Chereads / Vampir Barat: Eight / Chapter 8 - Chapter 8: Pengganggu Kecil

Chapter 8 - Chapter 8: Pengganggu Kecil

Terdengar bunyi ponsel di samping ranjang. = Ring!!.... Ring....=

Lalu, tangan muncul dari dalam selimut di atas ranjang itu dan mengambil ponsel tersebut, terdengar suara Eight yang baru bangun tidur, "Hm.... Halo?"

Seketika dia langsung bangun dengan tak percaya. "Ya, ya... Aku akan ke sana, perjalanan...." dia langsung bergegas keluar dari ranjang dengan tubuh berantakan.

Lalu, dia menoleh ke sekitar sembari memanggil seseorang. "Simba!" Eight memanggil sambil keluar dari kamar, tapi Simba tak ada di mana pun.

"Kemana dia? Pagi-pagi begini menghilang?" dia bingung melihat sekitar hingga ada yang membuka pintu apartemen, rupanya itu Simba. "Huf... Lelah...." dia masuk dengan masker, lalu membuka maskernya dengan lelah.

"Simba, jangan bilang kau tadi malam tidak pulang?" Eight mendekat, memegang kedua bahu Simba yang tampaknya capek.

". . . Aku lelah... Kamu ada apa? Apa kamu mencariku?"

"Yeah, sebenarnya aku ingin bilang sesuatu padamu bahwa aku harus ke barat, tepatnya di mana aku tinggal, ada suatu masalah yang harus aku selesaikan di sana, ini juga soal pekerjaan," kata Eight.

"Benarkah begitu? Kau tidak ada rencana untuk menikungku kan?" Simba menatap curiga bahwa Eight akan meninggalkannya dan malah tergoda wanita lain. "Seringlah video call padaku, jangan tunggu aku video call, kamu juga harus mulai duluan," tambahnya.

"Baiklah, aku akan melakukannya.... Jadi... Mungkin aku akan pergi sekarang... Jangan lupa jaga kesehatanmu," kata Eight. Simba hanya mengangguk karena dia sudah lelah.

Lalu, Eight mendekat. "Aku akan kembali," dia mencium kening dan pipi Simba, benar-benar begitu manis dan hangat. Lalu, dia melewati Simba dan berjalan pergi.

Sepertinya selama beberapa hari ke depan, Eight tidak akan menemani Simba.

"(Semoga saja dia tidak kenapa-napa selama perjalanan ke sana maupun pulang....) Aku akan istirahat..." Simba akan ke kamar, tapi siapa sangka, ponselnya berbunyi. Dia melihat bahwa itu dari Sutradara Yu.

"Astaga... Aku baru saja mau tidur...." dia terpaksa mengangkat panggilan itu.

"Simba, siapa yang meminta mu pulang? Cepat kembali ke sini karena syutingmu belum selesai hingga nanti sore!!"

"Ck.... Ha... Baiklah.... Aku ke sana sekarang, Sutradara Yu...." Simba tampak kesal, tapi dia memang harus syuting dan sekarang berjalan dengan lemas.

Di tempat syuting, dia bertemu dengan Sutradara Yu. "Kamu ini bagaimana, kan aku sudah bilang jangan pulang duluan.... Syuting harus segera dilakukan, cepat ke posisimu dan minta kru merapikan riasanmu," kata Sutradara Yu yang tampak kesal.

Lalu, Simba hanya pasrah dan berjalan ke tempatnya. "(Ha.... Sangat melelahkan jika harus menjadi seorang aktor yang diminta banyak pengikut untuk ikut serta dalam setiap video yang harus ada aku..... Aku sungguh sangat lelah.... Pekerjaan seperti ini memang digaji besar daripada pejabat.... Sungguh melelahkan...)" Simba hanya pasrah sambil terus menghela napas panjang. Tapi tetap saja, jika proses syuting berlangsung, dia harus semangat untuk menciptakan alur cerita yang menyambung tanpa mempedulikan kesehatannya.

Sorenya, semuanya sudah selesai. "Cough.... Cough...." Simba mengambil masker dan memakainya, lalu Sutradara Yu mendekat. "Kerja bagus hari ini!" tatapnya dengan senang.

"Terima-Cough..... Kasih.... Coughh..."

"Haiz, kau sakit, makanya jaga kesehatan. Sudah tahu syuting padat, jangan kebanyakan minum boba... Sudah, pulanglah," kata Sutradara Yu.

"Yeah, baiklah...." Simba berjalan pergi dari sana dan kembali lagi ke apartemen dengan masker putih menutupi wajahnya. Ia tampak lelah dan terantuk-antuk.

"Hoaaamm... Setelah ini, biarkan aku istirahat...." Ia membuka pintu apartemen, tapi siapa sangka, dia menjatuhkan tas yang ia bawa karena melihat seorang gadis kecil tidur tengkurap di lantai.

Gadis itu bangun dan melihat Simba yang menatap tak percaya, dia bahkan tak percaya sampai jatuh duduk. "Si... Siapa kamu?!"

