Pagi itu, Dante dan Vergil sudah bersiap-siap untuk perjalanan mereka menuju lokasi dungeon yang akan segera dibangun. Aeka sudah berdiri di luar, siap dengan perlengkapannya, sedangkan Takano masih terlihat lesu dan sedikit mengantuk saat bersiap. Malam sebelumnya, setelah semua Guild Leader kembali ke markas masing-masing, Arc Wizard Alexhandra sempat menyarankan bahwa pembangunan dungeon bisa dimulai keesokan harinya dengan bantuan 6 spirit yang telah disiapkannya. Ini menambah semangat dan urgensi di antara kelompok mereka.
Setelah semua siap, Dante dan Vergil menuju tempat berkumpul, dengan Takano yang masih mengantuk dibimbing oleh Vergil agar tidak tertinggal. Arc Wizard Alexhandra, bersama kelima muridnya dan Emperor Shiroi, sudah tiba di armory dan naik ke sebuah APC (Armored Personnel Carrier). Dengan kecepatan yang mereka butuhkan, perjalanan ini akan memakan waktu jauh lebih singkat berkat teknologi canggih yang dimiliki oleh Kainaldia Empire.
Vergil, yang masih memapah Takano, segera masuk ke dalam APC kedua, disusul oleh Dante dan Aeka. Dua APC tersebut langsung melaju di jalur rahasia yang menuju ke Haunting Forest. Dengan bantuan kendaraan modern dan rute tersembunyi yang efisien, perjalanan yang biasanya membutuhkan waktu sehari hanya memakan waktu satu jam. Atmosfer di dalam APC penuh dengan keseriusan, meskipun Takano masih sesekali menguap dan berusaha membuka mata sepenuhnya.
Setibanya di sebuah tempat tersembunyi di tengah hutan, kelompok mereka langsung disambut oleh pemandangan yang unik. Arc Wizard Alexhandra dan kelima muridnya segera disambut oleh sepasang dwarf yang tampak berpengalaman, serta sejumlah golem. Golem-golem tersebut berbentuk seperti batu persegi panjang dengan tangan, kaki, dan wajah, tingginya tidak lebih dari lutut Dante dan Vergil.
Melihat golem-golem tersebut, mata Takano langsung berbinar, dan semangatnya kembali.
"Lihat, golem mini! Aku bisa menghancurkan mereka dengan satu pukulan!" katanya dengan nada penuh antusias.
Dia bersiap-siap untuk menyerang, namun Dante dengan cepat menahan bahunya.
"Tenang, Takano," kata Dante sambil menekan bahunya dengan lembut namun tegas. "Golem ini mungkin kecil, tapi mereka bukan musuh kita. Fokus pada tugas kita."
"Tepatnya para Golem ini adalah staff utama dari dungeon ini, mereka bisa kalian andalkan untuk melakukan apapun termasuk mengisi ulang peti harta karun dan dan juga sebagai Dungeon Gatekeeper. Tanpa menunggu kita segera menuju ke ruang kendali, genggam tangan mini Golem tersebut." kata Arc Wizard Alexhandra
Dante melepaskan Takano yang mulai tenang, sementara Vergil dan Aeka menggenggam tangan golem-golem kecil di sekitar mereka. Suasana mulai terasa serius saat semua orang bersiap untuk tahap selanjutnya. Bahkan Emperor Shiroi, yang biasanya menunjukkan wibawa tenang, kini bergabung dengan mereka, menggenggam tangan salah satu mini golem. Kedua dwarf dan kelima murid Arc Wizard Alexhandra juga mengikuti langkah yang sama, masing-masing menggandeng tangan golem tersebut.
Seiring dengan itu, golem-golem mulai bergerak, tidak berjalan di permukaan seperti yang mereka kira, tetapi menembus tanah dengan perlahan. Rasanya seperti mereka ditarik masuk ke dalam bumi, melalui lorong-lorong magis yang hanya bisa diakses dengan bantuan para golem. Suara halus dari gesekan batu terdengar di sekitar mereka, namun tak ada rasa takut—semuanya sudah dipersiapkan dengan hati-hati.
Tak lama, mereka tiba di dalam sebuah ruangan besar, tersembunyi jauh di bawah permukaan tanah. Ruangan tersebut memiliki aura misterius, diterangi oleh cahaya magis yang memancar dari empat buah meja di tengahnya. Setiap meja memiliki tiga buah cermin magic, cermin-cermin ini tampak berkilau dengan energi yang mengalir, seakan-akan menyimpan rahasia atau petunjuk penting.
