Setelah beberapa menit terbenam dalam bacaannya, Kevin mulai menyadari sebuah kebenaran yang menyakitkan baginya. Dia, yang saat ini merupakan seekor monster, ternyata tidak bisa menggunakan energi sihir sama seperti yang ada di dalam buku.
Dan seketika hal itu membuat mata merah monsternya menatap tajam ke halaman buku yang dipegangnya. Kata-kata di situ terasa seperti pukulan yang menyakitkan untuknya.
'Jadi, aku tidak akan pernah bisa belajar sihir? Dan hal itu karena aku monster?' pikirnya, dengan perasaan penuh kekecewaan yang mendalam.
Kemudian, suara lembut di dalam hatinya mulai meredup bersama dengan munculnya perasaan kecewa, seperti nyala api kecil yang perlahan mulai padam.
'Ternyata, karena hanya karena aku tidak memiliki saraf vena, aku tidak akan bisa mengunakan sihir seperti makhluk hidup lainnya. Padahal, aku sudah sangat berharap... membayangkan diriku bisa mengeluarkan sihir. Membayangkan menjadi monster kuat dengan kekuatan yang sangat luar biasa,' bisik hatinya penuh kesedihan. Namun, seolah harapan itu dipadamkan begitu saja.
Dengan berat hati, Kevin langsung menutup buku itu dan meletakkannya kembali. Dia juga merasa kalau semua semangatnya perlahan menghilang dari dalam dirinya, tenggelam bersama harapannya yang sirna. Namun, saat dia bangkit untuk pergi, matanya tertuju pada sesuatu yang berada di bawah meja yang tak jauh dari tempatnya. Sesuatu yang di lihatnya itu terlihat agak familiar baginya, dan dengan perlahan dia mulai mendekati benda itu, lalu menunduk untuk melihatnya lebih dekat.
Ternyata di sana ada sebuah buku yang sangat mirip dengan kumpulan buku yang sudah dia baca sebelumnya, tapi entah kenapa buku ini terlihat sedikit berbeda. Tanpa pikir panjang, dia langsung mengulurkan tangannya untuk meraih buku itu dan menyadari bahwa buku ini lebih tipis dari yang di bacanya sebelumnya. Karena rasa penasaran yang seketika muncul, Kevin langsung membuka sampulnya.
Setelah Kevin membuka sampulnya di sana terdapat tulisan dengan bahasa yang sama seperti yang dia baca sebelumnya, namun tulisan tersebut langsung membuatnya terkejut setelah dia membacanya.
'Cara agar monster bisa memiliki saraf vena!' pikirannya.
Dengan seketika, kevin tertegun setelah membaca judul dari buku tersebut.
'Apa? Buku ini…' pikirnya, yang masih terkejut dan tidak percaya pada yang di bacanya barusan itu.
Mata merahnya menatap tajam pada judul tersebut. Judul yang tampak tidak mungkin nyata untuk di percaya, namun kini buku itu ada di depan matanya.
'Bagaimana bisa ada buku seperti ini di sini? Bukankah monster memang tidak punya saraf vena?' pikirnya, penuh dengan rasa penasaran yang bercampur aduk.
Perasaan aneh seketika langsung membanjiri hati kecilnya, dan bersamaan dengan itu ada secercah harapan yang muncul, tapi juga ada keraguan di dalam hatinya. Namun, rasa ingin tahunya mengalahkan semua kecurigaan yang mungkin ada pada buku tersebut.
'Mungkin… mungkin ini bisa menjadi jawabanku dan hanya mungkin… mungkin ini bisa membatu ku juga,' pikirnya.
Setelah itu, Kevin langsung membuka halaman demi halaman dengan cepat, matanya bergerak cepat mengikuti setiap kata yang tertulis di sana. Karena dia ingin secepatnya untuk mencari bagian yang menjelaskan tentang cara agar monster dapat memiliki saraf vena.
Namun, tiba-tiba, di tengah-tengah halaman ada sebuah gambar yang membuatnya berhenti untuk membolak-balikkan lembaran kertas tersebut.
Saat tangannya berhenti membolak-balikkan halaman buku tersebut, matanya memandang gambar tersebut dengan takjub dan sedikit takut. Di sana terdapat sebuah gambar lingkaran besar, yang penuh simbol-simbol aneh, dan tercetak jelas di sana.
'Jadi… lingkaran ini… yang bisa memberiku saraf vena?' pikir Kevin sambil menatapnya dan tak berkedip.
