Chereads / REVITER / Chapter 3 - PINTU ANEH

Chapter 3 - PINTU ANEH

Suara dari tebakan itu menggelegar di udara, namun di saat yang sama, Kevin tidak merasakan apa-apa lagi. Rasa sakit yang sebelumnya menggerogoti tubuhnya tiba-tiba menghilang dengan seketika, seolah-olah telah menguap bersama sisa-sisa harapan yang dia miliki sebelumnya. Tubuhnya saat ini hanya terasa lemas, dan terkulai tak berdaya di atas tanah yang dingin, sementara kegelapan perlahan menyelimuti kesadarannya yang mulai hilang.

Lalu, keheningan yang panjang menutup semua suara yang datang kepadanya.

Waktu berlalu tanpa suara, hingga tiba-tiba kesadarannya perlahan mulai kembali. Sebuah rasa dingin seketika langsung menyusup, dan langsung menyelimuti tubuhnya Kevin.

Saat Kevin membuka matanya, cahaya kuning dari kristal di depannya menyala terang, seperti detak jantung yang teratur. Dia bisa merasakannya, cahaya yang hangat tapi sekaligus asing menyusup ke setiap bagian tubuhnya. Namun, tubuh yang dia kenal sebagai manusia, kini terasa berbeda, seperti tidak lagi miliknya.

'Jadi begitu ya… aku adalah Kevin Putra… dan aku sudah mati di bunuh oleh orang itu,' gumamnya dalam hati. 'Kemudian, entah bagaimana, aku hidup kembali di sini… di dunia ini sebagai monster.'

Kemudian dia memegangi kepalanya dengan kedua tangannya, merasakan tekstur kasar di kulitnya yang sekarang bukan lagi kulit manusia. Bayangan wajah orang yang membunuhnya kembali menghantui benaknya. Siapa orang itu? Mengapa dia membunuhku? Kevin terus berpikir tentang hal itu, sambil mencoba menghubungkan titik-titik dalam ingatannya yang kabur.

Setelah beberapa saat berlalu, rasa dingin dari kristal yang bersinar kuning mulai surut, dan bersamaan dengan itu, tubuhnya terasa lebih segar dari pada sebelumnya, seolah-olah baru saja diisi ulang oleh energi dari kristal itu. Dengan perlahan Kevin mengangkat tubuhnya, dan berdiri dengan perlahan serta hati-hati. Tubuh monsternya itu besar dan kokoh, tapi setiap gerakan yang dia lakukan terasa asing dan berat baginya.

Langkah-langkah kecilnya terdengar lembut saat dia mulai berjalan menjauh dari kristal di tempatnya beristirahat sebelumnya. Lorong gua di sekelilingnya tampak begitu menenangkan, dan hanya ada tanaman merambat hijau yang menghiasi dinding gua, berkelip-kelip dengan cahaya yang memantul dari kristal-kristal kuning yang tertanam di tanah. Serta, juga ada jamur-jamur yang bersinar terang di sekitarnya, dan memberikan penerangan alami di sepanjang jalan yang di laluinya. Untuk sejenak Kevin memandang semua itu dengan perasaan takjub, seolah-olah baru menyadari keindahan dunia di sekitarnya ini.

'Tempat ini sangat indah...' pikirnya dalam hati sambil mencoba mengalihkan pikirannya dari tubuh barunya yang seperti monster mengerikan. 'Setidaknya, gua ini terasa tenang untuk saat ini. Tanaman-tanaman ini, jamur yang bercahaya… semua terlihat sangat ajaib di mataku.'

Namun, tak lama kemudian, langkah kakinya membawanya ke ujung lorong, di mana sebuah lubang besar terbentang lebar di hadapannya. Lubang itu sangat besar, begitu lebar hingga seolah tidak ada ujungnya. Di bawah sana, terdapat puluhan, atau mungkin ratusan monster yang bergerak dan hidup dalam berbagai bentuk serta ukuran.

Beberapa diantaranya terlihat sedang berkeliaran sendirian, sementara yang lainnya terlihat lebih suka bergerombol dalam kelompok-kelompok kecil, tampak seperti komunitas monster yang hidup bersama.

