Setelah melewati pintu besar tersebut, Kevin mulai melangkahkan kakinya perlahan ke dalam ruangan gua yang cukup luas. Langkahnya terdengar menggema lembut di antara dinding-dinding batu yang dingin dan lembap di sekitarnya. Lalu, udara yang ada di sekitarnya terasa sedikit pengap dan juga dipenuhi aroma tanah basah serta tumbuhan liar.
Di sekitarnya saat ini, juga terlihat ada jamur-jamur besar dengan topi lebar berwarna ungu dan biru gelap, yang mana jamur-jamur itu terlihat menjulang tinggi di sudut-sudut ruangan gua tersebut, sambil terlihat mengeluarkan sedikit cahaya yang menyala redup.
Dinding gua di sana dipenuhi dengan tanaman merambat yang menjalar tak teratur, akar-akar yang menggantung dari atas seakan menambah kesan tidak nyaman dan sedikit menyeramkan baginya. Selain itu, ada juga kristal-kristal berwarna kuning dan merah yang tertanam di beberapa sisi dinding, dan memantulkan cahayanya juga. Namun, Kevin hanya melirik sekilas pada kristal-kristal itu.
'Tidak ada kristal hitam di sini,' pikirnya, dengan nada yang sedikit kecewa. 'Apa mungkin aku harus mencari lebih jauh lagi? Dan juga, kalau aku terus menunggu di sini, mungkin aku tak akan pernah menemukannya.'
Dengan perlahan, Kevin menarik napasnya untuk menguatkan dirinya agar bisa melangkah lebih jauh ke dalam gua yang ada di depan sana. Memang, dia tahu risikonya akan semakin besar jika dia melangkah lebih jauh lagi, tapi saat ini dia sangat membutuhkan kristal hitam yang akan dia gunakan untuk membuat lingkaran sihir.
Dengan sangat hati-hati, dia mulai melangkah ke lorong panjang yang ada di depannya. Sementara itu, lorong itu terlihat masih sama seperti sebelumnya, yang berkelok-kelok dan semakin gelap seiring dia bergerak lebih dalam. Kini Kevin semakin waspada dengan pandangannya yang awas, memperhatikan setiap gerakan dan setiap bayangan yang bisa saja muncul dari balik dinding batu.
Tap… tap… tap…
Langkah kakinya terus bergema di permukaan dinding batu, hingga menambah kesan sunyi di sepanjang lorong gua yang dingin tersebut. Namun Kevin tetap dan terus bergerak dengan pelan, sambil terus waspada akan setiap sudut di sekitarnya, siapa tahu ada monster lain yang mengintain dirinya dari kegelapan. Tapi di dalam hatinya, dia masih terus berharap bisa menemukan kristal hitam yang dicarinya tidak lama lagi.
Setelah beberapa saat berjalan, akhirnya lorong gua mulai terang di ujungnya. Kevin melangkah keluar dari lorong tersebut, dan di hadapannya terbentang pemandangan yang masih dia ingat dengan jelas. Sebuah lubang besar yang sangat dalam terhampar di depannya, menampakkan dasar yang gelap dan di penuhi dengan monster monster dengan berbagai jenis.
Di bawah sana, ada monster-monster besar dengan bentuk yang beragam. Beberapa memiliki tubuh menyerupai laba-laba raksasa, dengan kaki-kaki panjang yang menempel ke dinding gua, seolah-olah monster itu sudah siap untuk mencengkeram siapa saja yang berani mendekat.
Ada juga monster yang berwujud ular besar dengan sisik hitam yang berkilauan, dan terlihat sedang melingkar di salah satu batu besar, mengintai sekitarnya dengan mata yang bersinar tajam. Sementara itu, monster-monster kecil berkeliaran di permukaan tanah, ada yang seperti tikus besar berwarna abu-abu, ada juga yang berbulu tebal dengan mata merah menyala.
'Banyak sekali monster di sini,' pikir Kevin. 'Tapi… di mana kristal hitam itu? Mengapa aku begitu sulit untuk menemukannya?'
