Malam itu, di restoran cepat saji tempat Ryota bekerja, suasana cukup ramai. Pelanggan berdatangan silih berganti, dan suara mesin kasir bergema tanpa henti. Ryota berdiri di belakang meja kasir dengan seragamnya yang terlihat sedikit kusut. Dia sudah terbiasa dengan rutinitas seperti ini, meski terkadang melelahkan.
"Pesanan nomor 23, silakan!" panggilnya sambil menyerahkan nampan berisi burger dan minuman kepada pelanggan.
Tak lama kemudian, pintu restoran terbuka, dan Ryota, tanpa sadar, melirik. Yang masuk adalah seseorang yang tak ia duga akan datang malam itu—Yukina. Ia mengenakan gaun sederhana berwarna pastel dengan cardigan tipis, rambutnya tergerai rapi. Namun, yang paling mencolok adalah ekspresi canggung di wajahnya.
Yukina berjalan perlahan mendekati meja kasir. Mata mereka bertemu sejenak, membuat Ryota sedikit bingung.
"Yukina? Ada apa? Malam-malam ke sini?" tanyanya dengan nada biasa, meski sedikit heran.
Yukina terdiam beberapa detik, terlihat seperti sedang mengumpulkan keberanian. "Aku hanya... kebetulan lewat," jawabnya pelan, meski nada suaranya terdengar tidak meyakinkan.
Ryota mengangkat alis. "Lewat, ya? Biasanya kau tidak mampir."
Yukina menggigit bibirnya, kemudian menarik napas dalam. "Sebenarnya, aku ingin bertanya sesuatu."
"Kalau soal tugas, aku lagi sibuk. Tanyalah ke Takumi atau Hiro," balas Ryota sambil melirik ke arah antrian yang mulai sepi.
"Bukan soal itu!" Yukina buru-buru menyanggah, suaranya sedikit lebih keras dari yang ia maksudkan. Wajahnya langsung memerah. "Maksudku... aku ingin tahu apakah kau... ada waktu besok malam."
Ryota sedikit terkejut mendengar permintaan itu. "Besok malam? Kenapa?"
Yukina menunduk, kedua tangannya menggenggam erat tali tas yang ia bawa. "Ada festival kembang api di taman kota. Aku pikir... mungkin... kau ingin pergi bersama."
Ryota menatapnya dengan mata sedikit membesar. Dia tidak menyangka Yukina akan mengajaknya ke festival, apalagi dengan ekspresi malu seperti itu. Ia menggaruk belakang kepalanya, merasa canggung.
"Festival, ya?" Ryota melirik ke jadwal kerjanya yang tertempel di meja kasir. "Aku sebenarnya libur besok malam... Jadi, kurasa tidak masalah."
Yukina mengangkat wajahnya, matanya sedikit bersinar. "Benarkah? Kalau begitu, sampai jumpa besok." Ia cepat-cepat mengucapkan itu sebelum Ryota sempat menambahkan apa-apa, kemudian berbalik dan pergi dengan langkah cepat.
Ryota hanya menatap punggungnya yang menjauh, masih agak bingung. "Dia... gugup sekali," gumamnya pelan sebelum kembali ke pekerjaannya.
---
Malam itu, Ryota berdiri di depan gerbang masuk taman kota, menunggu dengan tangan di saku jaketnya. Lampion berwarna-warni menggantung di sepanjang jalan, sementara suara tawa dan aroma makanan khas festival memenuhi udara.
Tak lama kemudian, sosok Yukina muncul di antara kerumunan. Ia mengenakan yukata biru muda dengan motif bunga sakura, rambutnya diikat rapi dengan pita kecil yang serasi. Melihatnya, Ryota sempat terdiam sesaat, sebelum akhirnya menyapa dengan santai.
"Maaf kalau aku membuatmu menunggu," kata Yukina sambil sedikit menunduk, wajahnya tampak sedikit gugup.
Ryota mengangkat bahu. "Tidak apa-apa. Kau terlihat... berbeda."
Yukina melirik Ryota, ekspresinya mencampur antara heran dan malu. "Berbeda? Maksudmu apa?"
Ryota mengalihkan pandangan, menggaruk tengkuknya. "Ya, kau terlihat lebih rapi daripada biasanya."
Senyum kecil tersungging di bibir Yukina. "Itu... terima kasih."
Mereka mulai berjalan menyusuri festival. Yukina terlihat senang saat melihat berbagai stand makanan dan permainan. Sesekali, Ryota membantunya membawa makanan yang dibelinya—kakigori, yakitori, dan beberapa permen kapas.
"Kalau begini, kau seperti anak kecil," ledek Ryota saat Yukina sibuk menghabiskan kakigori.
