Chereads / Romantika Gadis Kontrak / Chapter 19 - Chapter 19 Monoyaki

Chapter 19 - Chapter 19 Monoyaki

Di dunia ini, sesuatu yang kelam, gelap, dan mengerikan seolah menjadi hukum alam yang tak terhindarkan. Malam hari, yang seharusnya menjadi tempat bagi ketenangan, justru menjadi arena tempat ketakutan menjelma. Malam adalah milik mereka yang haus akan darah, para pembunuh yang melukis kegelapan dengan warna merah yang pekat. Udara di setiap sudut kota terasa berat dengan bisikan-bisikan ngeri dari mereka yang terpaksa bersembunyi dalam bayang-bayang, takut menjadi korban berikutnya. Hanya cahaya bulan yang pucat menembus kegelapan, tapi bahkan cahayanya pun terasa dingin, tak memberikan penghiburan bagi siapapun yang tersesat di dalamnya.

Di tengah kegelapan ini, kisah dari keluarga Monoyaki mencuat, sebuah keluarga ternama yang berdiri kokoh di antara bayang-bayang. Monoyaki, sebuah nama yang dulunya dihormati di setiap pelosok negeri, kini mulai retak dari dalam. Keluarga yang dulunya menjadi simbol keagungan, perlahan-lahan digerogoti oleh perselisihan dan keinginan pribadi yang tak terpuaskan. Di pucuk tertinggi keluarga berdiri Tuan Besar Monoyaki, sosok yang tak tertandingi dalam hal kekuasaan maupun ketakutan yang ia tanamkan di hati orang-orang sekitarnya. Sosoknya tidak hanya dihormati, tetapi juga ditakuti, karena ia memegang kendali penuh atas setiap keputusan yang diambil oleh keluarganya.

Tatapan matanya selalu dingin, seakan menembus siapa saja yang berani menatap balik. Posturnya yang tegap dan tegas mencerminkan seorang pemimpin yang terbiasa mengatur, bukan mendengarkan. Dia tahu bahwa di dunia ini, kekuatan adalah segalanya, dan siapa pun yang tidak bisa mempertahankan kekuatan itu akan terinjak oleh orang lain. Tuan Besar Monoyaki berasal dari kasta tertinggi, garis keturunan yang tak hanya dibanggakan, tetapi dijaga dengan darah dan pengorbanan. Kedudukan ini bukan hanya soal prestise, tetapi juga tanggung jawab yang luar biasa. Kasta tertinggi berarti memimpin, memerintah, dan terkadang, mengorbankan apapun untuk menjaga posisi.

Namun, di balik sosok berwibawa itu, tersembunyi ketegangan yang selalu membara. Sang istri, yang berasal dari keluarga lain dengan status yang berbeda, adalah sosok yang selalu berada dalam bayang-bayang suaminya. Istrinya, meskipun kuat dalam dirinya sendiri, tidak pernah mendapatkan tempat yang setara dalam keluarga. Kasta mereka berbeda, dan perbedaan ini, meskipun tak terlihat di permukaan, selalu menjadi dinding yang tak terlewati dalam hubungan mereka. Kediaman Monoyaki, tempat mereka tinggal, bukan hanya rumah megah dengan arsitektur yang mencolok—itu adalah simbol dari kekuatan sosial yang membelenggu. Ornamen emas di dinding-dinding, taman yang tertata rapi, serta kamar-kamar luas yang penuh kemewahan semuanya menyiratkan satu hal: kekuasaan.

Namun, kemewahan itu adalah topeng bagi keretakan yang semakin dalam di antara mereka. Setiap ruangan di kediaman itu seolah dipenuhi dengan gema ketegangan yang tak pernah terucapkan, rahasia yang terpendam di balik senyum palsu dan formalitas sosial. Kediaman ini berdiri sebagai saksi bisu dari pertarungan batin yang dialami oleh setiap anggota keluarga Monoyaki, terutama kedua putra mereka: Haku dan Kage. Kedua putra ini mewarisi darah Monoyaki, tetapi jalan yang mereka pilih sangat berbeda, seolah mencerminkan perpecahan yang lebih besar dalam keluarga itu.

