Chereads / Imperial Dungeon Caretaker(Indonesia Version) / Chapter 10 - The first Adventurer Victory

Chapter 10 - The first Adventurer Victory

Di tengah kesibukannya mengawasi pembangunan Apple Gate Town, Shiroi tanpa sengaja mendengar percakapan para petualang yang sedang berkumpul di alun-alun kota. Obrolan mereka penuh antusiasme, membicarakan penemuan terbaru di Arudi Dungeon. Kabar itu menyebar cepat: ada sesuatu yang besar dan kuat di dalam dungeon, sesuatu yang hanya bisa dihadapi oleh petualang paling tangguh. Bagi Shiroi, informasi ini seharusnya tak menarik perhatiannya, tetapi ia tetap merasa penasaran. Meski demikian, ia menepis rasa ingin tahunya dan kembali fokus pada pengembangan kota yang menjadi misinya.

Sementara itu, para petualang yang mendengar berita tentang "Monster Boss"—makhluk menakutkan yang menguasai lantai bawah dungeon—segera bersiap. Kekuatan dan keberingasan makhluk itu tak main-main, membuat banyak dari mereka meningkatkan persiapan dan memperbaiki senjata. Para petualang berpengalaman bahkan telah menemukan atau membuat senjata khusus yang diinfus dengan kekuatan magis, dirancang untuk menghancurkan tulang-tulang keras para skeleton yang menjaga jalan ke lantai-lantai bawah. Di sudut kota, tampak beberapa pandai besi sibuk menempa senjata-senjata itu, percikan api dari tungku mereka menciptakan kilauan yang memantulkan tekad para petualang.

Di sisi lain kota, kemah medis semakin padat oleh para petualang yang terluka. Tabib dan penyihir penyembuh sibuk merawat mereka, menggabungkan teknik medis dan sihir untuk mempercepat pemulihan luka. Beberapa petualang terluka parah, dengan cakaran dan gigitan, pertanda betapa cukup kuat musuh yang mereka hadapi di dungeon. Bahkan dengan sihir penyembuhan, beberapa luka tetap menimbulkan nyeri, dan tidak sedikit yang masih trauma dengan pertempuran yang mereka alami.

Gideon Vanguard, pemimpin party petualang yang terkenal dengan ketajaman taktiknya, kali ini tak main-main dalam mempersiapkan ekspedisi ke dalam Arudi Dungeon. Dengan setiap anggota party-nya mengenakan perlengkapan yang telah diperkuat dan diperbaiki oleh Blacksmith dan Tailor di Apple Gate Town, mereka terlihat lebih siap dari sebelumnya. Senjata-senjata mereka kini lebih tajam, baju zirah mereka lebih kuat, dan setiap detail telah dipertimbangkan untuk memastikan perlindungan maksimal. Persediaan bahan makanan, obat-obatan, serta ramuan penyembuh telah dibawa dalam jumlah cukup, sehingga mereka tak perlu sering kembali ke permukaan.

Begitu mereka masuk ke Arudi Dungeon, Gideon langsung memimpin timnya menavigasi lantai B1-D dengan cermat. Dengan strategi yang matang, mereka mampu menghindari pertarungan yang tidak perlu, fokus pada tujuan utama mereka. Langkah mereka ringan dan gerak mereka terkoordinasi, menunjukkan perbedaan yang mencolok dari ekspedisi-ekspedisi sebelumnya. Sesampainya di B2-D, mereka mulai menerapkan taktik baru yang terlihat lebih disiplin dan efektif.

Di ruang kendali dungeon, Anastasya dan Takano memperhatikan perkembangan Gideon dan party-nya dengan ketegangan yang meningkat. Keduanya bertugas memantau aktivitas petualang yang memasuki dungeon, serta melacak pergerakan dan pola pertarungan mereka. Namun, kali ini mereka tidak menyangka Gideon dan timnya akan kembali secepat ini, apalagi dengan pendekatan yang sama sekali berbeda. Takano, seorang pengamat yang teliti, mencatat bagaimana party tersebut sekarang lebih banyak menggunakan teknik bertahan, menunggu momen yang tepat untuk menyerang, daripada terlibat langsung dalam pertempuran.

"Sepertinya mereka merubah taktik mereka." kata Takano memperhatikan dengan cermat

"iya, sebelumnya mereka akan menyerang apapun yang menghalangi jalan mereka, sekarang mereka hanya menyerang ketika monster agresif menyerang." kata Anastasya

"Ah iya, apa 2 trap portal sudah di persiapakan untuk kekandang Garm?" tanya Takano

"Aku sudah persiapkan kebetulan di B3-D dan B3-A." kata Anastasya

"Kalau begitu tinggal menunggu saja mereka tiba di kandang Garm, kalau tidak salah Garm menjaga beberapa senjata kualitas D kan?" kata Takano 

"Memang lokasi tersebut memang dipersiapkan untuk 2 party, juga Garm tertarik melawan para petualang." kata Anastasya

"Kalau ada waktu aku akan coba melatih Garm, sedikit trik pasti dia akan jadi boss monster yang menakutkan untuk B1-B3" kata Takano

"Kalau begitu akan aku broadcast nanti kalau mereka sudah masuk ke kandang Garm." kata Anastasya.