Gadis itu terdiam sambil mengucek mata karena bangun tidur, lalu bangun duduk dan menunjuk ke atas. "Aku, dari atas...."

"Atas? Apa maksudmu atas?" Simba menatap panik, dia melihat jendela apartemennya pecah, jadi sudah dikatakan bahwa gadis itu masuk melalui kaca yang pecah itu.

"Aku terjatuh dari atas.... Dan sesuatu membuatku berpikir untuk menuju kemari, jadi aku di sini," balas gadis itu dengan imut, membuat Simba masih tak percaya apa pun. Tatapan yang sungguh sangat polos dan tidak berdosa hanya terlihat seperti gadis kecil manusia biasa.

"Apa maksudmu, kau tidak bicara dengan baik?! Kau pasti lari dari orang tuamu kan? Gadis manusia sepertimu tidak baik keluyuran," Simba menatap kesal.

Hal itu malah membuat gadis itu mendadak ketakutan dan hampir menangis. Mungkin karena Simba menggunakan nada tinggi padanya.

"(Haiz, astaga....) Mana bisa gadis manusia ada di atas.... Oh... Aku tahu!" Simba menjadi teringat sesuatu. "Kau pasti dari lantai atas kan... Ayo...." Simba memegang tangannya dan menariknya keluar apartemen, membuat gadis itu bingung.

Mereka ada di kamar apartemen bagian atas tempat Simba. Dia mengetuk pintu dan yang membukanya adalah seorang pria dengan tubuh yang sungguh keras. "Yeah? Ada apa, nona cantik?" Dia menatap Simba sambil menggoda.

"Ini, kamu menjatuhkan putrimu," Simba menunjukkan gadis itu.

Seketika pria itu bingung. "Nona cantik, apa aku setua itu untukmu? Aku saja belum menikah."

"Hah, lalu ini gadis siapa?" Simba mulai menatap kesal, membuat pria itu terkejut dengan nada tingginya.

Tapi gadis itu menarik baju Simba, membuat Simba menoleh. Gadis itu tampak menggeleng dengan sangat ketakutan. Hal itu membuat Simba kembali menghela napas panjang. "Jadi kamu bukan dari apartemen ini."

"Hiks... Biarkan aku bersama kakak baik," tatap gadis itu.

"Ck... (Ini pertama kalinya aku harus bersikap begini pada anak kecil...) Haiz, baiklah, kamu boleh tinggal di sini, tepatnya di tempatku yang hanya sementara," kata Simba. Seketika gadis itu senang.

"Terima kasih, kakak cantik," tatapnya.

Setelah itu, mereka kembali lagi ke apartemen Simba.

"Hei, gadis kecil, siapa namamu?" tatap Simba.

"Aku Chaisa..."

"Chaisa... Baiklah... Tunggulah di sini," Simba mengeluarkan ponsel dan memotret Chaisa yang terdiam polos. Lalu Simba berjalan keluar, menutup pintu apartemen, membuat gadis kecil bernama Chaisa itu terdiam bingung.

Rupanya Simba pergi ke tempat fotokopi dan membuat lembaran anak hilang. Setelah itu, dia menempelkannya di banyak kota hingga malam hari.

"Ha... Ha... Sungguh... Ini melelahkan... Aku harus segera menyelesaikan ini. Aku yakin dia itu hanyalah gadis yang lari dari rumah... Jika cara ini tidak efektif, aku akan ke kantor polisi." Dia berjalan ke kantor polisi dan mengadu.

"Ada yang bisa dibantu, nona?"

"Ada gadis di rumahku, sepertinya dia hilang dari rumahnya, kalian harus bertanggung jawab!" Simba melaporkan dengan panik dan acak-acakan, membuat mereka tidak mengerti.

"Ehem... Oke? Tolong sebutkan alamat Anda dan ciri-ciri gadis itu."

Setelah itu, petugas itu bilang lagi, "Ehem, dari data yang kita cari selama satu jam... tak ditemukan hasil bahwa gadis itu bukan dari Korea Selatan," katanya menatap Simba yang terkejut.

"Apa??! Apa maksudmu?!" dia menatap tak percaya, tapi ia terdiam sebentar ketika mengetahui sesuatu. Dia ingat bahwa Chaisa pernah berkata bahwa dia dari langit atas.

"(Apa langit atas itu tempatnya? Tapi bagaimana bisa? Pikirkan... Kenapa dia ada di langit atas? Aduh, rasa lelah memang tidak bisa membuatku berpikir...)" ia bingung sendiri.

Hingga malamnya, dia kembali lagi ke apartemennya. Rupanya Chaisa sedang menonton televisi, menatap sebuah burung yang disorot di televisi.

"Chaisa... Baiklah, untuk sementara, kau bisa tinggal di sini... Bagaimana dengan mandi dulu?" tatap Simba, membuat Chaisa terdiam bingung.

Lalu Simba menghela napas panjang dan memegang tangan Chaisa, menariknya ke kamar mandi, dan dia memandikan gadis kecil itu.