Dante mengamati cermin-cermin tersebut dengan pandangan penuh rasa ingin tahu, sementara Vergil tetap tenang, meskipun matanya menyelidik tajam, mencoba menilai fungsi dari cermin-cermin itu. Aeka dan Takano, yang kini lebih fokus, juga memandang ke sekeliling, menanti penjelasan dari Arc Wizard Alexhandra.
"Selamat datang di Command Center dari Dungeon, dari sini kita akan memantau apa yang terjadi dan siapa saja yang berada didalam dungeon. Para petualang harus dipaksa membuat party dikarenakan walau monster pada lantai B1 hingga B3 terkesan sangat mudah mulai B4 akan mulai sulit." kata Arc WIzard Alexhandra.
"Lalu kedua Dwarf itu siapa?" tanya Aeka dengan nada lembut.
"Ah maaf karena aku lupa memperkenalkan kedua artisantku, Bromir Stonehammer dan putrinya Hilda Emberflint. Mereka adalah Artisant yang membuat senjata dan Armor yang akan diletakan di dungeon." kata Arc Wizard Alexhandra
"Lebih tepatnya aku lebih kearah senjata dan armor yang berbahan metal sementara putriku ahli dalam menjahit dan membuat senjata sihir." kata Bromir
"Boleh nanti aku membantumu membuat senjata?" tanya Vergil
"Hahahahahaha ternyata disini juga ada artisant juga rupanya, boleh nanti kita berkolaborasi." kata Bromir dengan senang."
"kalau begitu muridku yang pernama akan mengurus dungeon ini, Anastasya Starfire kemari dan lepas hoodie dari jubahmu." kata Arc Wizard
Saat salah satu murid Arc Wizard Alexhandra melepaskan jubahnya, sosok wanita dengan rambut pirang berkilauan tampak di bawahnya. Wanita itu mengenakan robe penyihir elegan yang terbuat dari kain halus berwarna ungu tua, dengan sulaman emas di sepanjang tepinya, yang memberi kesan kekuatan dan otoritas. Di tangannya, ia memegang sebuah tongkat sihir yang berkilauan dengan energi magis.
Dante dan Vergil saling bertukar pandang, dengan cepat menyadari bahwa kekuatan wanita ini bukan kekuatan biasa. Ada sesuatu yang sangat kuat dan purba yang mereka rasakan dari Anastasya—begitulah nama wanita ini yang disebut oleh Arc Wizard Alexhandra. Energi yang terpancar dari tubuhnya membuat Dante berpikir bahwa dia hampir setara dengan para Immortal, seperti dirinya dan Vergil. Bahkan auranya membuat ruangan terasa sedikit lebih tegang, namun terkendali.
Aeka, yang biasanya lebih tenang, memandang sekeliling ruangan dengan cermat, mengamati setiap perubahan energi magis yang terjadi sejak Anastasya mulai mempersiapkan diri. Ia bisa merasakan arus kekuatan mengalir melalui cermin-cermin dan lantai batu di sekitarnya.
Sementara itu, Takano, yang dikenal sebagai petarung top-tier dengan sifat agresif, tampak kesulitan menahan dorongan untuk bertarung.
"Kebetulan aku ingin menunjukan ruang lain, mari ikut aku." kata Arc Wizard Alexhandra membuka pintu.
terdapar lorong dibalik pintu tersebut dan terlihat sanggat panjang, Arc Wizard berjalan sambil menujukan kesebuah lorong gua dimana akan menjadi jalan belakang dari setiap level. berjalan tidak jauh terdapat sebuah aula besar, Emperor Shiroi terkesima dengan interior aula tersebut. Dari ruangan aula tersebut banyak sekali lorong dan pintu.
"Selamat datang di aula untuk para monster, disini mereka bisa istirahat dan berlatih atau apaun yang mereka butuhkan. Bahkan kami punya tempat khusus dimana para monster bisa berburu atau ruang terbuka sesuai lokasi awal mereka." kata Arc Wizard Alexhandra
Arc Wizard Alexhandra melanjutkan perjalanannya di dalam dungeon, memimpin kelompok tersebut berkeliling untuk menunjukkan setiap bagian yang telah dipersiapkan dengan cermat. Saat mereka berjalan, dinding batu besar di sekitar mereka terasa lebih hidup dengan energi magis yang mengalir melalui lorong-lorongnya.
