Sepulang kampus, Hikari berjalan sendiri ke gerbang keluar. Ia berhenti dan menyentuh bibirnya sendiri. Ia ingat saat Kage menciumnya di kantor waktu itu. Setelah menciumnya, Kage menjilat bibirnya sendiri.
"Aaah, bodoh, sudah jelas saat itu aku baru saja memakan kue stroberi," ia meledak malu sendiri. Tapi ada sebuah mobil berhenti tepat di depan Hikari yang berada di gerbang. Hikari sempat terdiam bingung, rupanya Haku keluar dari mobil itu.
"M… Mas… Haku!!" Hikari terkejut.
Haku berjalan mendekat dengan tatapan datar, membuat Hikari terkaku seperti terpojok.
"Ikutlah denganku," Haku langsung menarik tangannya masuk ke mobil.
"Tunggu, Mas Haku, Mas Kage sebentar lagi akan menjemputku," kata Hikari, tapi Haku tetap menginjak gas pergi. Chen, yang saat itu menyamar menjadi orang asing di depan sekolah, selama ini diminta Kage untuk mengawasi Hikari. Melihat mereka pergi, tak lama kemudian muncul mobil Kage.
"Di mana Hikari?"
"Dia dibawa Tuan Haku," kata Chen sambil akan membuka pintu. Tapi tiba-tiba mobil Kage melaju cepat, dan ia tidak jadi naik. Kage meninggalkannya di sana.
"Haiz… Inilah prioritasku," Chen menghela napas pasrah.
Sementara itu, Hikari dibawa Haku ke sebuah rumah besar di tengah hutan.
"Turunlah."
Rumah itu seperti terbuat dari kayu yang kuat, terlihat terawat karena banyak pembantu di sana.
Hikari turun sambil terpukau dengan rumah itu.
"(Ini… rumah siapa? Kenapa bagus banget…)" Dia melihat sekitar dengan kagum, tapi Haku malah menariknya masuk ke dalam dan menguncinya di sebuah ruang kosong.
"Apa ini, Mas Haku? Keluarkan aku dari sini!"
"Kau harus berada di dalam."
"Tapi bagaimana dengan Mas Kage?"
"Aku sudah bilang padamu bahwa dia adalah seorang pembunuh," kata Haku. Seketika Hikari terkejut terdiam.
Lalu muncul suara mobil berhenti di depan rumah tersebut. Haku segera ke depan dan menghalangi Kage.
"Di mana Hikari?"
"Aku tidak membawanya."
"Jangan coba-coba menyentuhnya! Di mana dia sekarang?" Kage mengangkat kerah baju Haku. Tinggi mereka hampir sama, membuat Kage semakin dekat dengan wajah Haku untuk melemparkan tatapan berani.
Di sisi lain, Hikari melihat sesuatu di sebuah rak buku. Sebuah kertas terlihat keluar dari sana.
Hal itu membuatnya tertarik, dan ia mengambil kertas itu. Di sana tertulis sesuatu, yakni: *Hachimiya*.
"Eh, bukankah ini nama yang dituliskan di buku saat itu yang aku temukan di ruangan Mas Kage? Apa ini memang nama marga Mas Kage?" ia bingung.
Tapi ia baru ingat apa yang harus ia lakukan. "Hah, benar, aku harus mencari cara keluar dari sini!" Dia panik melihat sekitar hingga melihat keluar jendela. Ia berniat akan turun dari jendela lantai dua itu. "(Ini sangat tinggi... Pokoknya aku harus turun...)" Ia melihat sekitar dan kembali menemukan sesuatu di rak. Ia membuka laci rak itu dan melihat sebuah buku kecil, seperti catatan harian.
"Buku apa ini?"
Karena penasaran, ia jadi membuka buku itu. Di sana tertulis tanggal, di mana sudah 20 tahun yang lalu.
Di sana juga tertulis kata dalam bahasa Jepang yang terbaca *KAGE*.
"Kage… Itu untuk nama Mas Kage atau nama untuk kegelapan? Karena arti Kage adalah bayangan gelap," Hikari bingung.
Lalu ia juga melihat kata besar bercetak: *MANIA… 178*.
"Lebih baik aku membawanya pergi… Tapi tak ada catatan lagi di sini... Lebih baik aku tinggal saja." Hikari kembali menyimpan buku kecil itu di rak. Lalu melihat kain panjang, ia memiliki ide untuk turun melalui kain panjang itu.
---
"Kenapa kau mengejarnya?" Haku menatap tajam.
"Aku tidak mengejarnya. Aku mencoba melindunginya. Dia adalah cahaya," Kage membalas, seketika Haku sedikit terkejut.
Brak!