Kemudian dia berjongkok fan bersembunyi di balik batu besar yang ada di dekatnya. Dengan matanya yang terus mengamati setiap sudut di sekelilingnya, dia berharap bisa menemukan kristal hitam di antara semua kegelapan dan monster-monster yang ada.
Untuk sesekali, dia juga memandang ke arah atas, berharap melihat sesuatu yang berbeda di sana, tapi tak ada tanda-tanda dari kristal hitam di sana. Seketika rasa frustasi mulai mengisi hatinya setelah mengamati sekelilingnya tanpa hasil apapun.
'Kristal hitam ini benar-benar seperti hilang ditelan tanah.' keluhnya dalam hati. 'Aku sudah mencarinya sampai sejauh ini, tapi tetap saja belum menemukannya.'
Saat Kevin sedang tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba dia mendengar suara aneh dari arah belakangnya. Suara itu seperti suara langkah kaki berat yang menghentak-hentak di atas tanah, dan terdengar semakin mendekat dengan cepat kearahnya.
Dum… dum… dum…
Setelah itu dia segera berbalik, dan di sana tepat di belakangnya, terlihatlah ada seekor monster besar dengan tiga tanduk yang mencuat dari kepalanya. Tubuhnya mirip badak, tetapi jauh lebih besar dan berotot, dengan kulit kasar berwarna abu-abu tua yang tampak keras seperti batu. Mata merahnya menatap tajam ke arah Kevin, penuh amarah dan siap untuk menyerang.
Sebelum Kevin sempat bereaksi, monster itu langsung menyeruduknya dengan sangat keras.
Brak!
Serangan mendadak itu membuat Kevin terlempar jauh, tubuhnya menghantam bebatuan di belakangnya hingga batu-batu itu pecah berantakan. Kemudian Kevin terjatuh, terguling-guling, dan akhirnya terseret ke tepi lubang besar tersebut.
Dia hanya bisa melihat sekilas lubang hitam di bawahnya, sebelum tubuhnya benar-benar jatuh ke dalamnya. Udara dingin seketika langsung menyapu tubuhnya saat dia terjun ke dalam kegelapan.
Wushhh…
Perlahan, bayangan monster-monster di dasar lubang itu mulai terlihat makin jelas di matanya. Dalam situasi tersebut, Kevin terus berusaha untuk tetap tenang sambil mempersiapkan diri untuk apa pun yang mungkin menunggunya di bawah sana.
Bruakk!
Saat tubuhnya menyentuh dasar lubang yang gelap itu, Kevin merasakan goncangan kuat yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Kemudian, dengan cepat dia berusaha bangkit dengan perlahan, tapi tak sempat untuk melihat sekelilingnya, ada segerombolan monster yang sudah berlari dan mengerumuninya dari segala arah.
Tubuh mereka besar dan penuh otot, dengan cakar panjang mencengkeram tanah. Sebagian tampak seperti campuran hewan buas dengan tanduk runcing dan sisik yang menyelimuti tubuh mereka, sementara yang lain memiliki rahang besar yang dipenuhi gigi-gigi yang tajam.
Grrr…
Suara geraman seketika langsung memenuhi udara yang ada. Monster-monster itu kemudian mulai bergerak cepat, dengan langkah berat dan mata tajam yang memancarkan rasa lapar yang mengerikan.
Kevin, yang kini hanya memiliki satu tangan merasakan kalau detak jantungnya berdetak semakin cepat. Dengan napas yang sedikit tertahan, dia segera melangkah mundur, berharap ada celah untuk melarikan diri dari sana. Namun, monster-monster itu semakin mendekat kearahnya, seolah-olah tak membiarkannya pergi tanpa luka.
'Aku harus segera pergi dari sini. Dan dengan kondisi tubuh ku yang seperti ini, aku tidak akan bisa melawan mereka ataupun bertahan di tempat seperti ini. Aku harus segera naik ke permukaan lagi,' pikir Kevin sambil menatap ke sekelilingnya.
