Chereads / Jeruji Waktu / Chapter 26 - Kenangan Menarik

Chapter 26 - Kenangan Menarik

"I wanna break free! Finally, I'm leaving this paradise island," teriakku dengan semangat yang membara. Ironi sekali menyebut pulau ini surga—selama 12 tahun lamanya, aku terjebak di sini. Terlalu banyak kenangan yang tertinggal di pulau ini: kenangan buruk, kenangan bahagia, kenangan kesedihan, dan kenangan menakutkan.

Setiap sudut pulau ini menyimpan cerita.

"What have I really learned from all this?" "Kau belajar tentang hidup. Persahabatan, kekeluargaan, permusuhan—semuanya ada disini."

Aku teringat akan teman-teman yang ku miliki, yang menjadi sahabat dan juga musuh. Kadang-kadang, saat bermain, kami tertawa bahagia, namun di lain waktu, perpecahan dan pertikaian juga tak terhindarkan. Kenangan ini begitu kompleks, seperti jalinan benang yang tak terurai.

"Did I really spend my youth here, in this prison island?" "Ya, tapi setiap momen itu membentuk siapa dirimu sekarang."

Pulau ini, meskipun terasa seperti penjara, telah mengajarkanku banyak hal. Aku belajar tentang arti keberanian, tentang menerima kehilangan, dan tentang pentingnya bersyukur, meskipun dalam situasi yang sulit. Kenangan menakutkan, seperti malam-malam gelap yang terasa panjang, tak pernah bisa kulupakan.

"Can I really leave it all behind?" "Kau bisa. Hargai semua kenangan itu, tapi ingat, hidupmu ada di depan, bukan di belakang."

Terlalu banyak kenangan di pulau ini. Setiap sudutnya mengingatkanku pada betapa pentingnya keberadaanku di dunia ini. Aku sering teringat pada momen-momen sulit yang mengajarkanku arti kehidupan.

"Why do I have to be here?" "Karena disinilah kau belajar menghargai hidup. Every second, every breath, it's precious."

Kenanganku tentang kematian membuatku sadar bahwa kita harus menghargai setiap momen yang kita miliki. Hidup ini tidak selalu mudah, bahkan bisa sangat sulit, seperti di tempat terburuk sekalipun, seperti pulau penjara ini.

"But why is there intentional death? Why do people have to suffer?" "It's part of life. Ada takdir yang tidak bisa kita ubah, and sometimes things happen beyond our control."

Aku merenung, menyadari bahwa ada kematian yang mungkin tidak adil, dan ada pula yang bisa dimaklumi. Dalam keheningan pulau ini, aku merasa berat, tapi juga ada harapan.

"What does it all mean?" "Artinya, kita harus belajar dari setiap pengalaman. Even in the darkest places, we can find light. Hargailah setiap nafas yang kita ambil, setiap hubungan yang kita bangun."

Meskipun pulau ini mengingatkanku pada banyak kesedihan, aku juga belajar untuk lebih menghargai hidup dan orang-orang di sekitarku. Di tempat ini, aku menemukan kekuatan untuk terus maju.

Diriku menemukan cara untuk bertahan hidup. Di balik jeruji, aku belajar lebih banyak daripada yang pernah kudapatkan di luar, ketika diriku gagal menyelesaikan kuliah S1 hukum, keterampilan yang ku pelajari di pulau ini jauh lebih berharga. "How did I reach this moment?" bisikku pada diri sendiri. "Kapan semuanya akan mulai membaik?"

Saat aku duduk di atas dek kapal, seluruh kenangan di pulau itu membanjiri pikiranku. 

Aku ingat bagaimana awalnya sulit beradaptasi. Pertama kali melihat tembok tinggi dan jendela kecil di lapas, aku merasa terjebak. Namun, lambat laun, aku menemukan komunitas yang penuh warna. "But I made friends here," kataku dalam hati, mengingat tawa dan dukungan yang kuperoleh.

Keterampilan memasak dari bahan seadanya, menjahit pakaian dari kain sisa, hingga bertani di kebun mini yang kami bangun bersama. "In this place, I learned survival skills," ucapku dengan bangga. Setiap pagi, kami merawat tanaman, merasakan tanah di antara jari-jari kami.

Learn English

Salah satu kisah unik yang selalu kuingat adalah saat aku belajar bahasa Inggris dari seorang native speaker narapidana asing. "Remember when we practiced together?" tanyaku pada diri sendiri. "How they shared their stories with me." Suatu saat, aku bahkan menjadi penerjemah untuk seorang teman yang butuh bantuan. Momen itu membuatku merasa berharga, meskipun berada di tempat yang seharusnya tidak menyenangkan. 

