Chereads / Romantika Gadis Kontrak / Chapter 15 - Chapter 15 Akhir Kontrak

Chapter 15 - Chapter 15 Akhir Kontrak

"(Hiks... Mas Kage... Kenapa kamu jahat banget sih...)" Hikari terduduk di ujung jembatan yang besar, menatap kosong ke arah langit. Udara dingin sore hari itu menghembuskan angin yang menusuk kulitnya, namun rasa sakit di dalam hatinya jauh lebih dingin dan menyakitkan. Air matanya jatuh satu per satu, mengalir di pipinya tanpa henti, seperti hujan yang tak kunjung reda. Tangannya yang gemetar memegang erat tepi jaketnya, seolah ingin melindungi dirinya dari rasa sakit yang terus menghantui pikirannya.

"(Kenapa bisa seperti ini... Apa yang membuatnya membawa wanita itu!!... Kenapa dia tidak mau mengatakannya sebelumnya... Dia benar-benar brengsek...)" Hikari mengusap kasar air matanya, namun sia-sia. Setiap kali ia mencoba menenangkan diri, kenangan tentang Kage dan wanita itu terus terputar dalam benaknya, seperti film yang tak bisa dihentikan.

"(Tapi aku tahu... Pria besar sepertinya tidak akan lepas dari kata brengsek...)" Hatinya terasa remuk, setiap kata yang terlintas di kepalanya seperti pisau yang menusuk jiwanya. "(Aku tak mau melihat wajahnya lagi... Setelah apa yang dia lakukan... Aku benar-benar membencinya...)"

Lalu, suara dering ponsel yang berasal dari saku jaketnya memecah keheningan sore itu. Ia merogoh saku dan melihat nama Kage tertera di layar. Sebuah kemarahan tiba-tiba menyelimuti dirinya, membuatnya semakin marah dan sakit hati. Dengan wajah yang memerah karena amarah, ia melempar ponsel itu ke sisi jembatan tanpa peduli pada deringnya yang terus berbunyi.

"(Bodo amat... Mending aku bunuh diri,)" Hikari bergumam pelan, namun penuh dengan keputusasaan. Tubuhnya terasa ringan ketika ia memanjat tepi jembatan, duduk di sana dengan kaki menggantung di udara. Di bawahnya, sungai yang besar mengalir deras, menciptakan suara gemuruh yang terdengar mengerikan di telinganya.

Angin kencang berhembus, membuat rambut Hikari berterbangan tak beraturan. Seketika, seorang pria yang kebetulan berjalan di sekitar sana menoleh, terkejut melihat sosok wanita yang duduk di tepi jembatan seperti itu. Wajahnya langsung berubah pucat ketika ia menyadari apa yang mungkin sedang dilakukan wanita itu.

"He... Hei, nona!!" teriak pria itu, suaranya penuh kekhawatiran. Namun Hikari tetap tak bergeming. Dia seakan tak mendengar apapun selain gemuruh suara sungai di bawahnya, dan suara hatinya yang terus mengajak untuk mengakhiri segalanya.

"Nona... Apa yang kau coba lakukan?!" Suara pria itu semakin mendekat, namun tetap saja, Hikari tak peduli. Dia hanya ingin larut dalam kesedihannya, dalam amarah yang tak bisa lagi ia tahan.

"Berisik! Aku ingin mati!!" Hikari menoleh dengan tatapan marah, air matanya masih mengalir deras. Tapi begitu melihat wajah pria itu, dia terkejut. Ternyata, pria yang berbicara itu adalah Ray, pemilik kedai bunga yang sering ia kunjungi.

"Hikari!!" Ray juga terkejut, seketika berhenti di tempat saat menyadari siapa yang ada di hadapannya. "Apa yang terjadi padamu... Kau... Kau akan bunuh diri?!" suaranya kini dipenuhi oleh kepanikan.

Hikari hanya bisa menangis lebih keras, isak tangisnya menjadi-jadi. "(Hiks... Hiks... Huhuhu... Aku sudah tak bisa menerima ini... Dia... Dia dengan kejamnya meninggalkan aku... Menikah dengan seseorang...)"

"(Apa, jangan-jangan pria brengsek?!...)" pikir Ray, matanya terbuka lebar saat mencoba mencerna situasi. "Hikari, kau harus tenang dulu, aku mohon..." katanya dengan suara penuh harap, namun Hikari tak berhenti menangis. Ray menatapnya dengan tatapan bingung, tak tahu harus berbuat apa.

Ray menelan ludahnya, kemudian mencoba berbicara lagi, kali ini lebih lembut. "Hikari... Bagaimana jika... Tinggallah di rumahku... Ikutlah bersamaku... Jangan di sini, di sini sangat bahaya," suaranya penuh kekhawatiran dan harapan bahwa kata-katanya bisa menenangkan Hikari yang terpuruk.