Mereka pertama kali tiba di sebuah workshop milik Bromir. Ruangan itu dipenuhi dengan peralatan pandai besi, alat-alat berat yang berkilauan dengan bahan-bahan magis, dan logam-logam langka yang akan digunakan untuk membuat senjata serta jebakan yang akan melindungi dungeon. Di tengah-tengah ruangan, Bromir sendiri sedang mendesign sebuah pedang yang akan dia buat bersama dengan para golem tersebut. Dia hanya mengangguk pada Alexhandra dan kelompoknya, terlalu tenggelam dalam pekerjaannya.
Selanjutnya, mereka tiba di ruang menjahit milik Hilda, di mana leather armor dan robe khusus untuk para petualang yang beruntung dibuat. Hilda, seorang wanita pendek dan tenang dengan rambut perak, sedang merancang jubah dengan sentuhan sihir pelindung. "Semua sudah hampir selesai," katanya sambil mengukur sebuah jubah hitam yang berkilauan dengan benang emas. Jubah itu tampak hampir seperti hidup, bergelombang seolah tertiup angin meski tidak ada angin sama sekali.
Dante dan Vergil mengamati dengan seksama, mengakui keahlian yang ditunjukkan di setiap sudut dungeon ini. Setiap detail, mulai dari senjata hingga pakaian, tampak dipersiapkan dengan sangat matang. Aeka mencatat beberapa hal dalam pikirannya, mengagumi bagaimana segala sesuatunya terintegrasi dengan sempurna, sementara Takano tampak sedikit kecewa karena tidak ada yang bisa ia hajar.
Setelah tur selesai, Arc Wizard Alexhandra membawa mereka kembali ke ruang kendali, tempat di mana cermin-cermin magis dan meja-meja masih berdiri, menunggu tahap akhir dari ritual pembangunan dungeon.
"Sekarang hanya tinggal satu masalah, bagaimana kita mengatur ruangan untuk dungeon." kata Shiroi.
"Kalau hal tersebut kita yang harus membuatnya secara manual, karena perbedaan waktu didalam dan waktu luar pada umumnya kita bisa mengerjakan membuat peta dungeon ini." kata Arc Wizard Alexhandra
"Kalau begitu kita buat saja sekarang, dan sesuai yang aku tanyakan kemarin apa mungkin kita punya multiple scenario dungeon?" tanya Dante
"Seperti yang aku bilang, aku bisa melakukannya terutama 6 Element Spirit sangat senang kalau ini jadi yang pertama." kata Arc Wizard
Saat Arc Wizard Alexhandra meminta kertas dan alat tulis, suasana di ruang kendali menjadi lebih serius. Meja yang tadinya dipenuhi oleh peta kasar mulai dipenuhi oleh denah yang lebih detail dan presisi. Dante, Vergil, dan Aeka segera menyiapkan diri untuk merancang setiap lantai dari dungeon yang akan dibuat oleh enam Spirit.
Dengan teliti, mereka mulai menggambarkan setiap ruangan, koridor, dan area jebakan. Dante yang memiliki pengalaman bertempur di berbagai medan dan dimensi, memfokuskan dirinya pada taktik. Ia merancang lorong-lorong yang sempit dan berliku, memastikan bahwa musuh yang memasuki dungeon akan terjebak dan dipaksa menghadapi monster-monster penjaga satu demi satu.
Arc Wizard Alexhandra dan Anastasya juga bekerja keras di sisi lain meja. Dengan tangan yang terlatih, mereka mulai menggambar denah dari ruangan inti yang akan diisi dengan kekuatan magis dan energi sihir. Ini akan menjadi jantung dari dungeon, tempat di mana harta karun istimewa dijaga oleh makhluk kuat yang hanya bisa dikalahkan oleh pahlawan sejati. Alexhandra menambahkan catatan pada peta untuk setiap ruangan sihir, memastikan bahwa arus mana akan mengalir sempurna di dalam dungeon ini, membuatnya hampir mustahil untuk ditembus.
Emperor Shiroi yang melihat dari samping, cukup kagum dengan hasil yang mereka buat. Setiap lantai dungeon memiliki tujuan yang jelas: ada yang dirancang untuk menyiksa pikiran para penyusup dengan ilusi dan jebakan, ada yang dibuat untuk menguji kekuatan fisik dengan monster-monster besar, dan ada juga yang dijaga oleh makhluk magis yang hanya bisa ditundukkan dengan sihir yang lebih kuat.
Ruangan-ruangan yang akan berisi peti harta karun ditempatkan dengan hati-hati. Vergil memastikan bahwa beberapa peti berisi harta karun sungguhan, namun sebagian besar adalah tipuan.
"Kalau begitu aku tinggal dulu, kebetulan aku juga sudah menyiapkan persediaan dunegon untuk beberapa tahun." kata Emperor Shiroi.