Kemudian, matanya menelusuri keterangan di sebelah gambar yang menjelaskan cara membuat lingkaran sihir tersebut. Setiap langkah dan bahan tertulis sangat rinci di sana.
Di sana disebutkan bahwa lingkaran sihir itu membutuhkan kapur, darah, atau energi sihir untuk membentuk garis-garisnya. Seketika Kevin langsung menghela napasnya perlahan karena dia menyadari kalau dirinya tak punya kapur, apalagi energi sihir. Lalu pilihannya hanya ada satu saat ini.
'Kalau begitu… aku harus menggunakan darahku sendiri untuk membentuk garis-garis yang mirip seperti lingkaran sihir ini,' pikirnya dengan tekad yang mendadak terasa mantap di hatinya.
Lalu, bahan berikutnya adalah kristal hitam sebagai sumber pengaktifan lingkaran sihir itu. Untuk sesaat dia langsung terdiam setelah membacanya. Di benaknya, sepertinya dia pernah merasa kalau dirinya pernah membawa kristal hitam itu sebelumnya ketempat ini, sebelum akhirnya dia terkena ledakan yang terjadi di luar rumah kayu ini. Namun, sekarang dia tidak tahu di mana kristal itu berada, karena sudah lepas dari genggamannya saat ledakan itu terjadi.
Dengan cepat, Kevin menutup buku itu dan menaruhnya dengan hati-hati di atas sebuah meja. Kemudian dia melangkah cepat menuju pintu keluar yang ada di sana, lalu dia berlari menyusuri lorong-lorong yang gelap dan menaiki tangga yang memandunya ke jalan keluar. Tak ada waktu yang bisa dia buang saat ini dan juga dia harus bergerak cepat.
Sesampainya di atas, di ruangan yang sangat berantakan, Kevin keluar dan berhati-hati melintasi jalan yang sudah dia buat sebelumnya untuk melintasi tumpukan dedaunan yang mungkin saja masih menyimpan bom ranjau di dalamnya.
Tap, tap, tap!
Langkahnya menggema di jalanan yang penuh dedaunan itu, dan dia mengedarkan pandangannya ke arah reruntuhan dan puing-puing pohon yang berserakan akibat pertarungan sebelumnya. Setelah beberapa saat, akhirnya dia mengingat di mana dirinya terlempar oleh ledakan ranjau itu sebelumnya. Saat sampai di titik itu, Kevin langsung memandang ke sekelilingnya untuk mencari benda yang begitu penting baginya saat ini.
Dan setelahnya, mata Kevin tertuju pada sesuatu yang berkilauan di dekat tubuh makhluk mekanik yang sebelumnya berhasil dia kalahkan. Makhluk itu masih terkapar di sana, dan dari tubuhnya tampak kristal kuning dan putih yang tertancap di sana. Namun, kristal itu bukan yang sedang dia cari saat ini.
'Sebenarnya, di mana kristal hitam yang ku bawa sebelumnya?' pikirnya sambil terus mencari di sekitar tempat itu.
Dengan cermat, Kevin mulai mengangkat setiap puing kecil dari batang pohon yang berserakan dan memeriksa area di sekitar tubuh makhluk mekanik itu. Detik demi detik berlalu, namun kristal hitam yang dia cari tak juga terlihat di hadapannya.
Kini sudah beberapa menit berlalu tanpa hasil yang memuaskan, meski dia telah memeriksa setiap sudut, mengangkat setiap batu, dan meneliti setiap celah yang ada di sana. Harapannya semakin memudar seiring waktu yang terbuang sia-sia dalam pencariannya tehadap kristal hitam yang sangat di butuhkannya itu.
'Aku sudah mencari di sini dan di sana… tapi, sebenarnya ke mana kristal itu pergi?' pikirnya dengan lelah.
Dalam hatinya, dia merasa sedikit putus asa, tapi tak ada pilihan lain selain terus berusaha untuk mencarinya. Namun, dia juga berpikir kalau terus-menerus mencari tanpa hasil seperti ini akan menguras dan membuang-buang waktunya.
'Apa mungkin aku harus mencarinya di luar sana?' pikirnya.
Dengan berat hati, Kevin mulai melangkah menuju pintu besar yang pertama kali dia lihat ketika masuk ke tempat ini. Dia harus keluar dari tempat ini, dan mungkin saja dia bisa menemukan batu kristal hitam di luar sana.
Saat dia mulai berlari, pepohonan lebat dan tinggi menjadi pemandangan di sekelilingnya. Semak-semak, ranting-ranting tua, dan dedaunan kering berdesir saat dia lewat di sisinya.
