnya yang berat mulai menggema, sementara aura hitam pekat dari tubuhnya terus menjalar di area sekitarnya dan semakin kuat, membuat tanaman di dekatnya hancur menjadi debu.

Namun, dia tetap tidak menyadari apa yang sebenarnya sedang terjadi di sekitarnya. Di pandangannya semua nampak seperti biasa biasa saja.