Matahari bersinar terik di langit biru, ombak memecah lembut di pasir putih pantai. Suara burung camar terdengar di kejauhan, bercampur dengan suara tawa pengunjung pantai. Di bawah payung pantai yang besar, Ryota sedang duduk sambil menyeruput minuman dingin. Di sampingnya, Hiro dan Takumi sedang membahas strategi permainan bola voli pantai. Yumeko duduk tak jauh dari mereka, dengan kacamata hitam dan senyuman santai.
"Apa Yukina masih di ruang ganti?" Hiro melirik ke arah bilik ganti di dekat mereka. "Lama banget, ya?"
Ryota, yang sedang sibuk mengikat tali sendalnya, mengangkat bahu. "Mungkin dia memang belum siap. Biarkan saja."
Takumi menyeringai jahil. "Atau jangan-jangan dia gugup karena Ryota ada di sini?"
Ryota mendelik ke arah Takumi. "Apa hubungannya dengan aku?"
Sementara itu, di balik tirai ruang ganti, Yukina berdiri mematung. Ia mengenakan pakaian renang one-piece sederhana berwarna biru muda, namun raut wajahnya tampak penuh keraguan. Ia menatap bayangannya di cermin kecil di depannya.
"Kenapa harus gugup begini?" gumam Yukina pelan.
Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Namun, pikirannya kembali ke Ryota. Ia tahu ini hanya liburan biasa, tapi entah kenapa, ia merasa aneh membayangkan Ryota melihatnya dengan pakaian seperti ini.
"Yukina, kau baik-baik saja?" Suara lembut Yumeko terdengar dari luar tirai.
Yukina sedikit terkejut, tapi menjawab pelan, "Aku… hanya sedikit malu."
Yumeko tertawa kecil, suaranya terdengar seperti ejekan yang lembut. "Malu? Untuk apa? Aku yakin Ryota tidak akan mengatakan apa-apa. Dia bahkan terlalu bodoh untuk menyadari hal seperti itu."
"Yumeko…" Yukina menghela napas, tapi perkataan Yumeko sedikit membuatnya merasa lebih tenang.
Akhirnya, ia keluar dari ruang ganti. Langkahnya pelan, wajahnya sedikit memerah. Ryota yang awalnya tidak memperhatikan, mendongak tanpa sengaja. Seketika ia terdiam, matanya melirik ke arah Yukina sebentar sebelum segera berpaling, pura-pura sibuk dengan minumannya.
Hiro langsung bersiul jahil. "Whoa, Yukina! Kau terlihat keren!"
Yukina merapatkan handuk kecil yang ia bawa, mencoba menyembunyikan dirinya. "Jangan komentar yang aneh-aneh."
Takumi juga menambahkan dengan senyum lebar. "Santai, kau terlihat bagus kok. Ya kan, Ryota?"
Ryota menatap mereka dengan datar. "Diam. Jangan buat dia tambah malu."
Yukina sedikit melirik Ryota, berharap mendapat komentar, tapi Ryota hanya mengalihkan pandangannya ke laut. Meski begitu, Yukina merasa sedikit lega melihat ekspresinya yang tenang.
"Baiklah, ayo main air!" Hiro tiba-tiba berlari ke arah laut, Takumi mengekor di belakangnya dengan semangat. Yumeko berdiri santai sambil menghela napas.
"Aku tidak mau terkena pasir," katanya sambil melirik Ryota. "Kau tahu aku benci kotor, kan?"
Ryota mendengus. "Kalau begitu, jangan ikut."
Yukina tersenyum kecil melihat interaksi mereka, lalu berjalan perlahan ke arah air. Takumi yang sudah basah kuyup langsung memercikkan air ke arahnya, membuat Yukina terkejut.
"Heh, ini pantai, kau harus basah!" seru Takumi sambil tertawa.
Yukina mencoba membalas dengan memercikkan air ke arah Takumi, namun gerakannya kaku. Ryota yang melihat dari jauh akhirnya ikut masuk ke dalam air, berdiri di antara mereka.
"Takumi, jangan ganggu dia," kata Ryota sambil mencipratkan air ke wajah Takumi.
"Hei! Kau juga, Ryota!" Takumi tertawa sambil membalas.
Yukina hanya diam sambil menatap Ryota, merasa sedikit terlindungi meski tidak mau mengakuinya.