Grrrrr… Grruukk…

Untuk sejenak Kevin terpaku kaku dan secara diam-diam dia memperhatikan mereka dari kejauhan. Di sana ada monster-monster yang menyerupai serigala raksasa, dengan bulu hitam yang tebal dan mata merah menyala. Beberapa monster lainnya terlihat seperti reptil, dengan sisik-sisik mereka yang berkilau di bawah cahaya jamur dan kristal yang memancar. Ada juga makhluk bersayap besar, yang sedang melayang rendah di atas tanah dengan gerakan yang anggun, seolah-olah mereka sedang mengawasi setiap sudut gua.

'Mereka… sangat beragam,' pikir Kevin dalam hatinya. 'Wajah mereka menakutkan, tubuh mereka besar dan kuat… Tapi, mereka terlihat… sangat hidup.'

Sesekali Kevin melirik lingkungan yang ada di sekitar, melihat tumbuhan-tumbuhan aneh yang menjalar di antara batu-batu besar, dengan warna-warna cerah yang hampir tak wajar. Beberapa monster bahkan tampak berinteraksi dengan tumbuhan-tumbuhan itu, seperti memakan daun-daunnya atau sekadar berkeliaran di dekatnya.

Meskipun pemandangan itu sangat menakjubkan baginya, Kevin tahu kalau dia tetap harus berhati-hati. Dia sadar betul bahwa mendekati monster-monster seperti itu akan menjadi akhir hidupnya yang kedua kalinya. Tubuhnya mungkin belum siap untuk menghadapi makhluk-makhluk seperti itu, dan meskipun dia sudah menjadi monster, dia belum sepenuhnya mengerti bagaimana cara menggunakan tubuh barunya ini.

Dengan hati-hati, Kevin mulai bergerak menjauh dari tempatnya berdiam diri, dan sambil mencoba untuk mencari jalan keluar dari tempat yang dipenuhi monster ini. Dia melangkahkan kakinya dengan sangat pelan dari sana, untuk menghindari perhatian para monster di bawah sana. Rasa takut dan waspada terus menguasai setiap langkah yang di ambilnya, namun tekad untuk bertahan tetap ada di hatinya.

'Aku harus keluar dari tempat ini secepatnya… Aku harus mencari tahu lebih dalam tentang tempat ini yang begitu bahaya,' gumam Kevin dalam hatinya.

Saat dia berjalan melewati gua yang semakin dalam, pikirannya terus dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhnya? Bagaimana bisa dia hidup kembali menjadi monster sekarang? Dan apa tujuannya sekarang setelah dia hidup kembali?

Tapi, satu hal yang pasti dalam benaknya, yaitu dia tidak akan menyerah dengan nasib yang menimpanya ini. Tidak kali ini, dan dia juga harus terus bertahan hidup dari semua cobaan yang ada.

Langkah-langkah yang di ambil oleh Kevin semakin pelan, hampir tanpa suara saat dia berjalan melewati lorong gua yang gelap dan berkelok-kelok. Tubuhnya yang besar dan berotot terasa berat, tapi cakar-cakar tajam di ujung jari kakinya memudahkan dirinya untuk menjaga keseimbangan di permukaan batu yang licin.

Hal itu di lakukannya karena dia tidak ingin menarik perhatian dari para monster-monster yang ada di bawah lubang besar tadi. Meskipun dia sekarang juga adalah seekor monster, tapi naluri manusianya masih mendominasi dirinya, membuatnya tetap berhati-hati dari berbagai tindakan yang akan di lakukannya. Mengingat kalau sebelumnya monster yang sama seperti dirinya saja juga menyerangnya, dan mungkin itu juga berlaku untuk semua monster yang ada di sini.

Tap, tap, tap.

Suara langkah kakinya Kevin terdengar samar di dinding gua yang sunyi, hingga menciptakan gema yang menghilang dengan cepat ke dalam kegelapan. Sesekali, dia juga sempat berhenti untuk memeriksa sekelilingnya, memastikan tidak ada bahaya yang mendekat kearahnya.

Setelah berjalan cukup lama, cahaya kuning samar mulai memenuhi pandangannya, dan di saat itulah Kevin mempercepat langkahnya sedikit, sampai akhirnya dia tiba di sebuah ruangan yang besar.

Kristal-kristal kuning dan merah menempel di dinding-dinding gua, menyala dengan terang dan menciptakan pantulan cahaya yang menghiasi setiap sudut ruangan. Ini adalah tempat yang cukup luas, dan bisa memberikan dirinya ruang untuk bergerak dengan bebas untuk sementara.

'Aku belum pernah melihat tempat seperti ini sebelumnya,' pikir Kevin. 'Tempat ini seperti... seperti di penuhi oleh cermin, tapi dengan warna dan bentuk yang aneh.'

