"Simba... Simba... Simba!" teriak Eight di pagi hari ini yang duduk di sofa sambil bermain ponsel. Karena Simba tak membalas panggilannya, ia mulai melihat sekitar, tapi tak ada siapa-siapa.
"(Huh? Kemana Simba?)" pikir Eight.
Lalu ia berdiri dan melihat sekitar. Di saat itu juga pintu terbuka, membuatnya menoleh.
"Halo Eight, bantu aku," kata Simba. Rupanya di belakang Simba ada lemari baju.
"Apa?! Kapan kau membawanya?! Kapan belinya?!"
"Baru saja kok."
Lalu di belakang lemari muncul teman Simba. "Halo," sapanya dengan ramah pada Eight.
"Siapa dia?" gumam Eight pada Simba.
"Dia sesama kucing, kau harus baik padanya," balas Simba.
"Halo, aku Noya... Kau pasti Eight, kekasihnya Simba. Senang bertemu denganmu. Aku adalah teman baik Simba," kata wanita itu mendekat padanya.
"Ah, salam kenal juga. Jadi sebenarnya bisa kau jelaskan kenapa Simba membeli lemari ini?" tanya Eight. Ia juga melihat tali tambang yang mengikat lemari itu dengan ketat. "(Kenapa diikat begini? Seperti akan ada yang keluar saja?)" Eight juga memasang wajah curiga.
"Tadi saat Simba dan aku jalan-jalan di kota, ada yang menawarkan lemari ini dengan harga murah. Lemarinya kualitasnya juga sangat bagus, kacanya terpasang sampai kaki. Jadi seluruh tubuh bisa dilihat dari sisi manapun. Simba yang tertarik pun membelinya dengan harga murah."
"Jangan bilang kalau dia tadi nawar harga padahal sudah murah?"
"Ya, sepertinya begitu. Kau beruntung punya dia karena dia pandai menawar, itu akan membuat uang tidak cepat habis," kata Noya. Eight pun hanya pasrah menghela napas panjang.
"Jadi, Simba... Mau diletakkan di mana?"
"Di sini," Simba menunjuk ruang tengah.
"Apah?! Kau mau ganti baju di ruang tengah?!" Eight langsung terkejut.
"Kenapa kau berpikir aku akan ganti baju di ruang tengah?"
"Yah... Itu karena saat kau ganti baju pastinya di samping lemari dan jika lemarinya kau taruh di sana, itu akan kelihatan dari jendela maupun balkon."
"Habisnya tak ada tempat, kau membeli apartemen kecil... Kita hanya punya satu kamar dan itu pun benar-benar sempit. Awas saja Eight tidak beli rumah yang lebih gede. Aku pengennya rumah, bukan apartemen," kata Simba dengan nada kesalnya.
"Haiz, baiklah Simba sayang, aku taruh di situ ya," Eight terpaksa memenuhi permintaan kekasihnya itu.
Lalu mereka sama-sama meletakkan lemari itu di tempat yang diinginkan Simba.
"Bagus, tempatnya benar-benar indah," Simba menjadi senang. Lalu ia melepas tali tambang itu dari lemari dan menggulungnya. "Ini jangan dibuang, akan berguna di lain hari," kata dia sambil menggantung tali itu di tembok.
"Haiz... Sabar-sabar. Oh, Noya... Aku akan keluar sebentar membeli minum. Mohon jaga tingkah laku dia ya," tatap Eight pada Noya.
"Ya, tentu," balas Noya. Lalu Eight berjalan pergi.
"Sangat bagus, cerminnya memiliki posisi yang bagus," Simba melihat ke cermin di lemari itu, tapi ia menjadi terdiam merasakan hal aneh di cermin itu.
Seketika ketika melihat dirinya di cermin itu tersenyum dengan ekspresi aneh. Padahal ia saat ini memasang ekspresi kaku melihat hal itu.
"Apa yang terjadi?" ia bingung sendiri, karena merasa aneh ia harus memastikan orang lain juga melihatnya. "Noya, kemarilah," panggil Simba pada temannya.
Noya yang agak jauh sambil bermain ponsel menjadi menoleh padanya yang memanggil. "Simba? Ada apa memanggil?" tanya Noya yang mendekat.
"Lihatlah," tunjuk Simba di cermin dengan tatapan kosong.