Di sisi lain, Yumeko duduk di bawah payung sambil mengamati mereka. Ia tersenyum tipis, tampak tidak peduli dengan kegaduhan yang terjadi. Namun, tatapannya tetap tertuju pada Ryota, seolah memikirkan sesuatu.
Hari berlalu dengan cepat. Mereka bergantian bermain voli pantai, membangun istana pasir, dan bersantai sambil menikmati es krim. Di sore hari, mereka berkumpul di tepi pantai untuk menikmati matahari terbenam.
"Ini hari yang menyenangkan," kata Hiro sambil meregangkan tubuh.
"Jarang sekali kita semua bisa berkumpul seperti ini," tambah Takumi.
---
Senja mulai merambat turun, menyelimuti pantai dengan warna keemasan. Setelah seharian bermain, Hiro, Takumi, dan Yumeko memilih untuk kembali ke penginapan lebih awal, meninggalkan Ryota dan Yukina di pantai.
"Ryota, kau tidak ikut mereka?" Yukina bertanya, berdiri sambil memegang sandal di tangan, pasir lembut membelai kakinya.
Ryota, yang duduk di atas batu besar di dekat bibir pantai, menggeleng. "Terlalu ribut kalau bersama mereka. Lagipula, pemandangan di sini terlalu sayang untuk dilewatkan."
Yukina memandangnya sebentar, kemudian berjalan mendekat. Ia ragu sejenak sebelum duduk di samping Ryota, sedikit menjaga jarak.
"Pantai saat senja memang indah," katanya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh suara ombak.
Ryota hanya mengangguk, pandangannya tetap tertuju pada cakrawala. "Tenang, tidak seperti si Takumi yang ribut soal baju renang sejak tadi."
Yukina tersenyum kecil, pipinya sedikit memerah. "Dia memang berlebihan. Aku... sebenarnya cukup gugup tadi."
Ryota menoleh padanya dengan alis terangkat. "Gugup? Untuk apa?"
"Karena... aku tidak terbiasa memakai pakaian seperti ini," jawab Yukina, menunduk sambil merapatkan handuk kecil di pundaknya. "Dan aku khawatir bagaimana pendapat orang lain, terutama kau."
Ryota terdiam sejenak, lalu menghela napas. "Kenapa harus memikirkan pendapatku? Kau terlihat cocok. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Yukina melirik Ryota dengan mata membulat. "Kau sungguh-sungguh?"
Ryota menggaruk belakang kepalanya, sedikit canggung. "Ya, tentu saja. Aku tidak pandai bicara, tapi... menurutku kau tidak perlu merasa malu. Kau selalu terlihat cantik."
Kata-kata itu membuat Yukina terdiam. Wajahnya memanas, tapi ia berusaha menyembunyikannya dengan menunduk lebih dalam.
"Terima kasih," gumamnya pelan.
Keheningan melingkupi mereka. Hanya suara ombak yang terdengar, ditemani angin laut yang berhembus lembut. Ryota menatap ke laut, sementara Yukina diam-diam mencuri pandang ke arah Ryota.
"Aku senang kita bisa liburan bersama seperti ini," kata Yukina akhirnya, mencoba memecah keheningan.
Ryota mengangguk kecil. "Aku juga. Akhir-akhir ini terlalu banyak hal yang harus kupikirkan. Hari ini rasanya seperti... istirahat dari semuanya."
Yukina menatap Ryota dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. "Kau sering terlihat memikul beban sendirian, Ryota. Kalau... kau butuh seseorang untuk mendengarkan, aku selalu ada."
Ryota tertegun sejenak, lalu menoleh padanya. Matanya bertemu dengan mata Yukina, dan untuk beberapa detik, waktu terasa berhenti.
"Aku tahu," jawab Ryota akhirnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. "Terima kasih, Yukina."
Yukina tersenyum tipis, meskipun hatinya terasa hangat mendengar kata-kata itu. Meski ia tahu ada banyak hal yang Ryota tidak bisa ungkapkan, momen ini saja sudah cukup baginya.
Saat malam mulai merambat, mereka berjalan kembali ke penginapan bersama, dalam diam yang nyaman. Di belakang mereka, ombak terus bergulung, seolah mengiringi langkah mereka menuju malam yang tenang.