Saat dia mengamati sekelilingnya, matanya tidak sengaja tertuju pada sesuatu yang berbeda. Di sudut ruangan yang sedikit gelap, ada dua kristal hitam pekat yang berkilau, seolah-olah sedang memanggilnya.

Kristal-kristal itu tampak sangat kontras dengan cahaya yang memenuhi ruangan di sekitarnya, hampir seperti mereka menghisap cahaya yang ada di sekitarnya. Rasa penasaran akhirnya muncul di benaknya Kevin. Seperti ada sesuatu yang membuatnya ingin mendekati kristal-kristal itu.

'Apa ini…? Kenapa benda itu terlihat begitu menarik…?' pikir Kevin sambil berjalan hati-hati menuju kristal-kristal hitam itu.

Cakar dari kakinya menyentuh permukaan batu di bawahnya dengan lembut saat dia berjalan mendekat, untuk memastikan tidak ada suara yang terdengar.

Dengan perlahan, Kevin mulai mengulurkan tangannya untuk meraih kristal yang pertama. Namun, saat jarinya menyentuhnya, kristal itu terasa sangat kuat dan kokoh. Lalu, saat dia mencoba untuk menariknya dengan sedikit lebih kuat, kristal itu sama sekali tetap tidak bergeming sedikit pun.

Hingga akhirnya hal itu membuat Kevin harus mengerahkan seluruh kekuatannya, dia menggeram dalam hatinya saat dia sedang berusaha keras.

'Kenapa ini sangat sulit untuk di tarik...?' pikir Kevin sambil melepaskan tarikannya setelahnya.

Setelah itu dia mencoba menariknya lagi, dan kali ini dengan lebih kuat lagi. Tidak lama kemudian terdengarlah suara retakan kecil, dan akhirnya setelah beberapa saat, kristal hitam itu terlepas dari tempatnya. Hal itu seketika membuat Kevin merasa puas, meskipun tubuhnya sedikit lelah karena upaya yang baru saja di lakukan olehnya.

Setelah kristal pertama terlepas, dia mengalihkan perhatiannya ke kristal hitam kedua. Prosesnya sama sulitnya, namun akhirnya dia berhasil mengambil kristal yang kedua. Kedua kristal hitam itu kini berada di masing-masing tangannya, terasa berat tapi kokoh, seperti batu yang memiliki kekuatan tersembunyi di dalamnya.

'Mungkin... aku bisa menggunakan batu hitam ini sebagai sebuah senjata,' pikir Kevin.

Untuk sejenak dia memandangi kristal-kristal di tangannya dengan penuh harapan. Meski tubuhnya besar dan penuh otot, dia sadar bahwa dia belum sepenuhnya menguasai kekuatan monster yang kini ada dalam dirinya. Mungkin, kristal-kristal ini bisa menjadi senjata yang membantunya bertahan hidup di tempat yang sangat aneh dan asing ini.

Dengan hati-hati, Kevin menyelipkan kedua kristal itu di genggaman cakar-cakarnya yang kuat. Lalu dia melanjutkan perjalanannya, melangkah lebih percaya diri meskipun lorong-lorong di depan masih penuh misteri. Cahaya kristal di dinding berangsur-angsur meredup saat dia semakin masuk ke dalam lorong tersebut, yang membawanya ke wilayah yang lebih gelap dan lebih menyeramkan.

Tap… tap… tap…

Tidak lama setelahnya, Kevin tiba di depan sebuah pintu besar yang menjulang tinggi di hadapannya. Pintu itu terbuat dari sesuatu yang keras dan terlihat sudah sangat tua, dengan ukiran garis-garis hitam yang membentuk pola lurus dan melingkar yang aneh.

'Pintu apa ini? Tapi, kenapa di tempat semacam ini ada sebuah pintu yang sangat besar? Ini sungguh benar-benar aneh.' pikirnya sambil berjalan lebih dekat kearah pintu tersebut.

Seketika, perasaan tidak nyaman menguasai hatinya, tapi dia tahu bahwa dia tidak bisa berbalik sekarang. Pintu ini mungkin adalah satu-satunya jalan keluar dari tempat ini, atau setidaknya bisa memberikannya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terus berputar di kepalanya.

Dengan perlahan, Kevin mengangkat tangannya dan menyentuh permukaan dari pintu tersebut, dan ingin segera membukanya.