Pada awal tinggal di lapas ini, ada seorang wanita warga negara asing bule, cantik, tinggi, pirang, yang kebetulan namanya juga Sarah, Ms Sarah Mc Connor. Dia terpidana seumur hidup kasus penyelundupan narkoba dan sudah lima tahun tinggal pulau ini, telah sangat lancar berbahasa, telah menjiwai budaya lokal, sangat bersahabat. 

Suatu hari, saat kami bekerja di sawah, aku melihatnya tertawa bersama seorang narapidana yang lebih tua. 

Ketika kami selesai bekerja, seorang ibu petugas mendekat, wajahnya serius. "Bisakah saya berbicara dengan Anda sebentar? Secara pribadi," ujarnya. Senyumnya memudar saat dia mengikuti petugas itu ke kantornya, ketegangan memenuhi udara.

"I just received news from your embassy. Setelah banding, kasasi Anda gagal. Pihak berwenang di sana sedang mempertimbangkan ekstradisi Anda," kata petugas itu. 

Ms Sarah terlihat pucat pasi, tergagap. "Tapi... bu, I have settled into my life here. I don't want to go back. Saya tidak ingin kembali !!" Dirinya trauma dengan kenangan terpenjara di juvenile facility di negara asalnya.

Petugas menjawab, "Saya mengerti bahwa ini sulit. However, you still have a long sentence to serve here, dan kedutaan mendesak agar hukuman itu dilaksanakan di negara asal Anda."

Dia menahan tangisnya, pikirannya dipenuhi kenangan akan sel-sel isolasi yang dingin dan keras di negara asalnya. "Anda tidak mengerti, Bu. Saya akan sendirian di sana. Musim dingin menggigil, musim panas yang gerah, sipir kejam, bully napi lain, The conditions—it's not like it is here, I'm enjoy here, I found peace here." Negara ini memang terkenal akan keramahan rakyatnya.

Dia terdiam, tatapannya menerawang. 

Malam harinya, saat kami berkumpul di halaman, Ms Sarah duduk bersama sahabat karibnya dan beberapa narapidana lainnya. Mereka berbagi tawa, canda, dan bahkan mimpi tentang dunia luar. Lisa merasa rasa memiliki yang mendalam saat melihat teman-temannya—teman-temannya telah menjadi keluarganya. 

"Kau tampak gelisah. Ada yang salah?" tanya sahabatnya.

Ms Sarah ragu-ragu, tetapi kemudian menceritakan kabar buruknya. "They want to send me home. tapi saya ga mau meninggalkan tempat ini, meninggalkan kalian... to leave this wonderful life."

Kelompok itu terdiam. Temannya mengulurkan tangan dan memegang tangannya, tatapannya lembut. "Kau memang aneh, telah membuat penjara ini menjadi surga. Kami akan selalu menjadi keluargamu, entah kau tinggal atau pergi. Namun ingatlah, kekuatan ada di dalam dirimu. Apapun yang terjadi, kami akan tetap berada di hatimu."

Matanya berkaca-kaca. Kata-kata itu membuatnya tersadar akan kenyataan pahit yang manis.

Hari demi hari berlalu, dan Lisa bertemu lagi dengan petugas itu, kali ini dengan tekad yang kuat. "Please, Bu. Tidak adakah cara agar saya bisa tinggal di sini? Saya akan menerima tanggung jawab apa pun, tugas apa pun. I can teach English, help the other inmates."

Petugas itu mendengarkan, empati memenuhi matanya, tetapi tangannya terikat. "Saya tidak memiliki wewenang untuk mengubah ini. Saya akan mencatat keinginan Anda, tetapi keputusan itu berada di luar kendali saya. Namun, hubungan Anda di sini dipahami, dan saya akan menyampaikannya."

Ms Sarah mengangguk, wajahnya dipenuhi harapan dan keputusasaan. Dia tahu nasibnya tidak pasti, tetapi ikatan yang dia bentuk di sini adalah sesuatu yang akan selalu dia bawa, ke mana pun dia pergi.

Beberapa minggu kemudian, dia dipanggil kembali ke kantor petugas. Dia masuk, bersiap-siap. Petugas mengatakan kepadanya, "Saya punya kabar. Kedutaan telah menunda proses ekstradisi. Tampaknya mereka telah mengakui komitmen Anda di sini dan mempertimbangkan untuk mengizinkan Anda menjalani sisa hukuman Anda di sini, sambil menunggu sidang peninjauan kembali lebih lanjut."

