Chereads / Heartstrings under Hypnosis / Chapter 4 - Chapter 4: Pertemuan yang Tak Terduga

Chapter 4 - Chapter 4: Pertemuan yang Tak Terduga

Setelah berakhirnya pelajaran, Ryota duduk di sudut kelas, berusaha menenangkan pikirannya yang gelisah. Jantungnya berdetak kencang saat ia membayangkan pertemuan yang telah direncanakannya dengan Yukina. Ia tak bisa menahan diri untuk membayangkan berbagai kemungkinan—apakah Yukina akan menolak, ataukah dia akan merespons dengan positif?

Dia memandangi jam dinding, detik demi detik terasa menghabiskan waktu. Saat bel berbunyi, Ryota berdiri dan melangkah ke luar kelas. Aula sekolah sudah mulai ramai, suara tawa dan obrolan siswa mengisi udara. Dia menelan ludah dan melangkah menuju tempat yang mereka sepakati.

Ketika Ryota sampai di tempat itu, dia melihat Yukina sudah menunggu. Meskipun ekspresinya tetap datar, ada sesuatu yang berbeda di matanya, seolah ada cahaya baru yang bersinar. Ryota merasakan jantungnya berdebar lebih cepat.

Setelah mata mereka bertemu, Yukina tersenyum padanya. 'Baru kali ini aku melihatnya tersenyum.' Ryota terkejut melihat reaksi dari Yukina. Yukina berjalan menuju Ryota yang terdiam menatapnya. setelah cukup dekat, Yukina langsung mencium Ryota yang masih binggung tengan situasi yang tak terduga ini.

Ciuman itu berlangsung beberapa detik, sebelum Ryota sadar tentang apa yang terjadi, pipinya langsung memerah setalah menerima ciuman dari Yukina. "Apa... apa yang kau lakukan, Yukina?" Tanya Ryota spontan. "Entahlah, aku hanya ingin melakukannya saja." Jawab Yukina. 'Pil nya benar-benar bekerja.' Batin Ryota.

Ryota memegang bahu Yukina dengan kedua tangan nya dan menatap nya dengan serius. "Yukina-san, sebenarnya... sebenarnya aku menyukaimu, maukah kau menjadi pacar ku?" Ryota menyatakan cintanya kepada Yukina. "Tentu, aku juga mencintai mu." Yukina langsung menjawab pernyataan itu, ia tersenyum bahagia mendapatkan pernyataan dari Ryota.

Ryota terkejut melihat Yukina sangat bahagia, bahkan, baru kali ini ia melihatnya bahagia. 'Apakah aku benar-benar boleh mempermainkan perasaanya seperti ini?' Ryota bertanya tanya tentang tindakannya yang mempermainkan emosi orang lain. Yukina melihat Ryota dengan wajah murung. "Ada apa? Apa kau tidak senang dengan jawaban ku?" Yukina bertanya khawatir kepada Ryota yang murung.

"Tidak, aku hanya memikirkan hal lain" Ryota mencoba mengganti pembicaraan. "Jika ada yang mengganggu mu, katakan saja padaku, aku akan membantumu" Jawab Yukina khawatir. "Tidak ada, jangan khawatirkan aku." Ryota mencoba tersenyum untuk menghilangkan kekhawatiran Yukina. "Apa kau mau pulang bersama?" Tanya Ryota. "Tentu saja." Jawab Yukina yang masih merasa khawatir.

---

Langit terlihat kelabu, awan-awan tebal menggantung rendah seolah siap menumpahkan hujan kapan saja. Ryota dan Yukina berjalan beriringan di jalan kecil yang sepi, suara langkah mereka hampir tenggelam dalam keheningan mendung yang menyelimuti kota. Cahaya matahari yang tersisa samar-samar, hanya tersaring tipis di antara awan, memberikan warna pucat pada trotoar.

"Sepertinya akan hujan," ujarnya akhirnya, mencoba memecah keheningan.

Yukina menoleh sedikit dan mengangguk. "Ya... memang terasa begitu."

Ketika mereka sampai di persimpangan, tetesan pertama hujan mulai jatuh. Awalnya hanya rintik-rintik kecil, tapi dalam hitungan detik, hujan semakin deras, membasahi jalan dan udara menjadi lebih dingin. Ryota mendongak, lalu menoleh ke arah Yukina, yang kini berusaha melindungi bukunya dengan kedua tangan.