"Aku juga akan minta kakak kemari untuk menonton, sepertinya Garm vs Petualang akan seru." kata Takano

Di lantai B3-D, Gideon dan partynya bergerak dengan hati-hati, berbeda dari cara mereka bertempur sebelumnya. Kali ini, setiap langkah penuh perhitungan. Mereka tahu bahwa target utama mereka adalah monster yang terkenal menakutkan, Garm, serigala es yang konon menjaga bagian terdalam dungeon ini. Menghindari konfrontasi yang tidak perlu, mereka hanya bereaksi jika diserang, mempertahankan energi dan fokus untuk pertarungan utama yang menunggu.

Ketika mereka menyusuri koridor yang semakin dingin dan berkabut, mereka tiba di sebuah ruangan besar yang berisi peti harta karun, kilauan cahaya dari perhiasan dan logam mulia memantul di dinding yang beku. Gideon, yang biasanya waspada terhadap jebakan, kali ini terfokus pada peta mental yang ia susun di pikirannya. Tanpa sadar, ia menginjak penutup lantai berukir rumit, dan suara mekanis bergema. Terlambat menyadari, Gideon mendengar raungan dalam nada rendah, yang bergaung dari dalam sebuah portal berwarna biru tua yang perlahan terbuka di tengah ruangan.

Dengan cepat, Gideon memberikan isyarat kepada anggota partynya—gerakan tangan yang sederhana namun cukup jelas untuk memberi tahu mereka akan ancaman yang ada di depan. Mereka semua merapat dan mempersiapkan formasi pertempuran. Tanpa ragu, Gideon melangkah masuk ke dalam portal, diikuti oleh party-nya, mempersiapkan diri untuk menghadapi salah satu tantangan terbesar mereka.

Begitu mereka menyeberangi portal, mereka mendapati diri di sebuah ruang gelap yang dipenuhi kristal es yang tajam dan mengerikan, menyembul dari dinding dan lantai. Udaranya beku, membuat setiap hembusan napas terasa berat dan menusuk kulit. Di sana, di tengah ruangan, berdiri Garm, monster serigala es raksasa dengan bulu perak yang berkilauan di bawah cahaya yang terpancar dari kristal-kristal es di sekitarnya. Matanya yang biru terang menatap tajam ke arah mereka, penuh kewaspadaan dan kebencian, seolah sudah lama menunggu kedatangan para penyusup.

Gideon dan party-nya langsung bersiap, mengetahui bahwa Garm bukanlah lawan yang mudah. Dengan gerakan perlahan namun mantap, Gideon memberi aba-aba, dan party-nya merapat dalam formasi pertempuran yang terkoordinasi. Di belakang, salah satu penyihir mereka mulai merapal mantra, mempersiapkan serangan esensial untuk menghadapi musuh yang kuat ini, sementara anggota yang lain mengangkat perisai dan senjata mereka, siap untuk melindungi rekan-rekan yang lebih rentan.

Garm menggeram pelan, membuka mulut besarnya yang dipenuhi taring es yang tajam. Suhu di ruangan turun drastis, dan es mulai terbentuk di sekitar kaki para petualang, menghambat pergerakan mereka. Gideon tahu bahwa ini adalah ujian terberat mereka—dan hanya dengan taktik, kekuatan, serta ketenangan, mereka bisa berharap untuk keluar dari sini dengan selamat.

Di tengah ruang es yang dingin dan penuh dengan kristal, pertarungan sengit antara Gideon dan partynya melawan Garm terus berlanjut. Anastasya dan Takano menyiarkan setiap detailnya ke Aula Monster, di mana para monster menonton dengan penuh perhatian. Aura ketegangan menyelimuti ruangan saat monster-monster tersebut mengamati strategi yang digunakan para petualang, sesuatu yang jarang mereka lihat dari sudut pandang sang lawan.

Sementara Garm melancarkan serangan brutalnya, Gideon dan thief di partynya dengan gesit menghindari setiap cakar dan gigitan serigala es raksasa itu. Sang mage di tim Gideon melihat peluang, lalu mengubah lantai beku di sekitar Garm menjadi lumpur, menggunakan sihir tanah untuk memperlambat gerakan sang monster. Kaki besar Garm mulai tenggelam dalam lumpur, membuatnya kesulitan bergerak dan kehilangan keseimbangan.

Takano segera menjelaskan kepada para penonton monster di Aula, "Inilah yang disebut 'elemental support'! Sang mage memanfaatkan kelemahan lingkungan untuk membuat Garm terperangkap, dan ini adalah momen penting dalam taktik mereka."

Dengan Garm yang kini tertahan dalam lumpur, sang archer mengambil posisi. Ia merapal mantra di ujung anak panahnya, membentuk panah dengan elemen angin yang berputar-putar, memberikan momentum tambahan pada tembakannya. Saat ia melepaskan Wind Arrow ke arah Garm, panah itu menghantam tepat di sisi tubuh sang monster, menyebabkan luka dalam dan lolongan kesakitan yang menggetarkan ruangan.

