Chereads / Heartstrings under Hypnosis / Chapter 9 - Chapter 9: Kebohongan yang Indah

Chapter 9 - Chapter 9: Kebohongan yang Indah

Di malam sebelum pertemuan yang menentukan, Ryota duduk di kamarnya yang remang-remang, hanya diterangi lampu meja kecil. Ketika malam makin larut, udara terasa lebih dingin, mengisyaratkan ketegangan yang akan terjadi. Dalam keheningan itu, ia merasakan beban semakin berat menghimpit dadanya. Tidak ada jalan lain. Ia harus melakukan ini, walaupun hatinya berontak. Ia memejamkan mata sejenak, lalu dengan suara lirih, memanggil nama iblis yang telah mengikatnya dalam masalah ini.

"Yumeko…" bisiknya pelan.

Dalam sekejap, sosok Yumeko muncul di depan Ryota. Seperti biasa, senyumnya misterius, penuh dengan kenakalan khasnya. Ia mengenakan gaun hitam yang berkilauan di bawah cahaya lampu kamar, tatapannya berkilat penuh minat.

"Memanggilku di malam yang tenang begini, Ryota?" gumam Yumeko, suaranya terdengar seperti musik misterius. "Kau pasti merindukanku."

Ryota mendengus pelan, mencoba menahan rasa jengkel. "berhenti main-main, Yumeko. Besok aku ingin kau datang ke taman dan membantuku menjelaskan semuanya pada Yukina. Dia harus tahu... bahwa perasaannya padaku itu bukan asli."

Dengan wajah malasnya, Yumeko berkata "jadi kau ingin aku untuk menghancurkan hati gadis itu?" Ia mengangkat sebelah alisnya, dengan terpaksa. "Baiklah, aku akan datang. Bagaimana juga pun, ini adalah bagian dari kontrakku denganmu."

Ryota menatap Yumeko dengan ekspresi serius."Aku ingin dia bebas, itu saja. Dan kau akan membantuku."

Yumeko menghela napas dengan dramatis, lalu tersenyum lembut. "Baiklah. Besok aku akan datang. Tapi ingat, ini mungkin akan lebih menyakitkan hatinya dari yang kau kira." Dengan satu kedipan mata, ia menghilang, meninggalkan Ryota sendirian dalam kesunyian.

---

Keesokan harinya, Ryota bersiap dan menuju taman dengan perasaan yang campur aduk. Taman itu tenang di pagi hari, hanya dihiasi suara kicauan burung dan daun-daun yang jatuh berguguran. Pohon-pohon tinggi mengayun lembut diterpa angin, seolah mengawasi apa yang akan terjadi di bawahnya. Beberapa pengunjung taman berjalan santai, beberapa berlari, namun Ryota hanya menanti dengan penuh ketegangan.

Tak lama kemudian, Yukina muncul, mengenakan pakaian yang tampak lebih rapi dari biasanya, dengan senyum lembut yang menghiasi wajahnya. Begitu melihat Ryota, ia langsung berlari mendekat, pipinya sedikit merona.

"Ryota-kun!" panggilnya, senyumnya lebar. "Aku tak menyangka hari ini akhirnya datang juga."

Ryota memaksakan senyum, berusaha menahan rasa bersalah yang mulai menyelimuti hatinya. "Maaf membuat mu menunggu." Yukina tersenyum bahagia. "Jangan khawatir, aku juga baru sampai." ucapnya, walaupun ia sudah berada di sana sejak tadi.

Ryota berjalan di samping Yukina, mencoba menikmati kebersamaan mereka, tapi ada beban yang terus menghimpit hatinya. Setiap senyum Yukina—senyum yang begitu manis dan penuh kebahagiaan—hanya menambah rasa bersalah yang merayap dalam pikirannya. Seharusnya

Mereka melanjutkan kencan mereka, menuju kedai crepe favorit Yukina. Ketika mereka memesan dan menikmati crepe manis di bawah pohon rindang, Yukina menawarkan gigitan pertama dengan wajah antusias. "Ayo, coba! Yang ini rasanya pasti beda," katanya sambil menyodorkan crepe ke mulut Ryota.

Ryota ragu-ragu mengambil gigitan, tapi rasa manisnya terasa pahit di lidahnya. Saat dia melihat Yukina menggigit crepenya sambil tersenyum puas, hatinya makin terasa remuk. "Kalau saja… semua ini nyata," batinnya.

Setelah makan, mereka berjalan-jalan lagi di taman. Langit sore mulai berubah warna, dari biru cerah menjadi jingga keemasan. Matahari perlahan tenggelam di ufuk barat, menciptakan bayangan panjang dari pepohonan dan kursi-kursi taman. Udara yang tadinya hangat mulai berubah menjadi dingin.