Ms Sarah terkesiap, perasaan lega membanjiri dirinya. Dia tidak percaya. "Terima kasih, Bu. You've given me a hope I never thought I would feel again."

"Berterima kasihlah pada dirimu sendiri. Tekad dan kemanusiaanmu telah menyentuh kami semua di sini." Petugas itu meninggalkannya.

Saat dia meninggalkan kantor lapas, dia berjalan kembali ke halaman bersama teman-temannya. Mereka menyambutnya dengan tangan terbuka, ikut merasakan kelegaannya. Dikelilingi oleh tawa, kehangatan tropis, dan keluarga angkatnya, dia menyadari bahwa, terlepas dari masa lalunya, dia akhirnya menemukan tempatnya. Namun, sayangnya hal itu tidak berlangsung lama. Setahun kemudian, sidang peninjauan kembali Ms Sarah gagal, dan dia diekstradisi kembali ke negaranya, diriku kehilangan seorang kawan, guru bahasa inggris. 

Dalam proses itu, aku belajar banyak darinya. Dari keteguhan dan semangatnya, aku terinspirasi untuk terus memperjuangkan kebebasan dan harapan meskipun ada banyak rintangan di depan. Kenangan itu, serta kemampuan bahasa Inggris yang kupelajari dari Ms Sarah, akan selalu menjadi bagian dari diriku—sebuah pengingat akan kekuatan ikatan yang terbentuk di tempat terburuk sekalipun.

Alchemist Behind Bars

Salah satu kawanku narapidana di pulau penjara ini adalah Alchemist Behind Bars. Ia pernah menjadi bintang yang sedang naik daun di dunia farmasi, dikenal karena kecemerlangannya dalam mengekstrak senyawa obat dari sumber daya alam. Karyanya berpotensi mengubah kehidupan umat manusia, tetapi keahlian yang sama itu juga membawanya ke jalan yang berbahaya. Alih-alih menggunakan keterampilannya semata-mata untuk kebaikan, ia mulai memproduksi obat-obatan ilegal, percaya bahwa ia dapat membuatnya lebih murni dan tidak terlalu berbahaya. namun dirinya salah, percobaan ilegal mengakibatkan puluhan nyawa melayang dan beberapa cacat permanen. Aparat hukum menangkapnya, dan ia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. 

Tahun demi tahun berlalu, rasa haus akan ilmu kimia, akan seni berkreasi, tidak pernah hilang darinya. Ia merindukan perasaan menemukan, menggunakan pikirannya untuk memanipulasi unsur-unsur alam. Pada suatu musim hujan, ada sesuatu yang menarik perhatiannya di halaman penjara—pemandangan jamur Psilocybe cubensis yang tumbuh dari tanah lembap di dekat ladang. 

Jamur-jamur ini, yang kaya akan psilocybin, memiliki sifat-sifat halusinogen yang kuat. Seketika, pengetahuan lamanya muncul kembali. Ia pernah mempelajari struktur kimianya, tahu cara mengekstrak dan memurnikan senyawa aktifnya. Godaan itu terlalu besar untuk diabaikan. Dalam rutinitas kehidupan penjara yang monoton, ia menemukan tujuan baru—mengajarkan orang lain cara menggunakan jamur untuk efek menenangkan seperti efek dari narkoba namun dalam dosis rendah dan tidak mengakibatkan kecanduan. 

Meskipun resikonya sangat besar, ia mulai diam-diam berbagi keahliannya dengan beberapa narapidana terpilih. Ia mengajari mereka cara menemukan jamur di ladang setelah hujan, menjelaskan dosis yang tepat untuk menghasilkan efek menenangkan tanpa terjerumus ke dalam halusinasi yang berbahaya. Ia memberi tahu kami bahwa ini bukan tentang mabuk, melainkan tentang menenangkan pikiran di tempat yang menyesakkan jiwa. 

Dia berhati-hati. Dia hanya berbagi pengetahuannya dengan orang-orang yang dia percaya termasuk diriku, karena tahu bahwa satu langkah yang salah bisa membuatnya tertangkap. Para penjaga selalu mengawasi, selalu curiga terhadap aktivitas yang tidak biasa. Namun sejauh ini, dia berhasil terbang di bawah radar, melakukan pemberontakan diam-diam dalam kegelapan. 

