Chereads / Vampir Barat: Eight / Chapter 7 - Chapter 7: Kurungan

Chapter 7 - Chapter 7: Kurungan

Sementara itu, Eight kembali dan ia membuka pintu, melihat mereka berdua masih di sana. "Hei, kalian, sepertinya aku tahu jalan keluarnya."

"Eight," mereka menatap.

"Aku benar benar baru sadar bahwa aku terpikirkan hal ini, mungkin setahu aku kita memang harus melakukan ini, tapi ini hanya berlaku sebagai teori ku saja... Lemari ini harus memiliki pengganti..." kata Eight dengan serius.

"Apa maksudmu, kita harus menyerahkan pada orang lain?" tatap Simba.

"Iya..." Eight mengangguk.

"Tentunya begitu, tapi apa kita akan tega begitu saja merepotkan orang lain... Apa kau tidak kasihan pada mereka yang belum tahu kutukan ini yang bisa saja membawa mereka ke dunia cermin dan tidak akan bisa keluar begitu saja," Noya menambah dengan khawatir.

"Yah, itu memang benar sih, orang lain akan langsung menjadi korban."

"Salah satu caranya, kita harus masuk ke dalam kutukan itu dan menangkap roh yang melakukan sihir kutukan itu," tatap Eight.

"Apa! Masuk?! Aku tidak mau," Simba langsung menggelengkan kepala dengan cepat karena dia benar benar sudah terlalu takut dengan hal itu.

"Tak apa, kita masuk."

"Kenapa kita harus masuk?! Kenapa tidak kau saja!?" Simba menolak dengan keras kepala.

"Simba, kau tahu kan... Di saat Noya di depan kaca lemari itu, tak ada pantulan bayangannya sama sekali, tetapi pantulan itu hanya memperlihatkan kita. Itu berarti kita memang targetnya dan tidak akan meminta korban lagi. Jika hanya aku yang masuk, kau mungkin yang akan menjadi roh kutukan itu."

"Hah, kenapa?"

"Itu karena roh itu telah membuat salinan tubuh kita. Saat kita menghancurkannya pun percuma saja karena kita juga sudah masuk ke sana dan itu membuat korban akan tahu roh-nya adalah kita."

"Bisa jelaskan lebih detail?"

"Haiz... Misalnya roh kutukan ini belum kita musnahkan, dia bisa meneror orang dengan tubuh kita di dalamnya karena kita sudah dicopy bentuk tubuh kita. Jika orang lain melihat tubuh kita yang ada di cermin, maka mereka akan berpikir bahwa dalang nya adalah kita, tak hanya itu saja, kutukan itu bisa saja membuat kurungan untuk jiwa kita karena tubuh kita ada dua termasuk di dalam sana..."

"Oh begitu, kalau begitu itu bakal bahaya," kata Simba.

"Memangnya aku dari tadi ngomong apa? Ayo mulai," tatap Eight yang membuka kain lemari itu dan memperlihatkan kaca yang memantulkan tubuhnya dan Simba.

Setelah itu, Simba dan Eight memakai tali tambang dengan dua ujung berbeda, dua ujung lainnya mereka ikat di benda berat seperti tiang tangga.

"Jika ada sesuatu, kau yang harus berjaga-jaga, Noya. Teriak lah pada kami jika misal tali kami tidak sampai atau bisa disebut kita sudah terlalu jauh," tatap Eight lalu Noya mengangguk.

"Semoga berhasil."

"Simba, tetap bersama ku," Eight mengulur tangan lalu Simba menerimanya. Mereka lalu masuk ke sana.

Terlihat di sana banyak sekali cermin yang memantulkan mereka.

"Simba, tak perlu ikuti aba-aba ku... Pecahkan semuanya," kata Eight. Lalu mereka membawa palu masing-masing.

"Apa mereka tak akan menyerang? Aku benar benar sangat takut... Sihir mereka memang tidak melukai secara fisik tapi itu benar benar mengancam kan?"

"Yah, yang tahu, roh kecil seperti ini hanya akan menakuti orang-orang dan tidak akan melawan sama sekali," kata Eight. Seketika mereka berdua memukul dinding-dinding kaca itu membuat semuanya retak.

