Chereads / Heartstrings under Hypnosis / Chapter 14 - Chapter 14: Jalan Menuju Ujian

Chapter 14 - Chapter 14: Jalan Menuju Ujian

Seminggu Sebelum Ujian Akhir Semester, kelas masih berlangsung, dan Ryota terlihat menguap sambil menatap papan tulis. Di sampingnya, Hiro sibuk mencoret-coret buku catatannya, sementara Takumi dengan santai menulis di ujung meja, tampak lebih serius dari biasanya.

Bel istirahat berbunyi. Hiro langsung berdiri, meregangkan tubuhnya. "Ryota, Takumi, nanti siang kita makan di kantin, ya. Aku dengar ada menu baru!"

Ryota menoleh malas. "Aku bawa bekal. Kantin penuh sesak, malas aku ke sana."

Takumi melirik Ryota sambil tersenyum tipis. "Kamu selalu menghindari keramaian, ya. Tapi kali ini, ayo ikut. Aku penasaran menu apa yang bikin Hiro segitu antusiasnya."

Dengan berat hati, Ryota akhirnya setuju. Mereka bertiga berjalan ke kantin yang sudah dipenuhi siswa lain.Saat sedang memilih tempat duduk, suara familiar terdengar dari belakang mereka.

"Ryota-kun," panggil Yumeko, muncul entah dari mana.

Hiro mengangkat alis. "Yumeko, kok ada di sini? Biasanya kamu lebih sering di perpustakaan, kan?"

Yumeko hanya tersenyum tipis. "Aku sedang ingin bersantai, seperti kalian."

Takumi melirik Ryota sekilas. "Mau duduk bareng kita?"

Yumeko mengangguk dan duduk tanpa menunggu persetujuan Ryota, yang hanya menghela napas panjang.

---

Setelah makan siang di kantin

Mereka kembali ke kelas dengan perut kenyang. Yumeko, yang biasanya tidak terlalu banyak bicara di sekitar Hiro dan Takumi, kali ini terlihat lebih aktif.

"Ryota, kamu harus belajar lebih keras," katanya tiba-tiba, sambil menatap buku catatan Ryota yang terbuka di meja.

Hiro tertawa kecil. "Yumeko, kamu ini kayak guru privatnya Ryota saja."

Ryota mendesah dan menutup bukunya. "Dia terlalu peduli pada hal-hal yang tidak penting."

Yumeko mengangkat bahu dengan santai. "Aku hanya tidak mau kamu menyusahkan orang lain, Ryota-kun."

Takumi menoleh dengan penasaran. "Eh, maksudnya apa, Yumeko? Ryota itu tipe yang jarang merepotkan orang."

Ryota buru-buru memotong. "Jangan dengarkan dia. Yumeko suka bicara aneh."

Hiro terkikik, sementara Takumi hanya mengangguk.

---

Beberapa Hari Kemudian

Suasana semakin serius. Guru-guru mulai memberikan kisi-kisi ujian. Hiro tampak tertekan karena nilainya di semester sebelumnya nyaris berada di bawah batas lulus.

"Kalau aku gagal, orangtuaku pasti akan memotong uang sakuku!" keluhnya pada Ryota dan Takumi.

Ryota hanya menepuk bahunya sambil berkata, "Belajar lebih banyak, jangan terlalu banyak main."

"Enak saja!" Hiro cemberut. "Kamu juga nggak pintar-pintar amat, tahu."

"Setidaknya aku belajar."

Yumeko, yang mendengarkan percakapan mereka, tersenyum tipis. "Hiro, aku bisa membantu kalau kamu mau."

Mata Hiro langsung berbinar. "Benarkah?! Yumeko, kamu malaikat penyelamatku!"

"Jangan lebay," potong Ryota, tapi Hiro tidak peduli.

---

Di sore hari yang cerah, Ryota berjalan pulang bersama Hiro dan Takumi. Mereka membawa buku dan catatan, seolah-olah benar-benar serius ingin belajar untuk ujian akhir semester. Di depan rumah, Ryota menghela napas panjang.

"Aku pulang!" teriaknya, membiasakan diri meski tahu ibunya akan membalas dengan nada yang sama.