Tiba-tiba ada suara jatuh. Mereka segera ke sana. Terlihat Hikari baru saja terjatuh di semak-semak.
"HIKARI!!!" Kage terkejut dan segera mendekat.
"A… Aku baik-baik saja," Hikari membalas sambil merasa pusing, tapi kakinya terkilir. Kage yang melihat itu mengerutkan dahi, lalu menggendongnya dan berjalan pergi. Hikari melihat Haku dari pundak Kage. Haku hanya melambaikan tangan sambil tersenyum palsu.
"(Kenapa dia sangat mencurigakan... Apa sih sifatnya Mas Haku?)" Hikari terdiam.
---
"Aku sudah bilang padamu jangan mendekatinya," kata Kage sambil menggendong Hikari di punggungnya.
"Dia yang menyeretku… Aku tak bisa lari. Apa kau marah padaku?" Hikari berkata pelan di akhir kalimat. Kage hanya menghela napas.
Tapi, di antara itu, Kage masih membawa Hikari di punggungnya. Ia tiba-tiba berhenti karena ada banyak kiriman paket di depan pintu rumah. Paket itu berisi banyak sekali stroberi, dan tertulis pengirimnya dari Haku. Hikari yang juga melihat itu seketika terkejut.
"Kenapa dengan stroberi ini?" Kage menatap suram, sekaligus dingin dan mengintimidasi.
"I-iya, em... Aku hanya tidak sengaja menjawab pertanyaan Mas Haku, bahwa aku suka... stroberi. Mungkin karena itu... em," Hikari menjawab dengan canggung dan malu.
"Huh... Kenapa kau minta pada dia? Bukankah meminta padaku itu mudah?" Kage menatap dengan hawa membunuh.
"Ti... Tidak... Dia yang menawariku... Lagi pula, kau juga harus belajar menawar perempuan jika ingin mendekatinya." Hikari menatap, tapi ia terdiam menutup mulut karena wajah Kage menjadi cemas dan kecewa setelah Hikari mengatakan itu tadi.
"(Apa aku mengatakan hal yang salah?)" Hikari langsung terdiam.
"...Kau ada libur, kan, besok?" tanya Kage sambil menurunkan Hikari duduk di sofa, setelah itu melepas dasinya.
"Iya, memangnya ada apa?"
Lalu Kage menunjuk dua tiket ke tempat berbeda di meja. Sambil duduk di sofa, Hikari duduk di bawah sofa, memandang dua tiket itu dengan berkeringat dingin.
"(Ini, ujian,)" ia berkeringat sambil duduk di bawah sofa, dan Kage duduk di sofa sambil menyilangkan tangannya.
"(Ada tiket liburan, satu milik Mas Haku dan satu lagi milik Mas Kage. Mana yang harus kupilih?)" ia semakin panik. Dia menatap dua tiket yang salah satunya milik Kage dan Haku.
"(Kenapa Mas Haku mau melakukan ini? Sebenarnya maksudnya apa? Bukankah dia terlalu mengganggu... Aku tak tahu apakah pilihanku akan salah...)" Lalu tangannya mencoba mengambil tiket Haku. Tiba-tiba Kage menyepak tiket itu dengan kakinya, membuat Hikari terkejut tak berkutik.
"Sudah diputuskan, kau harus liburan dengan tiketku," kata Kage sambil berjalan pergi.
"(Dasar seenaknya,)" Hikari menatap kesal.
Namun, bel pintu berbunyi. Hikari segera melihat dari kamera pintu, dan ia terkejut bahwa itu Haku. Kage yang berjalan melewatinya berhenti dan mendekat. "Siapa?" tanyanya dengan tatapan tajam pada Hikari, yang terdiam tak berkutik.
"Bu... Bukan siapa-siapa," Hikari langsung menutupi kamera pintu, tapi Kage membuka pintunya, dan terlihat Haku ada di depan pintu. Hikari jadi panik setengah mati.
"Halo, aku hanya bilang bahwa kau besok ada rapat."
"Aku tidak akan datang," Kage menyela cepat.
"Oh, aku mengerti. Pasti karena liburan, kan? Kau bisa datang pagi hari, dengan begitu liburanmu masih bisa terkejar," Haku membalas, lalu melihat ke arah Hikari.
"Jangan lupa soal apa yang aku bilang tadi padamu di rumah itu," Haku menatapnya dengan tatapan liciknya, lalu berjalan pergi.
Hikari hanya terdiam bingung. Mendadak, Kage menutup pintu dengan membantingnya. "Apa yang dia katakan padamu?" ia langsung memojokkan Hikari di pintu.
"Di... Dia tidak bilang apa-apa. (Sebenarnya dia bilang bahwa Mas Kage adalah pembunuh.)"