Mereka akhirnya bisa memecahkan semua kaca di sana hingga lantai, dinding, langit-langit pun sudah dibuat retak oleh mereka.

"Huf... Apa ini berhasil?" tatap Simba dengan napas terengah-engah dan masih membawa palunya.

"Sepertinya begitu, satu langkah lagi," kata Eight, ia lalu berjalan random dan berteriak. "Noya, berikan cairannya!" panggilnya.

"Ya, baiklah," balas Noya dari luar cermin. Ia lalu mengambil dua botol bensin besar dan melemparkannya masuk ke dalam cermin. Dua botol itu jatuh dan Eight mengambilnya dan memberikan satu pada Simba.

"Ikut alurnya," kata Eight. Lalu mereka mulai menyiram semuanya, termasuk dinding diberi bensin dan setelah itu.

"Noya, tarik kami!" teriak Eight.

Seketika, Noya langsung menarik kedua ujung tali itu membuat mereka berdua langsung tertarik, dan di saat mereka tertarik hampir keluar, Eight menyalakan korek api dan melemparkannya sebelum mereka keluar.

Hingga mereka keluar terjatuh dengan Eight yang memeluk Simba. Mereka berdua bangun dengan rasa sakit lalu terdiam ketika melihat kaca itu menggambarkan api yang sangat banyak.

"Tak ada bayangan kita," kata Simba sambil mendekat ke kaca itu.

"Sekarang itu malah terlihat seperti neraka," tambah Noya.

"Bagus lah, dengan ini kita bisa menghancurkan lemari ini tanpa takut lemarinya akan kembali atau sihirnya yang akan membunuh kita karena kita sudah mematikan sihirnya dari dalam," kata Eight.

"Eight, kau benar-benar hebat," puji Simba. Lalu Eight memasang wajah sombong.

"Kemana kita akan menghancurkannya?" tanya Noya.

"Bukankah dijual lebih bagus? Dijual tak apa kan, orang lain juga akan aman karena sihirnya sudah mati, pastinya itu akan lebih baik dari sebelumnya, roh roh penasaran seperti itu memang menjengkelkan jika harus menjadikan lemari sebagai tempat mengerikan bagi kita yang ingin membelinya, memang harus di jauhi..." tambah Simba. Lalu Eight terdiam berpikir.

"Baiklah, kalau begitu, jual lah jika bisa dengan harga yang sangat mahal. Sekarang kualitas yang akan dilihat lemari ini," kata Eight lalu Simba dan Noya mengangguk.

"Kalau begitu kami pergi dulu, mungkin kami akan lama jadi jangan coba main di luar, Eight," kata Simba sambil berjalan bersama Noya keluar. Mereka berdua berjalan pergi.

Seketika wajah Eight menjadi licik. "(Hahahaha, selagi mereka keluar lama, aku akan pergi bersama rekan untuk main,)" pikirnya. Lalu ia segera bersiap di kamar.

"Karena petualangan tadi, aku benar-benar sangat lapar, sekalian makan saja mumpung tidak ada Simba yang akan mencegahku keluar," kata Eight sambil mempersiapkan diri selama hampir lebih dari 1 jam.

Terlihat Eight akan keluar dengan buru-buru, ia membuka pintu dan terkejut ketika melihat seorang lelaki pengantar paket makanan akan mengetuk pintu tapi tak jadi karena Eight kebetulan membukanya.

"Kamu?" Eight menatap bingung.

"E... Ah, ini pesanan anda," kurir itu memberikan makanan.

"Aku tidak pesan makanan," Eight masih bingung.

"Alamatnya benar, ini pesanan kekasih anda."

". . . O... Oh, kekasihku sedang keluar kota, kau salah kirim," kata Eight dengan berbohong bahwa Simba pergi keluar kota. Ia akan pergi melewatinya tapi kurir itu menahannya. "Eh tunggu dulu, Tuan, kekasihmu memintaku membantunya dengan sebuah kalimat," tatapnya membuat Eight kembali bingung.

Lalu kurir itu mencongkel jas Eight dan mendorongnya seraya berkata sebuah kalimat. "Kamu, berencana pergi keluar diam-diam!" tatapnya membuat Eight terkejut. Suara dan nada pria itu seperti benar-benar menirukan Simba.