Noya lalu melihat dirinya di cermin dan merasakan apa yang dialami Simba tadi, yakni pantulan dirinya yang ada di cermin menjadi tersenyum seperti iblis. "Apa itu... Semacam halusinasi visual?"
"Entahlah, tapi ini ajaib," Simba menjadi penasaran dengan apa yang ada di dalam. Ia lalu mendekat ke cermin itu dan menyentuhnya, seketika cermin itu menelan tangannya seperti masuk perlahan. Karena terkejut, Simba langsung menarik kembali tangannya.
"Simba, apa yang terjadi?" Noya menatap.
"Cermin itu hidup?"
"Apa? Apa maksudnya?" Noya menatap bingung.
"Tadi tanganku hampir masuk."
"Apa?! Apa itu semacam sihir hitam... Sebaiknya kita jangan mendekat," kata Noya.
Tapi Simba terlalu penasaran. Ia lalu melihat dirinya di cermin itu melambaikan tangan seperti memberi isyarat untuk mengikutinya. Simba akan berjalan masuk ke sana membuat Noya terkejut diam. "Simba, kupikir itu bukan ide yang bagus, Simba!"
Tapi Simba sudah masuk ke cermin itu tanpa sisa apapun. Di dalam, Simba melihat dirinya banyak berdiri dan berbaris di sampingnya. Lalu di depannya ada dirinya yang lain yang mulai melambaikan isyarat untuk mendekat.
Simba berjalan mendekat ke ruangan gelap itu dan perlahan menyentuh dirinya di cermin itu. Tapi saat tangannya menyentuh cermin itu, semua yang ada di sekitarnya pecah dan menjadi cermin yang pecah yang memperlihatkan dirinya dalam bentuk yang sama dalam pecahan-pecahan itu.
Seketika Simba terkejut melihat itu. "(Apa yang terjadi?!)" ia melihat sekitar dengan panik, hanya ada dirinya yang sangat banyak terpantul dan memiliki gerakan berbeda-beda.
"Noya!!! Noya!!!" teriak Simba dengan ketakutan.
"Simba!!" Noya membalas dari luar.
"Noya!! Selamatkan aku!! Noya!!" teriak kembali Simba. Noya yang ikut panik menjadi berpikir. Ia lalu melihat dirinya sendiri di cermin itu yang sedang tersenyum sombong padanya.
"(Apa yang harus aku lakukan?! Ini memang sebuah sihir dari cermin. Aku harus menyelamatkan Simba.) Aku... Aku akan mencari bantuan," kata Noya. Ia lalu berlari keluar apartemen, tapi tiba-tiba saja Eight ada di sana. "Wo... Wo... Ada apa ini?" tatap Eight sambil memegang kaleng minuman di tangannya.
"Eight, bantu Simba!!" Noya langsung menarik tangan Eight, membuat Eight terkejut. Lalu ia dibawa di depan cermin itu.
"Ada apa? Kau ingin aku bercermin, hm?" Eight masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi.
"Simba masuk ke cermin itu, kau harus mengerti!!" kata Noya dengan panik.
"Simba? Apa maksudmu?"
"Tadi Simba masuk ke dalam, seperti ada sihir yang menariknya."
"Sihir? Apa itu sihir ilusi?! Dia bisa terjebak di sana... Simba!!" teriak Eight memanggilnya.
"Eight!!" Simba juga ikut berteriak.
Seketika wajah Eight terdiam tak percaya. "(Sialan.) Aku harus masuk."
"Tunggu, jika kau masuk, kau tidak akan bisa kembali."
"Hah?"
"Itulah yang terjadi pada Simba. Jika bisa kembali, dia seharusnya bisa tahu jalannya... Tapi dia tak bisa kembali. Jika kau juga masuk, kau juga akan terjebak. Apa kau belum mengerti bahwa cermin ini bukanlah cermin biasa? Itulah mengapa Simba tertarik masuk ke sana," kata Noya dengan panik.
"Lalu dengan apa?" Eight juga ikut menatap panik. Lalu ia kebetulan melihat tali tambang di dinding. Sepertinya itu tali lemari tadi yang diletakkan Simba di dinding.
Ia lalu mengambilnya dan memberikan ujungnya pada Noya. "Saat aku bilang tarik, maka kau harus tarik," kata Eight yang mengikat ujung lain tali itu di pinggangnya.