Krak… krak…
Langkahnya membuat bunyi ranting patah di bawah kakinya. Meski tubuhnya besar, Kevin bergerak dengan cekatan sambil terus menembus rimbunnya pohon-pohon yang seakan tak ada habisnya.
'Aku harus segera mencapai jalan keluar itu,' pikirnya dengan penuh harapan. 'Setidaknya aku harus mencari kristal di area luar dari tempat ini. Walaupun aku tahu, kalau di sana di penuhi oleh banyak monster yang sangat berbahaya.' Hatinya masih berharap, meski dia tahu tak ada jaminan untuk berhasil kembali hidup-hidup.
Setelah melewati hutan yang lebat, di depannya saat ini terbentang lah padang rumput yang sangat luas. Kevin lalu mengedarkan pandangannya untuk melihat area sekitar, untuk melihat rerumputan hijau yang bergoyang lembut diterpa angin yang sejuk. Lalu, saat sinar dari kristal-kristal yang terang menyinari padang rumput itu, menciptakan bayangan halus di antara tiap helaian rumput yang bergoyang.
Dengan hati-hati, dia melanjutkan perjalanan dengan berjalan pelan di tengah padang rumput itu, dan untuk sesekali dia juga sempat menengok ke belakang memastikan tidak ada yang mengikutinya. Meskipun saat ini dia hanya memiliki satu tangan, Kevin masih memiliki semangat untuk terus maju.
Akhirnya, dia tiba di depan sebuah lorong panjang yang terbuat dari logam yang mengkilap. Dinding-dindingnya bersih dan terang, seolah-olah baru saja dipoles. Cahaya putih dari lorong itu berkilauan dan hampir menyilaukan matanya.
'Tempat ini selalu saja aneh bagi ku saat melihatnya,' pikirnya. 'Mengapa ada lorong seperti ini di sini? Dan juga siapa yang membuatnya? Aku penasaran dengan semua hal itu.'
Dengan hati-hati, Kevin melangkah masuk ke dalam lorong tersebut, dengan matanya yang terus menatap lurus ke depan, sambil berusaha menenangkan dirinya dari situasi yang akan di hadapinya sebentar lagi. Setelah berjalan cukup jauh di dalam lorong yang sepi, akhirnya dia tiba di depan pintu besar yang terlihat sangat kokoh dan megah. Di samping pintu itu, ada panel biru yang sebelumnya sudah dia ketahui kegunaannya.
Perlahan-lahan, Kevin mendekati panel itu dan mengingat-ingat kembali kode yang pernah dia masukan ke dalam panel ini sebelumnya. Kemudian, dengan hati-hati, dia mengetikkan angka-angka itu satu per satu.
Beep… beep… beep…
Begitu kode selesai dimasukkan, pintu besar itu terbuka dengan perlahan. Suara deritnya begitu keras, hingga memenuhi lorong yang sepi tersebut.
Kreeeek…
Setelah pintu tersebut terbuka lebar, Kevin melangkah keluar dan langsung merasakan udara yang mencengkam menyentuh kulitnya. Di depannya saat ini terbentang pemandangan yang penuh dengan jamur, tanaman merambat dan bebatuan kristal lain, yang bukan dia cari saat ini.
'Tampaknya… aku harus ekstra hati-hati lagi jika berada di tempat ini. Mengingat kalau monster monster sebelumnya saja bisa dengan mudah melukai ku,' pikirnya sambil mengamati area sekitarnya. Hatinya sedikit berdebar di saat ini, tetapi dia menahan diri agar tidak menunjukkan ketakutannya.
Tanpa ragu, Kevin mulai berjalan menjauh dari pintu besar itu. Sementara itu, dia masih berharap bisa menemukan kristal hitam di sekitar sini. Namun, tepat saat dia melangkah lebih jauh, pintu besar di belakangnya menutup perlahan dengan suara yang berderit keras.
Kreeeek…
Namun, kali ini Kevin tidak merasa khawatir terhadap apa yang di lihatnya itu. Dia tahu bahwa dia bisa kembali dan membukanya lagi nanti jika diperlukan.
'Baiklah,' pikirnya dengan tekad yang semakin kuat. 'Aku hanya perlu menemukan kristal hitam itu saja dan langsung kembali lagi setelahnya. Aku harus percaya bahwa ada kesempatan untuk menemukan kristal hitam itu dan kembali ke dalam sana dengan selamat.'
Lalu, Kevin melanjutkan pencariannya dengan menyusuri area gua yang di penuhi oleh jamur dan tanaman merambat, sambil berharap keberuntungannya akan membawanya pada apa yang dia cari.