Chereads / Heartstrings under Hypnosis / Chapter 12 - Chapter 12: Di Bawah Pengawasan Iblis

Chapter 12 - Chapter 12: Di Bawah Pengawasan Iblis

Matahari siang bersinar terik, memantulkan cahayanya ke lapangan olahraga yang luas. Udara sedikit berangin, membuat dedaunan di sekitar lapangan bergoyang perlahan. Suara burung sesekali terdengar dari pohon besar di pinggir lapangan, menciptakan suasana yang kontras dengan kegaduhan para siswa yang sedang bersiap-siap.

Hari ini, pelajaran olahraga dipenuhi dengan semangat kompetitif. Guru olahraga, seorang pria paruh baya dengan suara lantang, berdiri di tengah lapangan memegang stopwatch. Ia mengumumkan dengan penuh semangat, "Baik, hari ini kita akan mengadakan lomba lari cepat satu per satu! Perhatikan garis start dan garis finis! Semua harus memberi yang terbaik!"

Ryota, yang berdiri di tepi lapangan, menguap malas sambil memperhatikan teman-temannya yang mulai melakukan peregangan. Di sebelahnya, Yumeko dengan santai menyilangkan tangan di depan dada.

"Ryota-kun," ujar Yumeko, sambil meliriknya dengan senyum kecil, "kalau kau hanya berdiri seperti itu, otot-ototmu akan kaku. Pemanasanlah."

Ryota memutar matanya. "Aku tidak butuh pemanasan untuk lari beberapa meter. Lagipula, ini hanya lomba konyol."

Yumeko mendekat, menepuk bahunya dengan ringan. "Kau ini benar-benar ceroboh. Jangan sampai kau jatuh, lalu menyalahkanku karena tidak memperingatimu."

Ryota mendesah dan mulai meregangkan tubuhnya dengan setengah hati. Namun, perhatian siswa laki-laki lain segera tertuju pada mereka berdua.

"Kenapa dia dekat sekali dengan Yumeko?" bisik seorang siswa dari kejauhan.

"Padahal cuma teman masa kecil, tapi kenapa mereka begitu dekat?" Sahut yang lain, nada suaranya penuh rasa iri.

Para gadis, yang sebelumnya cemburu pada Yumeko, memandangnya dari jauh. Beberapa masih tampak kurang suka, tapi Yumeko yang selalu ramah membuat mereka kesulitan untuk terus membencinya.

Sementara itu, Yukina yang berada di kelas lain tidak tahu apa yang sedang terjadi.

Ketika giliran para siswa dimulai, suara guru olahraga menggema di udara. "Berikutnya, Yumeko Aizawa! Siapkan dirimu di garis start!"

Yumeko menarik napas panjang, berjalan ke garis start dengan percaya diri. Suara langkah kakinya yang ringan hampir tenggelam di antara suara angin dan gemerisik daun. Semua mata tertuju padanya.

"Semangat, Yumeko!" teriak beberapa siswa.

Saat peluit berbunyi, Yumeko melesat seperti angin. Kakinya melangkah cepat dan mantap di atas lintasan, rambut panjangnya berkibar mengikuti ritme tubuhnya. Para siswa terdiam, terkesima dengan kecepatan dan keluwesannya.

Ryota yang duduk di pinggir lapangan bersama dua sahabatnya, Hiro dan Takumi, hanya mendengus pelan. "Apa hebatnya itu? Dia hanya lari."

Hiro menoleh. "Kau ini kenapa sih? Semua orang kagum padanya, tapi kau malah tidak terkesan. Jangan-jangan..."

Takumi ikut menimpali, "Dia cemburu!"

"Hah! Kenapa aku harus cemburu?" Ryota menepis tuduhan mereka dengan ekspresi kesal.

Yumeko melintasi garis finis dengan waktu yang luar biasa. Para siswa bertepuk tangan, sementara guru olahraga mencatat hasilnya dengan senyum puas. Yumeko berjalan kembali ke arah Ryota sambil mengibaskan rambutnya.

"Bagaimana tadi? Hebat, kan?" tanyanya dengan nada menggoda.

Ryota memalingkan wajah. "Ya, ya, kau hebat sekali. Puas?"

Hiro, yang memperhatikan interaksi mereka, menyenggol Takumi. "Hei, Takumi, bagaimana menurutmu? Yumeko kelihatan seperti tipeku, kan?"

"Ngawur! Dia lebih cocok denganku!" Takumi langsung membantah.

"Ryota, kau kan sudah punya Yukina," Hiro menatap Ryota serius, "Jadi, biarkan aku yang menjaga Yumeko."

"Apa? Tidak!" Takumi berseru. "Aku lebih pantas untuknya!"

Perdebatan pun dimulai. Hiro dan Takumi terus beradu argumen, sementara Ryota hanya menatap mereka dengan ekspresi datar.

"Dasar bodoh," gumam Ryota sambil perlahan meninggalkan mereka yang masih sibuk berdebat.

Saat pelajaran selesai, Ryota segera meninggalkan sekolah. Namun, di jalan, ia melihat sosok familiar menunggunya di bawah bayangan pohon di dekat gerbang.

"Ryota-kun!" Yukina melambai dengan senyuman hangat.

"Yukina?" Ryota tampak sedikit terkejut. "Kenapa kau menungguku?"

"Aku ingin pulang bersamamu," jawab Yukina dengan nada lembut.

Mereka mulai berjalan bersama, ditemani suara langkah kaki mereka di atas trotoar. Angin sore berhembus lembut, membawa aroma daun basah dari hujan semalam. Yukina melirik Ryota dengan hati-hati sebelum akhirnya bertanya, "Ryota-kun, bolehkah kita... berpegangan tangan?"