"Eh, rumahku di dekat sini. Kalau mau, kamu bisa berteduh sebentar…" Yukina menawarkan, suaranya sedikit ragu tapi tetap terdengar jelas di tengah suara hujan yang semakin deras.

Ryota menelan ludah, sedikit tak percaya pada apa yang baru saja didengarnya. "Uh… terima kasih, Yukina-san," jawabnya sambil tersenyum kikuk, berusaha menyembunyikan kecanggungannya. Mereka pun berlari menembus hujan, dan tak lama kemudian sampai di depan rumah Yukina.

Begitu masuk, aroma khas ruangan yang hangat dan kering menyambut mereka. Ryota berdiri di ambang pintu, masih kikuk dan ragu harus melakukan apa.

Yukina memperhatikan Ryota yang masih menggigil kedinginan dengan pakaian yang basah kuyup. Dia menatapnya sejenak, lalu akhirnya memberanikan diri untuk menawarkan sesuatu.

"Ryota, kamu… mau mandi sebentar? Biar aku carikan baju ganti," ucap Yukina, mencoba terdengar biasa meskipun wajahnya agak memerah.

Ryota menoleh dengan ekspresi terkejut, jelas tidak menyangka tawaran tersebut. "Eh? M-mandi? Aku... aku tak apa-apa kok!" jawabnya gugup, tetapi gigilan kecil yang ia tahan justru membuat Yukina menghela napas pendek.

"Jangan bodoh," jawabnya dengan suara pelan namun tegas. "Kalau kamu terus seperti ini, malah bisa masuk angin." Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, Yukina berjalan menuju kamar, lalu kembali dengan setumpuk handuk dan pakaian bersih—baju kaus sederhana dan celana pendek yang tampaknya cukup besar untuk Ryota.

"Aku tinggal sendirian, jadi tenang saja. Pakai saja ini, ini milik ayah ku." katanya sambil menyodorkan pakaian tersebut. Wajah Ryota bersemu merah saat ia menerima pakaian itu dengan tangan gemetar.

"Te-terima kasih, Yukina-san..." Ryota membalas, kemudian ia bergegas menuju kamar mandi, merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

---

Di kamar mandi yang hangat, Ryota berdiri di bawah pancuran air hangat, berusaha menenangkan dirinya. Masih tidak percaya bahwa dirinya sekarang berada di rumah Yukina, bahkan menggunakan pakaian yang ia pinjamkan. Baginya, ini adalah momen yang terlalu tak terduga untuk seorang pemuda biasa seperti dirinya.

Selesai mandi, ia mengenakan pakaian yang diberikan Yukina. Meski sedikit longgar, pakaian itu terasa nyaman, dan aroma sabun lembut yang mungkin adalah milik Yukina masih tercium samar. Dia menatap cermin dan mengatur napasnya sebelum keluar.

Ketika ia kembali ke ruang tamu, Yukina tengah duduk sambil menatap keluar jendela, mendengarkan suara hujan yang masih deras. Ketika Ryota mendekat, Yukina menoleh, melihatnya dari atas ke bawah, dan senyum tipis muncul di wajahnya.

"Kelihatannya cocok," komentar Yukina dengan nada yang sulit diartikan, membuat Ryota semakin merasa canggung.

"Benarkah, sepertinya agak longgar. Omong omong, dimana keluarga mu?" Tanyanya.

Yukina diam sejenak, memandang ke luar jendela di mana hujan masih mengguyur deras. Tatapannya sedikit melamun, dan untuk pertama kalinya, Ryota melihat ekspresi yang berbeda pada wajahnya—sebuah kesedihan yang tak pernah ia tunjukkan pada siapa pun di sekolah.

"Orangtuaku bekerja di luar negeri. Mereka… jarang pulang." Ryota terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Ada rasa simpatik yang tiba-tiba muncul dalam dirinya. Baginya, Yukina selalu tampak kuat dan mandiri, tetapi kini ia sadar bahwa di balik sikap dinginnya, ada kesepian yang mungkin tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

"Jadi begitu." balas Ryota dengan suara pelan. "Tapi, dengan mu disini sudah cukup membuatku bahagia." Balasnya dengan senyuman bahagia.

Bersambung...