Saat Kevin tengah berlari dengan sekuat tenaga, tiba-tiba ada sebuah serangan yang tertuju kepadanya dari arah belakang.
Dan dengan gerakan yang lincah, Kevin menghindar ke kanan, tepat saat cakar besar salah satu monster mengayun ke arahnya. Serangan itu hanya menyisakan goresan besar di tanah, namun cukup untuk mengingatkannya betapa cepat mereka bergerak untuk mengejarnya.
Lalu, Kevin kembali menghindar lagi dari serangan yang kedua, dan kali ini dia melompat mundur dan berusaha menjauh dari serangan demi serangan yang terus datang bertubi-tubi.
Srak! Srak! Srak!
Tanah yang ada di bawahnya terus tergores cukup dalam oleh cakar cakar monster lainnya. Namun , hal itu tak cukup untuk membuat Kevin berhenti untuk menghindar. Dia terus saja menghindari setiap serangan itu dengan langkah yang cepat, namun keadaannya makin sulit kalau terus begini.
Untuk beberapa saat, dia juga terlihat sedang menepis beberapa serangan dengan tangan kanannya, sambil berusaha menahan cakar tajam yang terus menghampirinya. Meski dirinya sudah beradaptasi dengan tubuh monsternya dan menjadi lebih kuat, kehilangan satu tangan tetap membuatnya tak bisa bertarung dengan seimbang.
'Cih… hal yang ku bisa sekarang hanyalah mengindari serangan mereka,' gumamnya dalam hati, saat serangan demi serangan melesat ke arahnya. 'Jika aku melawan sekarang, mereka akan langsung menghancurkanku.'
Di sela-sela banyaknya serangan yang datang, Kevin berlari ke arah yang lebih terbuka dari sebelumnya yang di penuhi oleh bebatuan, sambil berharap bisa menemukan tempat untuk bersembunyi.
Tetapi monster-monster itu tidak memberinya kesempatan sedikitpun, mereka terus mengepung dan mengejarnya dengan keganasan yang makin meningkat. Kevin bisa merasakan tiap langkah berat mereka menghantam tanah yang ada di belakangnya, hingga membuat udara bergetar.
Dum… dum… dum…
Dia berlari secepat yang dia bisa untuk menjauh dari para monster yang sedang mengejarnya, dan sambil mencoba untuk menghindari serangan dari monster-monster itu yang terus mengejarnya. Sesekali, dia bersembunyi di balik batu-batu besar yang tertanam di sana, berharap mereka kehilangan jejaknya.
Namun, monster-monster itu dengan cepat menemukan keberadaannya, mengendus dan kembali menyerang. Di saat itu Kevin semakin terjepit, dan juga hampir kehabisan tenaga.
'Bagaimana aku bisa keluar dari sini?' pikirnya yang hampir putus asa. 'Aku harus terus bertahan, setidaknya sampai menemukan tempat aman.'
Dengan susah payah, dia mengatur napas dan terus melangkah mundur, berusaha tetap fokus di tengah kepungan monster yang semakin banyak. Saat dia mulai kelelahan, tiba-tiba dia melihat sebuah gua kecil di pinggiran dinding lubang besar tersebut. Gua itu terlihat cukup sempit yang mungkin saja tidak cukup besar untuk dilewati oleh para monster-monster besar ini.
Tanpa pikir panjang, Kevin segera berlari ke arah gua tersebut sambil terus menghindari cakar tajam yang hampir menggores punggungnya. Dia melesat dengan cepat, melompati batu-batu yang menghalangi jalannya, hingga akhirnya mencapai mulut gua. Sesampainya di sana, Kevin langsung masuk dengan cepat, lalu bersandar pada dinding batu yang dingin.
Para monster yang sebelumnya sempat mengejarnya, tidak bisa masuk kedalam sana karena ukuran tubuh mereka terlalu besar untuk bisa memasuki gua yang sempit itu. Mereka menggeram di luar, mencakar dinding gua dengan penuh amarah, namun Kevin aman di dalam sana untuk saat ini.