"Kau tidak bisa berbohong padaku, Hikari," Kage menatapnya dengan sedikit kesal.
"Mas Kage, aku tidak mau mengatakannya padamu. Jika aku mengatakannya, kau pasti akan membenciku karena kau tahu bahwa aku tahu siapa dirimu," kata Hikari. Kata-kata itu membuat Kage terdiam. Lalu dia menghela napas panjang dan seketika menarik tangan Hikari.
"A... Apa yang akan kau lakukan?!" Hikari panik saat tertarik hingga dijatuhkan Kage di sofa. "Ah..." Hikari terbaring di sana, dan dengan cepat Kage mendekat mencium bibirnya.
"A... Apa yang mau kau lakukan?!" Hikari mendorong Kage agar tak mendekat.
"Kau ingat aku belum melakukan apa pun padamu di ranjang, bukan?" tanya Kage.
"M... Maksudmu seks?"
"Ya... Kau mau melakukannya?" tatap Kage. Seketika Hikari benar-benar berwajah merah, hampir meledak.
"Apa yang kau lakukan... Kau bodoh... Mas Kage bodoh... Aku tak mau melakukannya!"
"Kenapa kau tak mau melakukannya? Setelah itu, aku akan langsung menikahimu."
"Hah... Aku ini gadis kontrak, bukan tunanganmu!"
"Itu adalah bagian dari kontrak... Setelah kontrak selesai, aku akan menikahimu, dan kontrak itu selesai saat kita sudah melakukannya di ranjang," kata Kage. Seketika Hikari terkejut tak berkutik.
"Tu... Tunggu sebentar, biarkan aku berpikir... (Aku telah masuk ke kandang macan...)" Hikari mendesah. "Mas Kage... Bagaimana kalau... lain kali saja... Aku ingin menyelesaikan kuliahku," tatap Hikari, tapi Kage memandangnya dengan aura gelap.
"Tolonglah, Mas Kage~" Hikari memasang wajah memelas, membuat Kage terdiam.
"Hah... Baiklah... Tidak lebih dari ciuman itu saja," kata Kage.
"Yay... Makasih, Mas Kage!" Hikari senang dan langsung memeluk Kage, membuat Kage jatuh di tubuhnya.
Hari itu pun tiba, terlihat Kage memarkirkan mobilnya dan berjalan keluar.
"Aku akan kembali cepat," ia menatap Hikari yang ada di dalam mobil.
"Hati-hati," Hikari membalas. Tak lama, di sisi yang lain, Haku menatap Hikari yang ada di dalam mobil. Ia sendiri juga berada di dalam mobil. "Dia cahaya?... Cih... Tidak mungkin, kan, dia bisa menyinari hidup Kage yang penuh kegelapan. Dia hanya gadis biasa. Selera Kage benar-benar rendah... Aku benar-benar ragu... Apa dia nanti akan bisa menerima Kage yang merupakan seorang MANIA?" ia bergumam sendiri.
Tiba-tiba Kage melesat masuk mobil, membuat Hikari terkejut.
"Mas Kage, apa sudah selesai?"
"Belum, aku hanya mau kita hari ini liburan," kata Kage sambil menginjak gas cepat.
"Aaaah, Mas Kage, hati-hati!" Hikari panik. Lalu handphone Kage berbunyi, dan ia yang mengangkatnya sementara Kage menyetir.
"Di mana dia?!... Dia melesat lari begitu saja meninggalkan ruang rapat!" terdengar suara Chen yang marah dari telepon.
"Aheehe, maaf, maaf. Dia memang bodoh," Hikari membalas.
"Katakan padanya, aku akan mengerjakannya di penginapan," kata Kage.
"Mas Chen, Mas Kage bilang dia akan mengerjakannya di penginapan," Hikari menyampaikan pesan Kage kepada Chen, yang menghela napas pasrah.
"Baiklah... Terserah... Semoga hari kalian menyenangkan," kata Chen yang langsung menutup ponsel.
"Huf... Mas Kage... Kau ini kenapa? Haruskah kau meninggalkan rapat hanya untuk liburan cepat?" Hikari menatap kesal.
"Pekerjaan seperti ini hanya akan mengganggu," balas Kage.
"(Eh... Apa maksudnya itu? Sudah jelas dia itu hanya ingin cepat liburan dan bersamaku... Tunggu... Bersamaku... Astaga, dia benar-benar aneh... Rela meninggalkan pekerjaannya hanya untukku,)" Hikari tersenyum sendiri dengan wajah merah.
Kage meliriknya sedikit dan menjadi bingung. "(Ada apa dengannya?... Apa dia terlalu senang... Jika memang begitu, malam ini aku harus mengerjakan pekerjaanku cepat agar bisa bersama dengannya.)"