"Kau juga memakan kakigori, jadi jangan bicara seperti itu," balas Yukina sambil tersenyum tipis.
Mereka terus berjalan, menikmati permainan dan suasana festival hingga suara familiar menyapa mereka.
"Ryota! Yukina!"
Ryota menoleh dan melihat Hiro serta Takumi berjalan mendekat. Hiro membawa kipas festival di tangan, sementara Takumi membawa sekotak takoyaki.
"Hei, kalian juga di sini?" tanya Hiro dengan senyum lebar.
"Jadi kau keluar malam ini hanya dengan Yukina, Ryota?" Takumi menyeringai jahil. "Sudah mulai serius, ya?"
Ryota mendengus. "Jangan mulai, Takumi."
Yukina, di sisi lain, menunduk sedikit, wajahnya memerah.
"Hei, kita main bersama saja, kan lebih seru?" usul Hiro sambil menunjuk ke arah stand permainan yang ramai.
Ryota melirik Yukina. "Kau keberatan?"
Yukina menggeleng. "Tidak, aku tidak masalah."
Akhirnya, mereka berjalan bersama. Mereka mencoba permainan menangkap ikan mas, lempar cincin, hingga menonton Hiro dan Takumi adu cepat makan takoyaki. Hiro tertawa keras setiap kali ia menang, sementara Takumi sibuk membela diri.
"Ryota, kau tidak ikut main?" tanya Hiro sambil menunjuk ke arah stand lempar gelang.
"Aku lebih suka menonton daripada kalah dari kalian," balas Ryota santai.
Yukina tersenyum kecil melihat percakapan mereka. Meski ia tidak terlalu dekat dengan Takumi dan Hiro, suasana ceria ini membuatnya merasa lebih nyaman.
Namun, ketika waktu mulai menunjukkan malam semakin larut, Hiro melirik ke arah langit. "Hei, kita harus cari tempat untuk menonton kembang api."
Takumi mengangguk setuju. "Ya, kalau tidak, kita tidak kebagian tempat."
"Kalau begitu, aku dan Ryota akan mencari tempat sendiri," kata Yukina tiba-tiba, suaranya pelan tapi tegas.
Takumi dan Hiro terdiam sejenak, lalu saling pandang sambil tersenyum kecil.
"Baiklah, kami tidak akan ganggu kalian," kata Hiro dengan nada menggoda sebelum melambaikan tangan. "Nikmati malam kalian!"
"Jangan lupa beri tahu kami kalau ada hal menarik!" tambah Takumi sebelum pergi bersama Hiro.
Yukina hanya mengangguk, sementara Ryota mendesah pelan. "Mereka berisik seperti biasa."
Namun, di dalam hati, ia merasa sedikit lega. Kini, hanya mereka berdua lagi.
---
Menjelang Kembang Api. Ryota dan Yukina menemukan tempat di dekat danau, agak jauh dari kerumunan utama. Lampu-lampu festival memantul di permukaan air, menciptakan suasana yang tenang dan romantis.
Yukina duduk di atas tikar kecil yang mereka bawa, sementara Ryota duduk di sebelahnya, sedikit lebih santai.
"Aku tidak menyangka Takumi dan Hiro ada di sini," komentar Yukina sambil memandang langit yang mulai gelap.
"Mereka selalu muncul di waktu yang tidak terduga," jawab Ryota sambil meregangkan tubuh. "Tapi aku senang mereka pergi sebelum kembang api dimulai. Setidaknya ini lebih tenang."
Yukina menatap Ryota sejenak, bibirnya melengkung menjadi senyuman kecil. "Kau tidak keberatan hanya berdua seperti ini?"
Ryota menoleh, sedikit bingung. "Kenapa aku harus keberatan?"
"Tidak, aku hanya ingin memastikan..." Yukina menunduk, menyembunyikan wajahnya yang mulai memerah.
Suara ledakan lembut tiba-tiba menggema, membuat mereka mendongak. Kembang api pertama meledak di langit, menyebarkan cahaya emas yang indah.
"Kembang apinya dimulai," kata Ryota pelan, matanya terpaku pada langit.
Yukina memandang ke atas, tetapi sesekali matanya melirik ke arah Ryota. Ia tahu bahwa malam ini hanya momen kecil, namun baginya, ini sudah cukup untuk membuat hatinya merasa hangat.
Ryota, yang sadar akan tatapan Yukina, menoleh. "Kenapa menatapku? Nikmati kembang apinya."
Yukina tersenyum tipis, kembali memandang ke langit. "Aku sudah menikmatinya."
Malam itu, tanpa perlu banyak kata, mereka berdua merasakan kedekatan yang berbeda. Di bawah langit yang dihiasi kembang api, hati mereka saling berbicara dengan cara yang hanya mereka pahami.