Untuk sesaat, dia menutup matanya sambil merasakan sedikit ketenangan di tengah hiruk-pikuk yang baru saja terjadi. Beberapa saat kemudian di dalam gua yang sempit dan gelap, Kevin bergerak perlahan menjauhi pintu masuk tersebut. Setiap langkah yang diambilnya terasa berat, dan napasnya semakin terasa sesak seiring berjalannya waktu.
Sambil terus melangkah, dia mulai menyadari bahwa tubuhnya tak hanya kelelahan, tetapi juga terluka cukup parah. Saat ini di tubuhnya terdapat beberapa goresan yang menganga di kulitnya yang mulai mengeluarkan darah. Dan hal itu membuat tubuhnya menggigil sedikit, bukan karena rasa dingin, tetapi karena nyeri yang perlahan menyebar di setiap inci tubuhnya. Namun, dia terus menahan rasa sakit itu dan berusaha sekuat tenaga untuk tetap melangkah maju.
'Aku tidak boleh menyerah di sini,' pikirnya dengan tekad kuat. 'Jika aku berhenti sekarang, aku mungkin takkan pernah menemukan jalan keluar dari tempat yang aneh ini.'
Tes… tes… tes…
Darah segar terlihat terus menetes dari tubuhnya, membuatnya sedikit terhuyung karena semakin banyaknya luka yang dirasakannya. Namun, dia terus berjalan dengan tekad yang tak tergoyahkan untuk menyusuri lorong-lorong gua yang semakin gelap dan sempit.
Di antara langkah-langkahnya yang pelan, dia terus mencari-cari suatu seperti tanda, berharap ada seseorang yang dapat menyelamatkannya dari situasi ini, tapi hal itu sudah pasti tidak mungkin.
Kemudian, di kejauhan tampak ada kilasan cahaya kecil yang memantulkan sinar di dinding gua. Dengan jantung yang berdegup cepat, Kevin mendekati kilasan itu, sambil berharap dengan cemas bahwa yang dia lihat bukan sekadar ilusi atau pantulan dari batu biasa.
Saat akhirnya dia tiba di depan kilasan cahaya itu, matanya langsung berbinar-binar. Batu itu adalah kristal hitam yang merupakan batu kristal yang dia cari-cari sejak tadi. Batu yang menjadi bahan utama untuk membuat lingkaran sihir. Batu itu bersinar lemah di bawah sana, tetapi cukup bagi Kevin untuk menyadari bahwa harapannya belum pupus.
'Akhirnya... ketemu juga,' bisiknya dalam hati dan merasa lega.
Dengan cepat, Kevin meraih kristal hitam itu menggunakan tangan kanannya yang tersisa. Dia menggenggamnya dengan erat, lalu menarik batu tersebut dengan sekuat tenaga. Meskipun tenaganya hampir habis dan tubuhnya terasa berat, dia tidak mengendurkan usahanya sama sekali.
Satu-satunya tangan yang dia miliki kini berusaha sekuat mungkin untuk mengeluarkan batu kristal itu dari sela-sela batuan tempatnya terselip. Darah yang terus keluar semakin membasahi tubuhnya seiring dia berusaha, namun tekadnya tak surut sedikitpun.
Krak... krak...
Kristal hitam itu akhirnya berhasil lepas dari tempatnya, dan Kevin segera menghela napas panjang, merasakan kelegaan yang amat dalam. Kemudian dia mengamati kristal tersebut dengan tatapan penuh rasa syukur setelahnya. Batu itu terasa hangat dalam genggamannya, seperti memberi kekuatan yang baru pada tubuhnya yang hampir tak bertenaga ini.
Namun, saat pikirannya kembali pada kenyataan yang ada di hadapannya, dia sadar ada satu tantangan besar yang menantinya. Bagaimana cara dia keluar dari tempat ini tanpa melewati para monster yang berkumpul di depan? Dia tahu betul bahwa kembali ke arah pintu besar sebelumnya sama saja dengan mengundang bahaya yang lebih besar lagi. Tak hanya kemungkinan kehilangan anggota badan lagi, dia bisa saja berakhir dengan kematian kalau memaksakan tubuhnya yang sudah seperti ini untuk bertarung.