"Lihat bagaimana serangan jarak jauh ini memberikan efek tambahan!" seru Anastasya. "Wind Arrow milik archer ini mengkombinasikan kekuatan serangan dan elemen untuk memberikan luka yang jauh lebih dalam!"

Gideon, yang melihat celah ini, segera memberikan isyarat kepada thief untuk maju bersamanya. Thief tersebut bergerak cepat dan lincah, mengitari tubuh besar Garm yang terperangkap di lumpur, lalu dengan cekatan melukai kaki belakangnya. Luka itu cukup dalam untuk membuat Garm goyah, dan tubuhnya yang besar tak lagi mampu menopang keseimbangan. Sang monster tersungkur, tubuhnya yang lemah kini menjadi target sempurna untuk serangan akhir.

Tanpa ragu, Gideon maju dengan kekuatan penuh. Ia mengangkat pedangnya yang berkilauan oleh sihir elemen api yang dipinjamkan oleh mage, lalu menghantamkan pedang itu ke titik vital di tubuh Garm. Dengan serangan penuh energi tersebut, Garm mengeluarkan raungan terakhir sebelum akhirnya terdiam, kekuatan besar dari serangan Gideon mengakhiri perlawanan serigala es legendaris itu.

Suasana di Aula Monster terdiam untuk beberapa saat, menyaksikan jatuhnya salah satu monster kuat di tangan petualang. Takano menambahkan dengan bangga, "Inilah hasil dari kerja sama, strategi, dan pemanfaatan elemen yang sempurna. Mereka tak sekadar mengandalkan kekuatan mentah, tetapi memahami setiap aspek pertarungan!"

Monster-monster yang menonton di Aula Monster terlihat terkesima dan bahkan kagum. Pertarungan ini menjadi bukti bahwa para petualang memiliki kekuatan dan kecerdasan yang tak bisa diremehkan. Anastasya dan Takano memberikan penghormatan terakhir bagi Garm, yang telah memberikan perlawanan sengit, sekaligus mengakui bahwa Gideon dan partynya telah membuktikan diri sebagai petualang luar biasa yang pantas menghadapi tantangan dungeon ini.

Setelah tubuh Garm menghilang, menyisakan magical gems sebagai tanda kekalahan monster tersebut, Gideon melihat sebuah peti harta karun besar yang muncul di tengah ruangan. Merasakan aura yang kuat dari peti itu, Gideon segera membukanya dengan hati-hati. Di dalamnya, terdapat beberapa senjata dan armor yang terlihat memancarkan kekuatan tersendiri. Walau tanpa enchantment atau refining, perlengkapan tersebut memiliki daya yang setara dengan senjata dan armor terbaik yang dimiliki party Gideon.

Sadar bahwa hadiah ini bisa sangat bermanfaat, terutama setelah pertarungan melelahkan melawan Garm yang menguras seluruh persediaan mereka, Gideon mulai membagikan perlengkapan sesuai keahlian masing-masing anggota party. Sang thief menerima pisau pendek dan armor yang ringan dan fleksibel, sementara mage mendapatkan jubah pelindung dan tongkat sihir yang meningkatkan kendali elemen. Sang archer pun menerima busur yang lebih kuat dengan tali yang mampu menahan tembakan berdaya besar, serta armor yang lebih ringan namun kokoh. Gideon sendiri mengambil pedang besar yang sempurna untuk pertarungan jarak dekat dan armor yang menambah ketahanannya di medan tempur.

Dengan perlengkapan baru tersebut, Gideon memutuskan untuk mundur dan keluar dari dungeon agar timnya bisa pulih. Begitu mereka keluar dari Arudi Dungeon dan mencapai Apple Gate Town, mereka disambut oleh para petualang lain yang penasaran. Mereka melihat perubahan drastis pada perlengkapan party Gideon—armor dan senjata yang tampak lebih berkilauan dan kokoh, berbeda dari yang mereka pakai sebelumnya.

"Apakah itu harta karun dari dalam dungeon?" seorang petualang bertanya, matanya penuh kekaguman.

"Iya, ini dari peti harta karun yang dijaga Boss Monster Serigala Es." kata Gideon

Gideon hanya tersenyum tipis, mengisyaratkan bahwa pertarungan mereka bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh. Para petualang lain berkumpul, bertanya tentang pertarungan melawan Garm, beberapa bahkan meminta saran dari anggota party tentang taktik yang mereka gunakan. Gideon dan timnya, meskipun lelah, berbagi sedikit cerita tentang pertarungan tersebut, membuat Apple Gate Town semakin ramai oleh antusiasme dan semangat para petualang yang terinspirasi.

Dengan perlengkapan yang baru dan reputasi yang kian meningkat, Gideon dan party-nya kini dikenal sebagai tim yang berhasil mengalahkan salah satu Boss monster di dungeon, memberikan harapan dan inspirasi bagi para petualang lain di Apple Gate Town.