"Tapi, bagaimana jika tali ini putus?"
"Tidak akan. Sihir tak akan bisa memutuskan tali kuat ini. Cukup pegang erat-erat dan tarik dengan kuat. Jika kau tidak kuat menarik, maka kau juga akan terseret. Jadi aku minta bantuanmu," kata Eight.
Lalu Noya mengangguk cepat meskipun ia sedang sangat panik.
Setelah itu, Eight perlahan masuk dan melihat Simba yang tersenyum melambai mendekat. "Simba," ia mendekat perlahan. Simba sudah menyentuh cermin di depannya dan saat Eight ikut menyentuh, kaca-kaca itu pecah sama seperti yang terjadi pada Simba tadi.
"Eight!!" tiba-tiba saja Simba berteriak membuat Eight melihat sekitar dan menoleh ke segala arah untuk mencari Simba.
"(Ini ilusi...)" Eight dengan panik melihat sekitar, kaca-kaca itu terus memperlihatkan Simba dan dirinya dengan beda retakan. "(Aku pernah mengalami hal ini sebelumnya. Yang harus dilakukan hanyalah sederhana. Mematahkan ilusi ini dengan indra batin,)" Eight mencoba tenang berpikir lalu membuka mata.
"Simba, tutuplah mata mu dan ikuti suaraku ini," kata Eight, ia juga menutup matanya.
"B... Baiklah," Simba setuju lalu menutup matanya sambil meraih sekitar dengan tangannya hingga mereka benar-benar ditemukan.
"Simba," Eight langsung memeluk kekasihnya yang ketakutan.
"Tarik kami!"
Seketika Noya menarik talinya sekuat tenaga. Untungnya, mereka berdua berhasil keluar dari sana tanpa ada apa-apa.
"Simba, kau baik-baik saja?" tanya Eight. Simba tetap langsung memeluk Eight dengan ketakutan.
"Jangan khawatir, aku ada di sini, kau tak perlu takut."
"Apa yang terjadi? Apa yang kalian lihat?" tanya Noya.
"Di sana gelap dan sangat mengerikan sekali... Sekarang kau tahu kenapa penjual itu menjual dengan harga murah. Ini mungkin adalah cermin kutukan, tidak, bukan, tapi lemari kutukan. Jika tidak segera dibuang, lemari ini akan terus menyeret kita meskipun kita dalam terlelap tidur," kata Eight.
"Lalu bagaimana caranya kita membuang lemari ini? Bukankah lemari kutukan seperti ini jika dibuang ke suatu tempat maka akan kembali lagi?"
"Sepertinya memang begitu. Aku akan memikirkannya. Selagi aku berpikir... Tutupi cermin itu dengan kain," tambah Eight. Lalu Noya mengambil kain dan menutupi cermin di lemari itu. Tapi sebelumnya ia terdiam kaku karena di cermin itu tidak memantulkan tubuhnya. "Apa cermin ini mempermainkanku? Tak ada pantulan di tubuhku," kata Noya.
"Apa?! Benarkah?" Eight langsung mendekat, dan anehnya, tubuh Eight yang muncul di cermin itu. Tapi Noya, tak ada sama sekali. "Sepertinya cermin ini sudah menyimpan salinan pantulan tubuhku dan Simba. Jika sampai ada bahaya terjadi, kita berdua mungkin akan masuk."
"Lalu bagaimana?" tanya Noya.
"Tutupi saja itu terlebih dahulu. Biarkan aku mencari tahu yang sebenarnya terjadi. Jagalah Simba di sini," kata Eight. Ia lalu berjalan keluar meninggalkan mereka berdua.
Simba masih lemas di lantai, dan Noya mencoba menenangkannya.
"Simba, bagaimana perasaanmu?" tanya Noya.
"Aku baik-baik saja, itu tadi hampir saja... Di mana Eight?"
"Dia sedang mencari cara untuk lemari ini."
"Lupakan itu. Lemari ini jelas adalah sebuah lemari kutukan, dan kutukan tak bisa dihapus begitu saja, apalagi kita yang telah memiliki lemari ini. Jika dibuang, dia akan tetap kembali pada kita," kata Simba sambil berdiri memegang kain yang menutupi kaca lemari itu.
"Apa itu artinya... Lemari ini harus mencari korban lain untuk lepas dari kita?"
"Ya, mungkin lebih tepatnya memang begitu."