'Aku tak bisa kembali ke sana,' pikir Kevin. 'Kalau aku ingin selamat, aku harus mencari jalan lain.'
Untuk sejenak Kevin terdiam, berusaha memikirkan solusi lain yang bagus untuknya. Setelah beberapa saat berpikir, dia memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya ke depan, untuk menyusuri lorong-lorong gua yang belum pernah dilalui olehnya.
Di dalam hatinya dia sangat berharap, kalau ada jalan yang bisa mengantarkannya keluar tanpa harus menghadapi monster-monster itu di depan sana. Meski keputusan ini cukup berisiko bagi dirinya, tapi itu adalah satu-satunya pilihan yang bisa dia lakukan sekarang.
'Aku harus berani maju,' katanya dalam hati. 'Meski aku tak tahu apa yang ada di depan, aku tak boleh menyerah begitu saja.'
Dengan sisa tenaga yang ada, dia kembali berjalan dan kali ini sedikit lebih cepat dari sebelumnya. Langkah-langkahnya makin mantap, seolah-olah dia siap menghadapi apapun yang ada di depannya.
Namun, saat sudah berjalan beberapa puluh langkah, dia tiba-tiba terhenti, dan di depannya saat ini ada sebuah dinding batu besar yang menghalangi jalannya. Lorong itu buntu dan tak ada jalan lain untuk melanjutkan perjalanan.
'Tidak... ini tidak mungkin...' pikir Kevin dengan jantungnya yang berdegup keras. 'Jalan ini... jalan buntu?'
Dia terdiam di tempat dan tak tahu harus berbuat apa lagi pada saat saat seperti ini. Seperti kehilangan arah dan harapan, Kevin hanya bisa menatap dinding batu itu dengan pandangan mata yang kosong. Dia merasa terjebak, dan rasa takut perlahan mulai merayap dalam pikirannya. Lalu, dari kejauhan terdengarlah suara-suara mengerikan yang masih ada.
Bruakk! Bruakk! Srak!
Suara geraman, hantaman keras, dan cakaran yang menggali dinding terdengar semakin jelas. Para monster itu masih berusaha untuk mengejarnya, bahkan menggeram penuh amarah dari luar gua. Di saat itu, Kevin merasakan tubuhnya menggigil sedikit setelah mendengar suara-suara itu. Meskipun dia tahu mereka tak bisa masuk ke dalam gua sempit ini untuk sementara waktu, suara itu sudah cukup untuk membuatnya merasa tak berdaya.
'Apa yang harus kulakukan?' bisiknya dengan hati yang berat. 'Jika aku bertahan di sini, mereka mungkin akan menemukan cara untuk masuk...'
Terdiam dan kebingungan, itulah yang Kevin lakukan setelah menyadari betapa kecilnya kemungkinannya untuk keluar dari situasi ini. Rasa putus asa mulai menguasai pikirannya, namun di sudut hatinya, dia tetap berharap ada keajaiban yang datang di tengah kegelapan ini.
Di tengah keheningan gua yang buntu, ide berbahaya pun seketika muncul di pikiran Kevin. Meski tahu risiko yang akan dihadapinya, dia tak punya pilihan lain. Rencana yang dia pikirkan adalah menggambar lingkaran sihir, sesuatu yang pernah dia baca dari buku-buku yang ada di ruangan sebelumnya.
Lingkaran sihir ini, jika itu berhasil akan membuat Kevin memiliki syaraf vena di tubuhnya, sehingga dia bisa menggunakan energi sihir. Energi ini akan menjadi senjatanya untuk menghadapi monster yang menunggu di luar sana.
Dengan tekad yang sudah bulat, Kevin mulai mengingat bentuk dan pola lingkaran sihir yang pernah dia lihat pada buku tersebut. Perlahan, dia membayangkan detail demi detail, mengingat setiap garis yang harus dia buat.