"Ibu di sini, Ryota. Oh, Hiro, Takumi! Lama tak ke sini. Masuk, masuk!" suara ibunya terdengar dari dapur.

"Selamat sore, Oba-san!" sahut Hiro dengan senyum cerah. "Masih ingat aku, kan? Anak paling ganteng di kelas Ryota!"

Ibu Ryota tertawa kecil. "Tentu saja, Hiro. Tapi aku rasa Takumi lebih ganteng. Dia lebih kalem."

"Oba-san benar-benar tahu selera," balas Takumi sambil tersenyum tipis.

Ryota mengangkat tangan. "Cukup. Kita di sini untuk belajar, bukan kontes ketampanan. Masuk saja."

Mereka masuk ke ruang tamu, di mana Yukina sudah duduk rapi dengan buku terbuka di depan meja.

"Kalian terlambat," ucap Yukina tanpa melihat mereka.

"Eh, tidak juga. Kami hanya menyesuaikan ritme," Hiro bersandar santai di sofa. "Yukina, kau terlalu serius. Belajar juga butuh jeda."

Yukina menghela napas. "Mungkin itu sebabnya nilaimu selalu di bawah rata-rata, Hiro."

Hiro pura-pura memasang wajah tersinggung. "Ouch, hatiku. Aku cuma ingin membantu Ryota supaya tidak jadi siswa terbodoh kedua di kelas."

Takumi tertawa kecil. "Jadi kau rela jadi nomor satu dalam hal itu? Pahlawan sejati."

Ryota hanya menggeleng, lalu menunjuk meja belajar. "Sudah, sudah. Duduk dan buka buku kalian. Jangan bikin aku nyesal mengundang kalian."

Saat itu, Yumeko muncul entah dari mana, membuat Hiro yang sedang membuka buku tiba-tiba menjatuhkan pulpen ke lantai.

"Eh?! Yumeko?! Kau selalu muncul seperti hantu!" seru Hiro, matanya melebar.

Yumeko tersenyum licik. "Aku memang seperti itu. Kau tidak perlu terlalu kaget."

Hiro menatap Ryota dengan tatapan bingung. "Ryota, kenapa Yumeko ada di rumahmu?"

Tepat saat itu, ibu Ryota muncul dengan membawa nampan berisi camilan. "Oh, Yumeko-chan, kau sudah dekat sekali dengan teman-temannya, ya. Baguslah. Mereka pasti senang." Ryota sangat terkejut dengan sikap ibunya kepada Yumeko.

"Yumeko, kita harus bicara setelah ini." Bisik Ryota kepada Yumeko. Yumeko hanya mengangguk kepada Ryota.

Hiro melongo, lalu berbisik ke Takumi. "Benar-benar teman masa kecil? Rasanya aku tidak pernah dengar Ryota cerita. Kau pernah?"

Takumi menggeleng. "Mungkin memori masa kecil Ryota penuh trauma, jadi dia lupa."

Yukina, yang mendengar mereka, akhirnya bersuara sambil tetap membaca bukunya. "Lebih baik kalian fokus belajar daripada mencari teori konspirasi tentang Ryota."

Ryota menghela napas panjang. "Ayo, buka bukunya. Yukina, bantu kami menyelamatkan nilai mereka."

Namun, Hiro tiba-tiba berdiri dengan ekspresi serius. "Tidak, Ryota. Sebelum belajar, aku harus tahu sesuatu."

"Apa lagi, Hiro?" tanya Ryota lesu.

Hiro menunjuk Yumeko. "Yumeko, sebagai teman masa kecil Ryota, kau pasti tahu banyak tentang dia. Apa rahasia terbesarnya?"

Senyum Yumeko melebar. "Rahasia terbesar Ryota? Hmm, aku rasa..."

"STOP!" Ryota langsung berdiri, panik. "Jangan dengarkan dia! Ayo, belajar!"

Takumi mengangguk bijak. "Jadi ada sesuatu. Baiklah, itu cukup bahan untuk kuselidiki nanti."

Semua orang akhirnya mulai belajar, meskipun Hiro masih sesekali melontarkan candaan dan mencoba menggoda Ryota dengan menyebut-nyebut "rahasia masa kecil." Yukina hanya menghela napas, Yumeko menikmati kekacauan, dan Ryota berjuang keras untuk tidak kehilangan kesabarannya.