Haku, sebagai putra pertama, tumbuh dengan beban harapan di pundaknya. Setiap langkah yang ia ambil selalu diawasi oleh mata-mata penuh ekspektasi, seolah ia ditakdirkan untuk menjadi penerus yang sempurna dari jejak ayahnya. Tatapan Haku selalu tenang, seolah ia memahami dan menerima takdir yang sudah digariskan untuknya. Namun, di balik ketenangan itu, ada ketidakpastian yang perlahan-lahan menggerogoti jiwanya. Apakah ia benar-benar ingin menjadi penerus keluarga Monoyaki? Apakah ia ingin memimpin kediaman besar ini dengan segala beban yang menyertainya? Atau mungkinkah, jauh di dalam hatinya, ia mendambakan kebebasan dari tanggung jawab yang membelenggunya sejak lahir?

Sementara itu, Kage, putra kedua, adalah kebalikannya. Dari kecil, Kage selalu tampak jauh dari keluarga. Ia lebih memilih menyendiri, tenggelam dalam dunia pikirannya yang sulit dijangkau oleh orang lain. Tatapannya kosong, seolah dunia di sekitarnya tidak berarti baginya. Ia tak pernah menunjukkan minat pada apa yang terjadi di rumah besar itu. Kage bukanlah seseorang yang berusaha untuk menonjol, ia lebih nyaman berada di balik bayang-bayang kakaknya. Namun, di balik sikap apatisnya, ada kedalaman yang tak pernah disentuh oleh siapa pun. Dunia bagi Kage adalah tempat yang suram, penuh dengan kebohongan dan kepura-puraan, sesuatu yang ia tak bisa terima.

Ibunya, wanita yang penuh ambisi tetapi terbelenggu oleh status sosialnya, melihat Kage sebagai sebuah kegagalan. Bagi sang ibu, Haku adalah harapan yang sesungguhnya, putra yang akan membawa nama besar Monoyaki ke puncak tertinggi. Namun, Kage? Dia hanyalah seorang bayangan, seseorang yang terlalu pasif untuk memahami atau bahkan memperjuangkan posisinya. Sang ibu, dalam frustrasi yang semakin lama semakin membara, akhirnya meledak. Amarah yang ia pendam selama bertahun-tahun akhirnya terluapkan dalam kata-kata kejam yang ditujukan kepada Kage.

"Kau lebih cocok menjadi mania!!" teriaknya, dengan mata penuh kebencian yang tak pernah sebelumnya ditunjukkan kepada putra keduanya. "Orang yang ingin bunuh diri... Kenapa kau tidak mati saja... Dari awal kau selalu menyusahkan!!"

Kata-kata ini bukan hanya sekadar luapan emosi sesaat, melainkan refleksi dari tekanan sosial dan ambisi yang telah menghancurkan jiwanya perlahan-lahan. Dalam benaknya, sang ibu melihat Kage sebagai hambatan, sebagai seseorang yang tidak sesuai dengan harapannya. Namun, ia tak menyadari bahwa kata-kata itu telah menggores luka yang jauh lebih dalam daripada tamparan fisik.

Kage hanya menatap ibunya dengan tatapan kosong, seperti biasanya, seolah semua yang terjadi di sekitarnya tidak benar-benar menyentuhnya. Tetapi di dalam dirinya, ada sesuatu yang mulai berubah. Diam-diam, ia merasakan pena di tangannya, ujungnya yang tajam terasa dingin di kulitnya. Bukan rasa sakit yang ia cari, melainkan kepastian. Di dunia yang penuh dengan kebohongan dan ilusi, satu-satunya kenyataan yang ia temukan adalah melalui tindakan.

Ketika Haku membuka pintu dan melihat ibunya tergeletak berdarah, dunianya seakan runtuh. Ibunya, wanita yang selama ini ia hormati dan takuti, kini terbaring tak berdaya, sementara Kage berdiri di sana dengan tatapan kosong yang sama. Haku merasa kehilangan kata-kata. Kage, yang ia pikir hanyalah seorang adik pendiam dan tertutup, ternyata memiliki sisi gelap yang tidak pernah ia bayangkan. Tatapan Kage yang kosong, dingin, tanpa emosi, seolah-olah peristiwa ini hanyalah hal kecil dalam kehidupannya. Namun, bagi Haku, ini adalah akhir dari segala sesuatu yang ia tahu tentang keluarganya.