Ryota terdiam sejenak. Ia tahu ini adalah efek dari sihir Yumeko, tapi ia tidak tega menolak permintaan Yukina. "Tentu," ujarnya akhirnya, sambil menggenggam tangan Yukina dengan lembut.

Perasaan hangat mengalir di antara mereka, tapi hati Ryota terasa berat.

Di perempatan, mereka berpisah. Ryota melanjutkan perjalanan ke rumah untuk bersiap-siap bekerja. Sementara itu, Yukina menatap punggungnya yang menjauh dengan senyuman tipis, menyembunyikan rasa sakit yang ia rasakan di dalam hati.

Ryota bergegas menuju rumahnya, melewati jalanan yang mulai diselimuti gelap. Suara kendaraan dan langkah kaki orang-orang yang terburu-buru masih terdengar di sepanjang trotoar. Namun, meskipun suasana ramai, pikiran Ryota tetap terasa sunyi.

Sesampainya di rumah, ia segera berganti pakaian dan bersiap-siap untuk bekerja di restoran cepat saji. Ia mengambil tas kecil dan berjalan keluar rumah. Restoran itu hanya lima belas menit dari rumahnya, cukup dekat untuk berjalan kaki, tetapi rasanya perjalanan itu seperti tak ada habisnya dengan semua beban pikirannya.

Di sepanjang jalan, Ryota melirik lampu-lampu toko yang masih menyala, penjual kaki lima yang mulai sibuk menyiapkan dagangan, dan anak-anak yang bermain di depan rumah mereka. Namun, semua itu tidak benar-benar ia perhatikan. Di pikirannya hanya ada satu tujuan: menyelesaikan pekerjaan malam ini tanpa masalah.

---

Sesampainya di restoran, suara pelanggan yang ramai langsung menyambutnya. Meja-meja penuh, antrean mengular hingga dekat pintu masuk, dan aroma makanan cepat saji menguar memenuhi ruangan. Pak Sugimoto, manajer restoran, menyapanya dengan suara lantang seperti biasa.

Ryota mulai bekerja, melayani pelanggan dengan sigap meski pikirannya terus melayang. Sesekali ia merasa lelah, tapi ia tahu ia tidak bisa menunjukkan kelemahan. Ia butuh uang, lebih dari segalanya.

---

Malam sudah larut ketika restoran mulai tutup. Pelanggan terakhir sudah pergi, dan suara hiruk-pikuk restoran digantikan oleh bunyi peralatan yang dirapikan dan lantai yang disapu. Setelah semuanya beres, Ryota mengucapkan salam perpisahan kepada Pak Sugimoto dan berjalan pulang.

Di luar, jalanan tampak sepi. Hanya ada beberapa kendaraan yang melintas, dan suara jangkrik mengisi kesunyian malam. Angin dingin berembus lembut, membuat Ryota merapatkan jaketnya sambil berjalan dengan langkah lesu.

Saat ia sampai di depan rumahnya, Ryota menghela napas panjang. Ia merogoh saku untuk mengambil kunci rumah. Namun, sebelum ia sempat memasukkan kunci ke lubang pintu, ia merasakan sesuatu yang aneh—seperti ada seseorang di belakangnya.

"Lelah sekali ya, Ryota-kun?" suara yang begitu akrab terdengar tepat di telinganya.

Ryota melonjak, hampir menjatuhkan kunci dari tangannya. Ia berbalik dengan cepat dan mendapati Yumeko berdiri di belakangnya, tersenyum santai seperti biasa.

"Yumeko?! Apa-apaan kau muncul seperti ini!" Ryota menatapnya dengan kesal, tangan masih di dadanya seolah mencoba menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba melonjak.

"Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Kau terlihat sangat lelah," jawab Yumeko ringan sambil melipat tangan di belakang punggungnya.

"Dan kau pikir dengan mengejutkanku seperti ini akan membuatku lebih baik?!" balas Ryota tajam.

Yumeko hanya tersenyum, lalu melangkah melewatinya masuk ke rumah tanpa menunggu izin. Ryota mendesah berat sebelum mengikuti dari belakang, menutup pintu dengan bunyi keras.

"Jadi, apa yang kau inginkan kali ini?" Ryota melipat tangan, menatap Yumeko yang sudah duduk dengan santai di sofa.

"Aku hanya ingin memastikan kau tidak membuat masalah yang lebih besar," jawab Yumeko.

"Tidurlah, jika kau mati, aku akannterjebak didunia ini karena kontrakmu, Ryota. Lebih baik kau tak bekerja terlalu keras."

Sebelum Ryota sempat menjawab, Yumeko menghilang begitu saja, meninggalkan suara pelan pintu yang tertutup dengan sendirinya.

"Apa apaan dia itu, datang dan pergi seenaknya." Ryota berbicara sendiri.

Ryota berdiri di sana, memandang ruang tamu yang kini kosong. Ia tidak tahu apakah ia harus merasa kesal atau bersyukur atas kehadiran Yumeko.

Ketika ingin segera tidur, ia melihat ponselnya. Pesan-pesan dari Yukina muncul di layar.

"Ryota-kun, jangan lupa makan malam, ya."

"Aku tahu kau bekerja keras, tapi jangan lupa istirahat."

"Kalau kau sakit, aku akan sangat khawatir."

Ryota membaca pesan-pesan itu dengan ekspresi rumit. Ia tahu perasaan Yukina hanyalah hasil sihir Yumeko, tetapi perhatian gadis itu terasa begitu tulus.

Ia mengetik balasan singkat.

Ryota: "Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah khawatir. Selamat malam."

Setelah mengirim pesan, Ryota melemparkan tubuhnya ke sofa. Matanya mulai terpejam,