Chereads / Heartstrings under Hypnosis / Chapter 18 - Chapter 18: Jejak Gugur

Chapter 18 - Chapter 18: Jejak Gugur

Musim panas telah berlalu, membawa serta panas menyengat dan hiruk-pikuk festival. Kini, pagi di sekolah diwarnai dengan hawa sejuk dan angin lembut khas awal musim gugur. Daun-daun di pohon sakura mulai menguning, beberapa sudah gugur dan tersebar di halaman sekolah.

Di kelas Ryota, suasana sedikit lebih tenang dari biasanya, meski sisa kehebohan liburan masih terasa. Murid-murid mulai mengeluhkan beban pelajaran yang kembali berat setelah istirahat panjang, namun ada antusiasme baru—persiapan untuk bunkasai.

Ryota duduk di kursinya, menyandarkan kepala di meja dengan wajah malas. "Kenapa setiap musim panas berakhir, semuanya jadi terasa lebih sibuk?" keluhnya.

Takumi, yang duduk di sebelahnya, tertawa kecil. "Kau hanya tidak ingin bekerja keras. Lagipula, ini bunkasai, Ryota! Kalau kita tidak berkontribusi, kita akan terlihat membosankan di mata kelas lain."

Hiro menambahkan, "Benar. Lagipula, ini kesempatan kita untuk bersenang-senang sebelum ujian akhir datang lagi."

Yumeko, yang duduk tidak jauh dari mereka, hanya menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong. Namun, saat Ryota memandang ke arahnya, ia mengangkat alis dan berkata, "Kau terlalu banyak mengeluh. Bukankah ini saatnya kau menunjukkan bahwa kau tidak sepenuhnya pemalas?"

Ryota mendesah, lalu memalingkan wajahnya. "Terserah kalian saja."

Namun, suasana kelas segera berubah saat wali kelas mereka masuk membawa kertas pengumuman besar. Ia menempelkannya di papan tulis, dan para siswa segera bergerombol untuk melihat daftar tugas dan tanggung jawab masing-masing.

"Jadi, kita bikin kafe horor, ya?" gumam seorang siswa di dekat Ryota.

"Takumi pasti senang," tambah Hiro sambil tersenyum.

Ketika nama-nama dibacakan, Ryota mendapati dirinya ditugaskan sebagai salah satu pelayan kafe, bersama Takumi dan dua siswa lainnya. Hiro menjadi bagian dari tim dekorasi, sementara Yumeko diberi tugas di bagian desain menu—pekerjaan yang tampaknya ia terima tanpa banyak bicara.

"Jadi pelayan, ya?" kata Takumi sambil menepuk pundak Ryota. "Kau akan sangat cocok. Tinggal tambahkan sedikit make-up zombie, dan kau selesai!"

Ryota mendengus. "Kau terlalu bersemangat untuk hal seperti ini."

Sementara itu, Yukina datang dari kelas sebelah, membawa beberapa dokumen untuk diberikan kepada wali kelas. Saat ia melihat Ryota, ia tersenyum kecil. "Sepertinya kalian sudah mulai sibuk."

"Yah, sibuk karena dipaksa," jawab Ryota santai. "Bagaimana dengan kelasmu?"

"Kami hanya membuat pameran seni. Tidak seramai ini," balas Yukina sambil melirik ke arah papan tulis yang penuh coretan dan rencana dekorasi. "Kafe horor, ya? Aku rasa itu akan menarik banyak pengunjung."

Yumeko, yang mendengar percakapan mereka, tiba-tiba menyela, "Yukina, kau bisa mampir ke sini saat festival nanti. Mungkin kau bisa lihat bagaimana Ryota terlihat dengan kostumnya."

Ryota langsung menatap Yumeko tajam. "Kau tidak perlu menyebutkan itu."

Yukina tertawa kecil, tapi wajahnya sedikit memerah. "Mungkin aku akan datang. Lagipula, aku penasaran."

---

Saat bel pelajaran terakhir berbunyi, kelas Ryota segera berubah menjadi pusat aktivitas. Meja-meja dipindahkan, kertas-kertas besar digelar, dan berbagai bahan dekorasi mulai dikumpulkan.

Angin musim gugur berembus melalui jendela yang terbuka, membawa aroma khas dedaunan kering. Beberapa murid berkomentar tentang betapa cepatnya musim panas berlalu.

"Rasanya baru kemarin kita libur panjang," gumam Hiro sambil memotong karton hitam untuk dekorasi dinding.

"Tapi sekarang sudah dingin," tambah seorang siswa lain sambil memeluk lengannya.

Ryota, meski terlihat malas, akhirnya ikut membantu memotong kain untuk tirai dekorasi. Sesekali ia melirik ke arah Yumeko, yang bekerja dengan ekspresi tenang seperti biasa. Takumi, di sisi lain, sibuk mencoba topeng seram yang mereka beli untuk kafe horor.

"Kau pikir ini cukup menakutkan?" tanya Takumi sambil menunjukkan topengnya kepada Yukina, yang kebetulan datang lagi untuk memberikan bantuan.

Yukina mengamati topeng itu sejenak, lalu tersenyum tipis. "Aku rasa itu lebih terlihat lucu daripada menakutkan."

Takumi pura-pura tersinggung. "Kau tidak tahu seni horor, Yukina!"

Ryota, yang mendengar itu, hanya mendengus sambil melanjutkan pekerjaannya. "Berhenti bermain-main, Takumi. Kita sudah cukup tertinggal."

---

Saat matahari mulai terbenam, Ryota keluar dari kelas sebentar untuk mengambil udara segar. Yukina mengikutinya, membawa dua kaleng teh yang ia beli dari mesin otomatis.

"Capek, ya?" tanya Yukina sambil menyerahkan satu kaleng kepadanya.

"Sedikit," jawab Ryota sambil membuka kaleng itu. "Tapi aku rasa hasilnya akan cukup bagus."

Yukina memandang ke arah langit yang mulai gelap, angin lembut meniup rambutnya. "Musim panas benar-benar sudah berlalu. Tapi... aku senang bisa melihat suasana seperti ini. Rasanya hangat."

Ryota menoleh ke arahnya, sedikit bingung. "Hangat? Padahal sudah mulai dingin."

Yukina tertawa kecil. "Bukan itu maksudku. Maksudku... suasana saat semua orang bekerja sama seperti ini. Kau juga, meski biasanya terlihat malas, sekarang terlihat berbeda."

Ryota mengangkat bahu. "Yah, kalau tidak bekerja, aku akan dimarahi Takumi dan Hiro. Itu saja."

Meski jawaban itu terdengar datar, Yukina hanya tersenyum. Baginya, ada sesuatu yang berbeda dari Ryota hari itu—sesuatu yang membuatnya merasa bahwa musim gugur ini akan menjadi kenangan yang berharga.