". . . E... Enggak-enggak, itu... Pipa air sedang rusak jadi aku..."

"Aku bisa perbaiki," kata kurir itu menunjukkan alat perbaikan pipa.

"Ah bukan, itu toilet-nya mampet."

"Aku bisa perbaiki juga," balas sekali lagi oleh kurir itu.

"Tidak, tidak, tidak perlu, aku sebenarnya lapar," kata Eight. Lalu kurir itu memberikan makanan tadi. "Ini makananmu."

Eight mulai kesal. Ia lalu menerima makanan itu. "Aku tidak akan keluar. Terima kasih," tatapnya yang akan menutup pintu.

"Eh... Eh tunggu sebentar... Itu, kekasihmu memintaku untuk menagih bayaran darimu, totalnya 100 ribu," kata kurir itu.

"Hah? Kau bercanda?! Aku hanya punya 100 ribu tersisa di kantongku, kau masih suruh aku bayar," Eight menunjukkan selembar uangnya saja.

"Kekasihmu bilang, kau punya 100 ribu di saku satunya."

"Ngomong apa, itu hanya hantu... Berapa uang yang aku punya hanya aku yang tahu," gumam Eight sambil memeriksa di saku satunya, tapi ia terdiam dan tangannya mengeluarkan uang 100 ribu lagi.

"Nah itu apa?" kurirnya langsung mengambil uang 100 ribu tadi. Eight bahkan masih tak percaya dengan apa yang terjadi.

"Eh kekasihmu ada bilang satu hal lagi... Ehem... 'Eight~ di rumah sendiri jangan macam-macam, kalau tidak, aku akan mencakar wajahmu!'"

"Ah... Iya iya, aku... Aku paham."

"Baiklah, terima kasih, Tuan...." kurir itu membungkukkan badan lalu ia mengeluarkan ponselnya dan langsung memanggil panggilan video dengan Simba. "Nona, semuanya sudah ku sampaikan pada kekasihmu, jangan lupa beri bintang lima."

"Iyap," Simba membalas dengan jempolan tangan. Sementara Eight terdiam. "(Pesan macam apa ini?)"

Eight langsung menutup pintu dan meletakkan makanan di meja itu. "(Haiz... benar-benar menjengkelkan, aku benar-benar tidak diperbolehkan keluar... Simba benar-benar terlalu waspada, bahkan pesanannya tadi sama seperti perkataannya...)" ia langsung kesal dan menjadi duduk membanting tubuh di sofa.

"Haiz... Aku ingat ketika aku dicegah Simba keluar dengan cara dia."

Sebelumnya, di hari yang sudah lalu, terlihat Eight turun dari tangga sambil berkata. "Simba, aku keluar dulu."

Simba yang berwujud kucing duduk di atas meja dan membalas, "Pergilah."

Tapi hal itu justru membuat Eight terdiam bingung. "(Kenapa dia tidak mencegahku? Ini aneh.) Baiklah aku pergi," ia akan pergi tapi tiba-tiba sebuah buku jatuh membuat Eight menoleh melihat Simba yang terdiam.

"E... Aku... pergi dulu," Eight kembali akan pergi tapi yang jatuh kali ini adalah tiang untuk meletakkan jas membuat Eight kembali terkejut. Ia menoleh ke Simba. "Ada apa?"

"Tak ada apa-apa," balas Simba, ia lalu berubah wujud menjadi manusia dan mengambil semangka.

"Oh kau akan makan semangka, baiklah kalau begitu... Aku akan keluar," kata Eight sekali lagi.

Tapi siapa sangka, ia mendengar Simba meletakkan semangka itu di meja dan langsung memukulnya, seketika semangka itu terbelah menjadi dua.

Di saat itu juga Eight terdiam, ia agak ketakutan karena ia tahu itu tadi adalah ancaman dari Simba untuk dia agar tidak pergi keluar.

"Aku... Aku tidak jadi berangkat," kata Eight.

Dan karena itulah Eight harus pergi diam-diam untuk keluar main, tapi siapa sangka bahkan kurir sekalipun bisa menjadi Simba yang tak mengizinkannya keluar.

"(Aku seperti terkurung, memang benar... Aku budak kucing.)"