Tanpa alat apapun, dia tahu darahnya sendiri akan menjadi media untuk menggambar lingkaran ini. Dengan tangan kanannya yang tersisa, dia merogoh luka di tubuhnya dan mengumpulkan darah yang masih mengalir, lalu menundukkan badannya dan mulai menggambar di atas tanah.
Garis demi garis terbentuk di atas tanah gua yang keras itu, dan membentuk lingkaran yang rumit di sana. Simbol-simbol kecil yang dia gambar menghiasi tiap sudut dari lingkaran sihirnya, sementara lingkaran besar berada di tengah, mengelilingi simbol-simbol lainnya yang terlihat rumit namun teratur.
Tangannya bergetar untuk sesaat, tetapi Kevin tetap melanjutkannya, sambil memastikan setiap goresan yang telah dia lakukan tepat seperti yang dia ingat. Tiap sentuhan pada tanah terasa menyakitkan, tetapi dia berusaha mengabaikan rasa nyeri itu.
Clek... clek...
Darahnya menetes di tengah lingkaran, menambah warna merah di atas tanah yang suram. Seiring berjalannya waktu, garis-garis yang dia gambar itu semakin jelas, dan membentuk pola sihir yang semakin rumit dan penuh makna.
Ketika lingkaran itu akhirnya selesai, Kevin memandangnya dengan perasaan lega yang bercampur keraguan. Namun, ada satu masalah, yaitu dia hanya memiliki satu kristal hitam saja saat ini. Dan untuk mengaktifkan lingkaran sihir ini sepenuhnya, dia membutuhkan enam kristal hitam di setiap sisi lingkaran sihir tersebut.
'Sebentar, kristal ini cukup besar kalau di lihat lihat dan apakah aku bisa memecahnya menjadi enam bagian?' pikirnya dengan cemas.
Karena tak ada pilihan lain selain memecah kristal tersebut. Kevin mulai menatap kristal hitam di tangannya, lalu dia meletakannya di tanah dan langsung mengangkat tinjunya setelahnya. Dengan satu tangan yang tersisa, dia mulai meninju kristal itu.
Duk! Duk!
Kristal hitam itu terhantam dengan cukup keras, namun tak langsung pecah. Kemudian Kevin mengerahkan tenaga lebih banyak pada serangan berikutnya, meski tubuhnya sudah sangat kelelahan.
Krak!
Akhirnya, kristal itu retak dan terpecah menjadi dua bagian. Tapi hal itu masihlah belum cukup dan Kevin langsung menarik napasnya dalam-dalam lagi, lalu kembali meninjunya.
Duk! Krak!
Tiap pukulannya membuat kristal itu semakin pecah hingga akhirnya menjadi tiga, empat, lima, dan akhirnya enam bagian kecil yang kasar namun cukup sempurna untuk ditempatkan di sisi lingkaran sihir.
Dengan hati-hati, dia meletakkan potongan-potongan kristal tersebut di sisi-sisi lingkaran. Setiap kali dia menempatkan kristal tersebut, ada sebuah getaran kecil yang terasa di udara, seolah ada energi yang mulai mengalir dari lingkaran itu.
Setelah menempatkan kristal terakhir, cahaya hitam samar mulai muncul di sekitar lingkaran, dan langsung membungkus garis-garis merah yang terbuat dari darahnya.
Seketika garis-garis merah yang ada di lingkaran sihir perlahan berubah menjadi hitam pekat. Lalu energi sihir mulai terlihat mengalir deras dari arah kristal hitam tersebut, dan mengubah warna darah menjadi hitam.
Setelahnya, Kevin menatap lingkaran itu dengan hati yang berdebar-debar. Rasa ragu mulai menyelinap dalam pikirannya, tetapi tak ada waktu lagi untuk meragukan ide yang telah di buatnya ini.
'Jika ini berhasil... aku akan punya kekuatan untuk melawan… dan mendapatkan kekuatan sihir,' pikirnya dengan tekad yang bulat. 'Tapi jika gagal... mungkin ini adalah akhir dari segalanya… akhir dari kehidupan ku yang kedua ini.'