Lompatannya dari jendela, melarikan diri dari kediaman Monoyaki, bukan sekadar usaha kabur. Itu adalah simbol dari keterpisahannya dari dunia yang sudah tidak bisa lagi ia terima. Dunia di mana kasta, status, dan kekuasaan menjadi segalanya, adalah dunia yang tidak lagi bisa ia terima. Kage kini adalah seorang yang bebas, meskipun kebebasan itu datang dengan harga yang sangat mahal—kehilangan dirinya dalam kekelaman yang lebih dalam dari yang ia bayangkan.

Dan selama lima tahun berikutnya, Kage menjadi bayangan yang menghantui setiap sudut negeri. Nama "mania" menjadi legenda yang mengerikan, dibisikkan di antara orang-orang dengan ketakutan. Kage membunuh tanpa ampun, namun baginya, itu bukan sekadar pembunuhan. Baginya, itu adalah tindakan pembebasan, menyelesaikan masalah-masalah dunia yang tak pernah terselesaikan. Ia menganggap dirinya bukan sebagai pembunuh, melainkan sebagai pemecah masalah, seseorang yang membawa keadilan dengan caranya sendiri yang kejam.

Keluarga Monoyaki, di sisi lain, terus berjuang dengan rasa kehilangan dan penyesalan. Tuan Besar, yang selalu tegas dan kuat, kini hancur oleh pengkhianatan yang ia rasakan dari putranya. Ia tak pernah memaafkan Kage, tetapi di lubuk hatinya yang terdalam, ia tahu bahwa ada sesuatu dalam diri putranya yang ia abaikan, sesuatu yang kini telah hilang selamanya.

Kage yang selama hidupnya melarikan diri dari kehidupan keluarganya, memutuskan membangun sendiri apa yang orang lain inginkan dari dia. Dia berhasil membangun bisnis sendiri dari kerja kerasnya tanpa meneruskan warisan apapun.

Hanya karena dia ingin membuktikan bahwa kota tidak sepenuhnya tidak bisa di kuasai olehnya. Malahan Chichi meminta Kage untuk melakukan pekerjaan nya, padahal Kage ingin melakukan kehidupan nya sendiri. "(Aku tak suka di perintah....)"

Kehidupan nya yang buruk, menjadikan nya sebagai pria yang sangat kosong, dia tak bisa bersosialisasi dengan baik dan hanya berbicara pada poin tertentu. Mau bagaimana lagi, itulah Kage.

Tapi dari ia kecil, ia tak pernah melewatkan satu kali kesempatan yang sangat ia inginkan, dia selalu melihat bulan di gelapnya langit malam. Tak peduli dimana dia berada, dia selalu menginginkan bulan dapat dilihat oleh pandangan matanya.

"Ketika aku melihat bulan, aku seperti melihat cahaya yang hebat. Aku selalu bertanya tanya, dari mana asal dari bulan yang bercahaya. Rupanya itu dari matahari, matahari yang seharusnya istirahat pada malam hari. Dia masih saja membantu bulan untuk bersinar dalam gelapnya malam..."

Dari sana dia terpikirkan bahwa cahaya adalah segala sesuatu yang dapat membantu, bahkan cahaya dapat membantu dalam gelap. Dia tak takut gelap akan memakan nya karena cahaya ingin membantu kegelapan untuk menemukan tempat terbaik dimana kegelapan dapat hidup dengan tenang.

"Itulah yang kupikirkan tentang sosok seperti Hikari...." dia selalu menginginkan Hikari yang merupakan gadis yang seperti cahaya. Layaknya cahaya yang dapat membantu Kage dalam masalah nya. Dia yang selalu sendirian, apalagi dalam dunia penuh dengan muslihat. Hanya gadis bersih seperti Hikari yang dia inginkan.

Tapi tentu saja takdir pun juga akan berkata lain jika Kage memiliki pilihan nya sendiri.

"Jika bukan karena aku yang tak berani melawan sosok seperti Chichi. Padahal selama ini, aku hanyalah pria yang sama sepertinya, kita memiliki emosi yang sama, kita memiliki derajat yang hampir sama, seharusnya itu tak masalah untuk ku melawan nya. Tapi ini adalah soal harga diri ku sebagai seorang putra dari Monoyaki. Apapun itu, aku tak peduli, aku akan terus mencari cara untuk mendapatkan apa yang seharusnya aku inginkan. Aku tak mau kembali jatuh pada masa lalu yang buruk, aku ingin sesuatu yang baru.... Aku Kage Hachimiya, bukan Monoyaki.... Nama ku, adalah nama ku sendiri bukan nama atas perintah orang lain."