Ketika akhirnya langit mulai meredup dan sinar matahari hampir hilang sepenuhnya, mereka kembali duduk di bangku taman, di bawah pohon besar yang dedaunannya mulai berguguran. Yukina menyandarkan kepalanya di bahu Ryota, menghela napas bahagia. "Aku harap… kita bisa menghabiskan waktu seperti ini selamanya," bisiknya pelan, membuat Ryota hampir tak bisa bernapas.

Ryota menarik napas panjang, lalu menatap Yukina dengan tatapan serius. "Yukina-san… ada sesuatu yang harus kukatakan padamu," ucapnya dengan nada berat.

Yukina tersenyum bingung, tampak tak mengerti arah pembicaraan. "Hm? Apa yang terjadi, Ryota-kun?"

Ryota menunduk, menahan perasaan sesak di dadanya. "Perasaanmu padaku… itu tidak nyata, Yukina. Semuanya… adalah hasil dari pengaruh sihir."

Yukina terdiam, matanya membelalak. "Apa maksudmu, Ryota? Jangan bercanda seperti itu…"

Ryota menghela napas panjang, mencoba untuk tetap tegar. "Aku tak sengaja membuat kontrak dengan iblis, Yumeko. Dia... membuatmu jatuh cinta padaku, tapi itu bukan cinta yang asli."

"Tidak… Itu tidak mungkin," Yukina berbisik, matanya berkaca-kaca, menolak untuk menerima apa yang baru saja didengarnya. "Aku tahu apa yang kurasakan padamu. Aku benar-benar mencintaimu!"

Ryota menggelengkan kepalanya pelan, dan sebelum sempat menenangkan Yukina, sosok Yumeko muncul, berdiri di belakang mereka. "Apa kau ingin bukti, Yukina?"

Yukina mundur setapak, ketakutan. "Kau… kau iblis itu?"

Yumeko tersenyum kecil. "Ya, aku adalah iblis yang kau dengar dalam cerita ini. Maaf tentang itu, semua Perasaanmu pada Ryota adalah hasil dari sihirku"

Yukina mulai menangis, air matanya mengalir tanpa henti. "Kenapa… kenapa kita tak bisa membiarkan semuanya seperti ini saja, Ryota?" isaknya, suaranya dipenuhi putus asa. "Aku tak peduli kalau ini hasil sihir atau apa pun… Aku hanya ingin bersamamu. Meski ini semua palsu, tapi... aku benar-benar merasa bahagia bersamamu."

Namun Ryota tetap menggelengkan kepala, tatapannya lembut namun tegas. "jika kau Yukina yang biasanya, apa kau akan mengatakan hal yang sama? Apa kau yakin, Yukina yang asli akan menerimaku? Itu semua tidak pasti. Aku hanya ingin kau bebas dari semua ini, dan satu-satunya cara untuk mengakhiri kontrak ini adalah dengan cara aku ngsex."

Yukina terkejut dengan semua itu. "Apa?!"

Ryota kembali menjelaskan dengan perasaan bersalah. "Target pertamanya itu adalah kau, tapi, kau asli pasti tak akan menyukainya, jadi aku akan melakukannya dengan pelacur agar aku tak merasa bersalah, dan aku akan mengumpulkan uang untuk itu, jadi kau jangan khawatir."

Yukina menangis semakin deras, lalu tiba-tiba berbalik dan berlari meninggalkan mereka. Ryota tergerak ingin mengejar, tetapi Yumeko menghentikannya dengan cengkeraman yang kuat.

"Biarkan dia, Ryota," kata Yumeko. "Jika kau mengejarnya sekarang, dia hanya akan semakin sulit menerima kenyataan."

Ryota hanya bisa menatap jalan tempat Yukina menghilang, hatinya terasa hancur. Langit mulai gelap, bayangan malam menutupi taman, menyisakan hanya keremangan dan keheningan yang menyedihkan.

---

Di kamarnya, Yukina terduduk di lantai, membenamkan wajah di tangannya sambil terisak. Suara hujan terdengar di luar jendela, memberikan suasana sunyi dan dingin di dalam ruangan. Setiap kilasan ingatan tentang Ryota yang begitu dicintainya masih terus mengisi kepalanya.

"Apa benar... semuanya hanya kebohongan?" Yukina bergumam di antara tangisannya, menyadari bahwa setiap perasaan, setiap senyum, semuanya hanyalah kebohongan.

Namun, di dalam hatinya, ia tak bisa memungkiri ada perasaan hangat yang tetap ia rasakan untuk Ryota—perasaan yang tak ingin ia hilangkan. Tapi kini, dengan menyadari bahwa perasaan itu hanyalah bayangan palsu, ia merasa kehampaan yang begitu dalam.

Di luar jendela, cahaya lampu kota berpendar redup, seolah-olah ikut merasakan kesedihan Yukina. Dalam kesendirian itu, ia merasa tenggelam dalam dunia yang dingin dan tak berwarna, seakan-akan hatinya telah dibekukan, seperti julukan "Ratu Es" yang dulu pernah ia kenakan tanpa sadar.