Hikari terdiam sejenak, matanya menatap jauh ke sungai di bawah jembatan. Di dalam benaknya, kenangan tentang Kage berputar seperti pusaran air yang tak bisa dia hentikan. "(Bagaimanapun juga... Setelah apa yang kita lalui bersama... Setelah semua kata-kata manis yang dia ucapkan... Kenapa dia mengkhianatiku seperti ini?... Kupikir dia akan menjadi lelaki yang setia... Tapi begitu aku datang... Aku melihatnya di pelukan wanita lain, dicium wanita lain...)" pikir Hikari, matanya kembali penuh dengan air mata.

Ray menatap Hikari dengan cemas. "Hikari, aku mohon dengarkan aku," katanya dengan nada lembut, berharap bisa menyentuh hatinya yang terluka. Hikari hanya menoleh sedikit, memperlihatkan matanya yang bengkak karena menangis.

"Tenangkan dirimu dulu... Bunuh diri bukanlah solusi... Ceritakan saja padaku... Kau tidak boleh berhenti hidup hanya karena ini..." kata Ray, suaranya sedikit gemetar, namun penuh dengan ketulusan.

"(Hiks... Hiks... Kenapa dia benar-benar jahat...)" Hikari menangis lebih keras lagi, membuat Ray semakin panik. Dia tak tahu harus berkata apa lagi, hanya bisa berharap bahwa kehadirannya di sana cukup untuk menahan Hikari dari melakukan hal nekat.

Tiba-tiba, ponsel Hikari kembali berbunyi di sampingnya. Deringannya terdengar tajam di tengah keheningan, membuat Hikari tertegun. "(Kenapa dia menelepon lagi... Kenapa baru sekarang... Aku tak ingin menerima panggilannya... Tapi... Mungkin aku butuh alasan yang jelas...)" pikir Hikari, wajahnya ragu saat tangannya mulai meraih ponsel itu.

Namun, ponsel itu terlepas dari tangannya, jatuh dari tepi jembatan dan hampir menyentuh permukaan sungai.

"Tidak!!" Hikari tersentak, dengan cepat mencoba meraih ponsel itu. Refleksnya membuat tubuhnya bergoyang, kehilangan keseimbangan. Dia berhasil meraih ponselnya, tapi tubuhnya sendiri terjatuh dari jembatan.

"Hikari... Jangan!!!" Ray berteriak, panik. Dalam usahanya menyelamatkan Hikari, Ray berlari dan berhasil menangkap kaki Hikari tepat sebelum dia jatuh ke dalam sungai. Namun, daya tarik gravitasi terlalu kuat. Ray juga ikut terjatuh, keduanya tenggelam ke dalam air yang dingin dan dalam itu.

Sementara itu Kage tak sengaja menjatuhkan ponsel nya di dekat meja kantor.

Dia terdiam belum mengambil nya. "(Ha.... Perasaan ku tidak enak....)" Dia terdiam menghela napas panjang.

Ia lalu mengambil ponsel nya dan melihat ia sudah beberapa kali menghubungi Hikari. Tapi tidak di Terima sama sekali. Ia berwajah kesal. Tapi ia memutuskan untuk berjalan pergi dari sana, tapi ketika akan membuka pintu kantornya, siapa sangka, ada tangan yang langsung mencekiknya membuat Kage terkejut mundur dan terpojok, rupanya Haku yang melakukan nya.

"Kage... Kau lelaki yang sombong di keluarga ini, sebagai seorang putra dari Tuan Besar, kau itu harusnya patuh, mentang mentang kau sudah bisa membangun uang sendirian tapi kau lupa siapa yang merawatmu, Chichi juga akan marah jika kau terus bersikap menghindar seperti ini, jika kau ketahuan pergi dari sini, dia akan melakukan sesuatu padamu lagi" Kata Haku dengan tatapan tajam sambil mengencangkan cengkraman cekikan nya membuat Kage benar benar tak bisa bergerak. Rupanya Kage memang terpaksa harus melakukan itu.

--

"Bwuah!!!!!... " Ray berhasil ke luar dari air menghirup udara tapi masih berenang di air.

"Hikari... Hikari.... Di mana kau!!" Dia melihat sekitar lalu mencoba menyelam mencari Hikari.

Rupanya benar, Hikari tenggelam. Ray dengan cepat berenang ke dalam untuk menyelamatkan nya.

Hikari membuka mata samar samar melihat sesuatu. Dia bahkan berimajinasi bahwa yang menyelamatkan nya Kage. Ia terdiam dan menutup mata nya dan menjadi tak sadar kan diri. "(Maaf kan aku.... Aku juga tak mau bertemu dengan mu lagi.)"

"Hikari... Aku mohon bangunlah... Bertahan lah di sana," Ray keluar dari air menggendong Hikari di dada, Hikari sudah lemas tak membuka mata miliknya.

"Hikari!!!.. Bangun lah disini dulu!!" Ray meletakan Hikari di tepi sungai itu dan melihat Hikari sudah pucat.

"Maaf Hikari... " Dia menekan dada Hikari dan menekan nya untuk mengeluarkan air dari mulut Hikari.