Seiring dengan pengaruhnya yang semakin besar, begitu pula rumor di antara para narapidana. Beberapa berbisik tentang "ahli kimia" yang dapat membuat sesuatu dari ketiadaan, yang mengetahui rahasia alam dan pikiran. Namun, tidak seorang pun berani mengkhianatinya. Bagi yang lain, dia lebih dari sekadar narapidana—dia adalah sumber ketenangan di dunia yang kacau, pemandu dalam menavigasi siksaan penjara.

Namun, ia tahu waktunya terus berjalan. Satu kesalahan ceroboh, satu kata yang salah di depan orang yang salah, dan para penjaga akan turun tangan. Ia beruntung sejauh ini, tetapi ia tidak naif. Setiap hari yang ia lalui adalah hari lain di mana ia mempertaruhkan segalanya. Pikiran tentang kurungan isolasi, tentang kehilangan sedikit kebebasan yang tersisa, membayanginya. Tetapi ia tidak bisa berhenti. Pengetahuan itu membara dalam dirinya, dan membagikannya terasa seperti cara untuk mendapatkan kembali identitasnya, tujuannya.

Untuk saat ini, dia terus berjalan di ujung tanduk. Dia tahu tembok-tembok semakin mendekat, tetapi selama dia tidak terdeteksi, dia bisa menjaga dunia rahasianya tetap hidup—sedikit lebih lama. 

Di sisi lain, ia menjadi ahli farmasi andalan bagi kami semua. Bersama Bu Dokter yang bertugas di klinik kecil penjara, ia menjadi sosok penyelamat dalam keterbatasan pasokan obat-obatan. Keduanya sering berdiskusi diam-diam, bertukar pengetahuan tentang bahan-bahan alami yang bisa dijadikan pengobatan alternatif. Dalam dunia tertutup yang penuh dengan batasan ini, mereka menemukan cara untuk memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia di sekitar, seperti daun-daun herbal di pekarangan, akar-akaran di lahan penjara, dan bahkan beberapa jenis bunga yang dulu diabaikan.

Ia meracik berbagai ramuan herbal yang ternyata mampu meredakan beberapa penyakit ringan yang sering dialami para narapidana, seperti sakit kepala, flu, dan masalah pencernaan. Bahkan, ia berhasil menciptakan ramuan sederhana untuk mengobati infeksi kulit akibat luka yang sering dialami para pekerja di ladang penjara. Setiap kali seseorang mengalami keluhan ringan, mereka langsung datang kepadanya dengan harapan mendapatkan solusi yang alami dan aman.

Keahliannya bukan hanya sekadar menyembuhkan, tetapi juga memberi harapan. Narapidana yang biasanya harus menunggu pasokan obat yang datang tidak menentu kini memiliki alternatif yang lebih cepat dan, dalam beberapa kasus, lebih efektif. Setiap kali ia selesai meracik obat dan menyerahkannya pada seorang narapidana, terlihat rasa bangga di wajahnya, seperti ia telah mendapatkan kembali sedikit arti dalam hidupnya.

Seiring berjalannya waktu, para narapidana mulai mempercayainya bukan hanya sebagai seorang "ahli kimia di balik jeruji" tapi juga sebagai penyembuh. Dalam banyak kesempatan, ia mengadakan pertemuan kecil dengan beberapa orang untuk mengajarkan dasar-dasar pengobatan herbal, mengajarkan mereka tentang jenis-jenis daun yang aman dikonsumsi, akar yang memiliki sifat antiseptik, dan cara meracik teh herbal untuk menenangkan pikiran. Tak jarang, ia mengingatkan, "Ramuan ini bukan pengganti obat dokter, tapi cara kita memanfaatkan apa yang ada."

Perannya sebagai ahli farmasi yang kreatif dan inovatif mulai menyebar. Beberapa petugas yang mengetahui kemampuannya bahkan terkadang meminta bantuannya ketika persediaan obat di klinik menipis. Meski bantuan ini hanya berlangsung di bawah radar, kesetiaannya untuk membantu sesama tak terelakkan, mengingatkan semua orang bahwa meskipun ia terkurung, ia memiliki keahlian yang membuatnya tetap berarti bagi mereka.

Kini, saat ku menatap laut yang biru, diriku merasa campur aduk. Meninggalkan pulau ini berarti meninggalkan banyak hal, tetapi juga membuka peluang baru.

Dengan satu langkah ke depan, diriku mengucapkan selamat tinggal pada masa lalu dan siap untuk menghadapi masa depan yang baru.