Mereka melanjutkan belajar bersama hingga malam tiba. Yukina dengan sabar menjelaskan materi yang sulit, Hiro dan Takumi berusaha memahami, sementara Yumeko sesekali memberikan komentar untuk menjaga penampilannya.

Ketika sesi belajar selesai, Hiro dan Takumi pamit lebih dulu. Ibu Ryota mengantar mereka keluar dengan ramah, sementara Yukina memilih tinggal sebentar untuk membantu Ryota membereskan buku-buku. Yumeko, di sisi lain, tetap diam, mengamati setiap gerakan mereka dengan tatapan tenang.

Ketika Yukina hendak pulang, Yumeko mendekatinya di depan pintu. "Yukina-chan, terima kasih sudah membantu Ryota hari ini. Kau memang pintar, ya."

Yukina tersenyum tipis, tapi ada nada dingin dalam suaranya. "Ah, tidak juga. Aku hanya suka belajar. Kalau begitu, sampai jumpa besok di sekolah, Yumeko-san."

Setelah Hiro, Takumi, dan Yukina pulang, suasana rumah kembali sunyi. Ryota duduk di sofa, menatap ke arah dapur tempat ibunya sedang membereskan peralatan makan. Yumeko, yang sedang duduk di kursi sebelahnya, tampak santai sambil memutar-mutar pensil di tangannya.

Ryota menatapnya tajam, lalu berbisik agar tidak terdengar oleh ibunya, "Yumeko, apa yang sebenarnya kau lakukan pada ibuku?"

Yumeko menghentikan gerakannya dan menoleh dengan senyum tipis. "Kenapa bertanya sekarang? Bukannya ini mempermudah hidupmu, Ryota-kun?"

Ryota mendekat sedikit, masih menjaga volume suaranya. "Itu bukan jawabannya. Apa kau menghipnotisnya?"

Yumeko tidak langsung menjawab, hanya memainkan rambutnya dengan ekspresi malas. "Aku hanya melakukan apa yang perlu dilakukan. Bukankah lebih baik dia berpikir aku adalah teman masa kecilmu daripada mempertanyakan kenapa aku tinggal di sini?"

Ryota mengepalkan tangannya, menahan emosi. "Tapi kau tidak berhak memanipulasi keluargaku seperti itu. Mereka tidak ada hubungannya dengan kontrak kita."

Yumeko menatap Ryota, matanya yang biasanya tampak ceria sekarang berubah serius. "Ryota, dengarkan aku baik-baik. Aku semakin lemah setiap harinya di dunia manusia ini. Kalau aku ketahuan atau diusir dari rumah ini, itu hanya akan memperlambat usahamu mengakhiri kontrak kita. Hipnosis ini hanyalah solusi sementara."

Ryota terdiam sejenak, mencerna kata-katanya. "Tapi... ini salah. Kau memanfaatkan mereka."

Yumeko menghela napas panjang, lalu berdiri dari kursinya. "Aku tahu kau tidak setuju. Tapi kau tidak punya pilihan. Kalau kau tidak ingin ibumu khawatir atau curiga, lebih baik kau pura-pura tidak tahu. Lagipula, aku tidak melakukan sesuatu yang berbahaya padanya."

Ryota menatapnya dengan raut penuh keraguan. "Dan kau yakin dia tidak akan sadar?"

Yumeko tersenyum lagi, kali ini sedikit lembut. "Hipnosis itu tidak kuat. Kalau kau berhasil mengakhiri kontraknya dengan cepat, itu akan menghilang dengan sendirinya, dan dia bahkan tidak akan ingat aku pernah ada di sini."

Ryota masih merasa berat, tapi ia hanya bisa menghela napas. "Aku harap kau tahu apa yang kau lakukan, Yumeko."

ia menatap Ryota yang masih sibuk mengumpulkan buku-buku. "Aku juga berharap begitu, Ryota-kun. Tapi sampai saat itu tiba, kita harus bekerja sama."

Ryota hanya bisa memandangnya dengan tatapan kosong, perasaan bercampur aduk memenuhi pikirannya.

Yumeko hanya tersenyum, lalu menghilang ke kamarnya, meninggalkan Ryota yang kembali termenung di ruang tamu.