Malam itu, Ryota melangkah keluar dari rumahnya dengan langkah yang berat. Dalam genggamannya, amplop uang itu terasa seperti beban ribuan ton. Ia tahu apa yang harus dilakukan, dan tak ada ruang untuk ragu.
Setibanya di hotel, ia disambut oleh seorang resepsionis yang dengan sopan menyerahkan kunci kamar yang telah ia pesan. Ryota menaiki tangga, setiap langkah terasa seolah menuntunnya menuju sebuah akhir. Sesampainya di depan pintu, ia berhenti sejenak, mengumpulkan keberanian terakhir yang tersisa.
Saat pintu terbuka, seorang wanita muda menatapnya dengan senyum tipis. Ryota mengangguk singkat tanpa banyak bicara, dan wanita itu mengerti tanpa perlu bertanya. Waktu seakan berjalan begitu lambat ketika ia menyerahkan amplop uang itu kepada wanita tersebut, menyadari bahwa setiap lembar di dalamnya bukan hanya hasil kerja kerasnya, tetapi juga simbol dari akhir sebuah kontrak yang telah menghantui hidupnya selama ini.
Di dalam kamar itu, Ryota memejamkan mata, membiarkan segalanya berlalu. Tidak ada kata-kata, tidak ada perasaan, hanya sebuah misi yang harus diselesaikan demi kebebasan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
---
Keesokan harinya. Ryota berjalan pulang dengan langkah gontai. Cahaya pagi yang seharusnya memberi kehangatan justru terasa menusuk. Setelah sampai di rumah, ia menjawab pertanyaan keluarganya dengan senyuman kecil yang dipaksakan, lalu langsung menuju kamarnya.
Begitu ia membuka pintu, wujud Yumeko sudah berdiri di sana. Wajahnya tenang, tetapi ada sedikit kesedihan yang sulit disembunyikan.
"Selamat, Ryota. Kontrak kita resmi berakhir," ucap Yumeko, suaranya seperti melodi terakhir sebelum keheningan panjang.
Ryota menatapnya dengan campuran lega dan kepedihan. "Jadi... ini benar-benar selesai?"
Yumeko mengangguk pelan. "Benar. Kau bebas sekarang. Aku... akhirnya bisa kembali ke dunia asalku."
Ada jeda sejenak. Yumeko berjalan mendekat, tangannya yang dingin menyentuh bahu Ryota. "Kau sudah melakukan apa yang kau anggap benar. Tapi, seperti yang kau tahu, tidak ada jalan kembali setelah ini."
Ryota tidak menjawab. Ia hanya menunduk, merasakan semua beban yang tiba-tiba lenyap, digantikan kehampaan yang menusuk.
"Aku punya sesuatu untukmu," kata Yumeko tiba-tiba, matanya sedikit melunak. "Aku sudah menyiapkannya sebelum semuanya selesai. Lihat di lemari bajumu setelah aku pergi."
Ryota mengangkat pandangannya, ingin mengatakan sesuatu, tapi Yumeko sudah perlahan menghilang, membaur ke dalam bayangan seperti biasa. Hanya kali ini, ia tahu, Yumeko tidak akan kembali.
"Selamat tinggal, Yumeko," bisik Ryota pelan, meski ia tahu Yumeko tak akan mendengarnya lagi.
Ryota membuka lemarinya dengan perasaan campur aduk. Di dalamnya, ada sebuah amplop tebal. Ia membukanya dengan hati-hati, dan matanya melebar saat melihat isinya—sejumlah uang, persis seperti yang telah ia habiskan di hotel malam itu.
"Dasar iblis... kau benar-benar tahu cara mengakhiri semuanya dengan sempurna," gumam Ryota dengan senyum pahit.
Namun uang itu hanya memberatkan hatinya. Bahkan di saat terakhir, Yumeko memastikan ia tidak merasa terlalu kehilangan.
Hari itu, Ryota hanya duduk di kamar. Pikiran tentang Yukina terus menghantuinya. "Apakah dia masih akan melihatku sama?" pikirnya.
Ketika ibunya mengetuk pintu, Ryota keluar untuk makan bersama keluarganya. Namun, saat percakapan santai terjadi, ia sengaja menyebut nama Yumeko.
"Ah, Yumeko biasanya suka menyiapkan teh ini untukku," katanya sambil tersenyum kecil.
Namun respons keluarganya membuatnya terpaku.
"Yumeko? Siapa itu, Ryota?" tanya ibunya, bingung.
Ryota menatap mereka dengan ekspresi terkejut. "Ibu... dia teman masa kecilku, yang tinggal di sini selama beberapa bulan terakhir. Kau tidak ingat?"
Keluarganya saling berpandangan sebelum menggeleng.
"Ryota, kau baik-baik saja? Kami tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya."
Saat itulah Ryota menyadari bahwa kutukan Yumeko benar-benar hilang. Tidak ada yang mengingatnya lagi. Segala jejak keberadaannya di dunia manusia telah terhapus.
Ryota menggenggam sendoknya erat. Ia teringat sesuatu yang pernah Yumeko katakan sebelum semua ini berakhir: "Keluargamu dan teman-temanmu akan melupakan aku sepenuhnya. Tapi untuk Yukina... dia akan mengingat segalanya. Hanya saja, rasa sukanya padamu akan lenyap seperti kabut yang menghilang di pagi hari."
Hati Ryota terasa mencelos. Ia tahu, Yukina mungkin masih mengingat semua momen mereka bersama, tapi tanpa perasaan suka yang dulu begitu jelas terlihat. Itu bahkan lebih menyakitkan daripada dilupakan sepenuhnya.
Apakah dia masih akan mau berbicara denganku? Atau dia justru akan membenciku karena semua yang terjadi? pikir Ryota, perasaan cemas mulai menguasainya.
---
Sepanjang hari itu, Ryota hanya terdiam di kamar. Ia menatap amplop uang dari Yumeko, mencoba memahami maknanya.
Hatinya dipenuhi pertanyaan: Apakah semua ini sepadan? Apakah keputusannya benar?
Ryota tidak punya jawaban. Yang ia tahu, keesokan hari, dunia akan terasa sangat berbeda—tanpa Yumeko, tanpa kutukan, dan mungkin, tanpa Yukina di sisinya.