Hingga ketika selesai, tiba-tiba saja perut mereka berbunyi lapar. Chaisa menutup perutnya.

"Aku lapar..." tatapnya dengan memelas.

"Hm, aku juga... Beli ramen saja, ayo..." Simba memegang tangan Chaisa, dan mereka berjalan bersama.

Sesampainya di tempat ramen. "Selamat datang, meja untuk dua orang? Apa perlu mangkuk untuk gadis kecil ini?" tatapnya.

"Eh, em..." Simba menjadi bingung, tapi Chaisa memegang lengannya, membuatnya menoleh dan menatap mata Chaisa. "Aku... Tak mau makan sendiri. Kakakku suka menyuapiku dengan lembut," tatapnya.

"Haiz baiklah, aku tidak perlu mangkuk kecil, aku akan menyuapinya," kata Simba bicara pada pelayan yang mengangguk dan berjalan pergi.

Chaisa menatap sekitar dengan wajah yang sepertinya baru pertama kalinya ke sana.

Lalu Chaisa menatapnya dengan wajah kosong, membuat Simba mencuekinya. Itu karena Simba kesal ada gadis kecil yang mengganggu waktunya.

"Ha... Katakan padaku, dengan siapa kamu tinggal?" Simba menatap.

"... Kakak... Kakak... Aku terpisah dengannya... Hiks... Kakak..." dia hampir menangis, membuat Simba panik.

"Oh, oke oke... Plis jangan nangis di sini..."

Lalu pesanan telah datang dan Simba mengambil dengan sumpit satu helai ramen, lalu meniupnya dan memberikan pelan pada Chaisa yang membuka mulut dan memakannya disuapi oleh Simba.

"Um... Heem... Sangat enak..." Chaisa terkesan, dan di saat itu juga Simba merasakan sesuatu, adanya rasa senang. "Ahahaha... Kamu sangat manis..." tatapnya. Tapi ia terdiam kaku. "(Eh bentar, apa yang aku katakan?)"

Hingga malam hari yang begitu larut. Simba membaringkan tubuhnya. "Ha... Sungguh lelah..." ia tertidur pulas dan ia tidak tahu bahwa Chaisa berjalan mendekat dan tidur bersamanya.

Hingga pagi hari selanjutnya, ia bangun dan mengetahui Chaisa tidur bersamanya, membuatnya terkejut.

"Bagaimana kau bisa tidur di sini?" dia menatap tak percaya.

Tapi Chaisa tampak menatap polos. Namun di saat itu juga ponsel Simba berbunyi dari meja, membuatnya mengangkatnya.

Rupanya dari Sutradara Yu. "Simba, aku minta maaf, tapi kamu harus syuting hari ini."

"Apa... (Ck, dia bilang aku akan libur, ternyata tidak...) Haiz baiklah..." balas Simba. "Aku... Aku harus pergi syuting, kau harus di rumah," tatapnya.

"Aku ingin ikut..." Chaisa menatap memelas, bahkan sungguh sangat memelas.

"... Ha... Baiklah..." Simba menyetujuinya hingga mereka berdua berjalan bersama ke tempat syuting.

"Chaisa, kau harus duduk diam di sini. Selama aku syuting, kamu mengerti?" tatap Simba, dan Chaisa mengangguk. Lalu Simba berjalan pergi ke panggung syuting, dan Chaisa duduk di kursi.

Tapi ada yang datang membawa balon. "Halo, kamu manis sekali. Kamu datang bersama Simba, kah?" rupanya Direktur Yu sambil memberikan balon berwarna merah, membuat Chaisa menerimanya dengan bingung.

Chaisa terdiam menatap balon itu. "(Balon... Terbang!!)" matanya menjadi bercahaya dan membayangkan sesuatu, burung yang terbang di langit luas, memiliki sayap di punggungnya, dan itu akan membuatnya terbang. Tiba-tiba, ia langsung berlari keluar, dan itu dilihat Simba.

"Chaisa!!" dia langsung lari, membuat syuting kacau. Semuanya juga terkejut.

"Simba! Kau akan ke mana?!"

"Gadis itu, kau tidak bisa jauh bersamaku!!" Simba tetap mengejar Chaisa.

Simba mengejar Chaisa hingga sampai di luar. Dia benar-benar terkejut karena itu adalah Chaisa dengan sayap bidadari.

Dia menoleh pada Simba dengan senyum manis. "Kak Simba, terima kasih," dia memberikan balonnya, membuat Simba terdiam kaku menerima itu hingga benar-benar diterima, dan di saat itu juga, Chaisa menghilang. Rupanya selama ini, dia adalah gadis bidadari kecil yang lupa bagaimana cara untuk kembali ke langit.

Simba masih menatap langit, dan di saat itu juga dia hampir sedih, tapi ia mencoba menahannya. "Rupanya, kamu adalah bidadari kecil..." ia tersenyum kecil, sepertinya sudah cukup merawat si kecil untuk nya.