Tiba tiba juga Hikari batuk dan mengeluar kan air dari mulutnya.

"Hah.... Hah.... Syukur lah," Ray menjadi bernapas lega.

"Uhuk uhuk..... Hiks..... " Tapi Hikari kembali menangis.

Ray terdiam merasakan perasaan Hikari yang masih belum hilang.

"Hikari... Maaf kan aku.... Biarkan aku.... Melakukan ini padamu.... Agar kau lebih baik," Ray menarik pelan Hikari lalu memeluk nya.

Hikari juga menangis di pelukan Ray.

Hikari tak bisa menerima sesuatu yang telah terjadi, mencoba bunuh diri tapi seseorang telah menyelamat kan nya. Tak tahu lagi harus apa.

Selanjutnya sama sekali tak bisa untuk di Terima.

Tapi hanya perlu di ingat, ini bukanlah akhir dari nya dan Kage. Cahaya akan tetap menyinari kegelapan yang meskipun tak bisa membela nya sama sekali.

Cahaya lebih cepat dari pada suara.

Mulut tak akan bisa membuktikan sesuatu jika sudah ada mata melihat semua nya.)

--

"Hiks... hiks..." Hikari masih menangis di sofa rumah Ray.

Lalu Ray datang membawakan teh hangat.

"Hikari, minumlah terlebih dahulu... Tenangkan dirimu, mengerti?" Dia mendekat memberikan cangkir itu padanya.

Hikari menerimanya sambil masih terisak.

"Katakan padaku, siapa yang menyakitimu, Hikari? Aku tak akan bilang pada siapa-siapa," Ray menatapnya.

"Hiks... Aku tak mau bilang apapun... Dia benar-benar menganggapku hanya sebagai gadis kontraknya. Kupikir dia menganggapku lebih dari itu, karena dia bilang dia juga akan menikahiku."

"Kalau begitu... lupakan dia, Hikari. Kau bisa jalani kehidupanmu sendiri, kan?" Ray menatapnya dalam.

"… Mungkin kau memang benar, dia benar-benar tidak berguna... Aku akan menjalani semuanya sendiri. Sebelumnya, terima kasih." Hikari tersenyum.

Ray kini terdiam.

"(Kenapa? Apa kau berubah tersenyum hanya karena kau menutupi kesedihanmu di depanku ini? Aku memang bukan orang yang harus ikut campur, tapi... kasihan melihat gadis manis sepertinya menangis, apalagi mencoba bunuh diri di jembatan.)"

"Hikari," panggil Ray, membuat Hikari menoleh padanya.

"Kau adalah gadis yang murni, cantik, dan sangat baik. Tidak heran jika dia baik padamu, mungkin karena dia ingin memanfaatkan perasaanmu saja," kata Ray. Sepertinya ada nada menjelekkan nama Kage di ucapannya.

"Bukankah tampilannya seperti pria yang suka mempermainkan hati wanita? Dia bahkan tidak punya belas kasihan, membiarkanmu hampir bunuh diri begitu saja," tambah Ray.

Tapi Hikari terdiam dan menghela napas panjang.

"Aku mungkin tidak pernah berpikir begitu, karena dia tak pernah bersikap seperti itu. Aku yakin dia hanya dipaksa, karena jika tidak, dia pasti sudah menyusulku. Aku tahu dia... Tapi aku tak tahu masa lalu maupun keluarganya," kata Hikari.

Ray yang mendengar itu menjadi terdiam.

"Kau mungkin harus lebih memahami lagi, Hikari," gumamnya. Lalu dia berdiri, membuat Hikari menatapnya.

"Aku akan membantumu ke depannya. Mulai sekarang, jangan sampai kau mengingatnya lagi. Aku akan mengajarimu bagaimana seorang pria baik menjaga wanita," kata Ray.

Mendengar itu, Hikari terdiam dan tertawa kecil.

"Haha, sudahlah... Aku mungkin hanya ingin menyewa apartemen agar aku bisa tinggal mandiri tanpa gangguan apapun. Juga... aku ingin jauh dari pengawasannya agar kami tak bertemu lagi," kata Hikari.

"Oh, bagus. Kebetulan aku punya apartemen yang bagus. Harganya murah, tapi tempatnya luas... Aku yakin dia tak akan bisa menemukanmu. Mulai sekarang, kamu hanya akan fokus pada masa depanmu, dan bangunlah jiwa kemandirianmu. Sebelumnya, apa kalian berdua pernah melakukan hubungan dalam?" Ray menatap.

"Sejauh ini, kami hanya berciuman... Tapi Mas Kage belum melihat tubuhku."

"Oh, bagus... Yang penting kau masih bersih. Jagalah tubuhmu, ya." Ray mendekat, membelai kepala Hikari, membuat Hikari tersentuh dan mengangguk.

"Terima kasih banyak, kamu pria yang baik," tatapnya.

"Haha, tak masalah untuk Hikari kecil," balas Ray. Di masa depan, Hikari pasti akan mandiri lagi.