"kalau begitu yang mulia Emperor Shiori akan aku antar ke tempat saat masuk." kata Bromir
Bromir, dengan mini golem di sisinya, mengantar Emperor Shiroi keluar dari Haunting Forest, kembali ke tempat mereka memasuki area tersembunyi tersebut. Sebelum berpisah, Emperor Shiroi memberikan instruksi penting kepada Bromir.
"Jika terjadi sesuatu yang tidak terduga, jangan ragu untuk segera menghubungi istana," katanya tegas, matanya memancarkan keseriusan seorang pemimpin yang siap untuk segala kemungkinan.
Tak lama setelah itu, suara deru mesin besar terdengar, dan sebuah truk besar tiba, membawa supply potion dan medical herb yang akan digunakan sebagai bagian dari peti harta karun di dalam dungeon. Bromir, yang sudah terbiasa dengan efisiensi, segera memberikan perintah kepada pasukan golem. Tanpa banyak bicara, mereka mulai bekerja sama mengangkat dan memindahkan barang-barang tersebut ke gudang dungeon yang telah dipersiapkan sebelumnya. Mereka bekerja dengan cekatan, mengangkat kotak-kotak besar penuh dengan potion dan herb, lalu membawanya masuk ke dalam ruangan yang akan menjadi pusat penyimpanan suplai tersebut.
Setelah memastikan semuanya berjalan lancar, Emperor Shiroi naik ke dalam APC dan kembali ke istana. Pandangannya sejenak terfokus pada hutan yang perlahan menjauh di belakang mereka, merasa lega bahwa pembangunan dungeon berjalan dengan baik. "Semoga ini berjalan sesuai rencana," gumamnya pelan saat kendaraan melaju di sepanjang jalur rahasia kembali ke Kainaldia Imperial Palace.
Sementara itu, di dalam ruang kendali dungeon, Dante dan Vergil bekerja tanpa henti bersama Anastasya dan Arc Wizard Alexhandra. Mereka telah menyelesaikan sekitar 560 lembar peta dungeon yang telah dirancang dengan detail. Setiap peta memperlihatkan berbagai variasi desain dungeon, dengan jebakan, monster, dan lorong-lorong yang berbeda. Setelah diskusi panjang, mereka akhirnya memilih peta yang paling efektif untuk digunakan pada dungeon ini, yang akan menjadi bagian dari warisan Kainaldia Empire.
Namun, peta-peta yang tidak terpilih tidak akan dibiarkan begitu saja. Arc Wizard Alexhandra dengan bijaksana memutuskan untuk menyimpan sisa peta tersebut untuk digunakan di lokasi dungeon lain yang akan dibangun di masa mendatang.
"Karena sudah terpilih 80 peta yang akan dipilih kita bisa segea bangun, Anastasya.... apa Dungeon Core Room sudah siap?" tanya Arc Wizard Alexhandra
"Sensei, Duengon Cor selalu aktif dan selalu siap." kata Anastasya
"Kalau begitu... Pangeran... Putri, mohon ikut aku..." kata Arc Wizard Alexhandra berdiri dari tempat duduknya
Vergil, Dante, Aeka, dan Takano yang sedang tampak lesu berjalan mengikuti Arc Wizard Alexhandra menuju ruangan yang sangat terpencil dan dijaga dengan teknologi keamanan yang sangat canggih. Pintu-pintu dengan pengamanan khusus menyala saat mereka mendekat, membuka jalan hanya setelah melalui beberapa prosedur pengenalan biometrik dan mantra pelindung yang rumit. Setiap langkah terasa semakin berat seiring mereka mendekati pusat dari ruangan tersembunyi ini.
Setelah mereka melewati beberapa gerbang dengan segel magis dan penjagaan ketat, mereka tiba di sebuah ruangan yang terasa berbeda—udara di dalamnya sangat tenang namun penuh dengan energi yang tak terlihat. Di tengah ruangan, tampak berdiri sebuah kristal hitam besar, memancarkan aura misterius. Vergil dan Dante merasakan kekuatan besar yang bersemayam di dalam kristal itu, namun tidak ada sedikit pun aura kegelapan yang menyelimuti. Sebaliknya, kekuatan itu terasa netral dan murni, seperti sumber kekuatan yang tidak terkontaminasi oleh kekuatan kegelapan
Ketika semuanya sudah berada di dalam ruangan, suasana yang sebelumnya gelap tiba-tiba berubah menjadi terang benderang. Cahaya mistis menyebar dari kristal hitam tersebut, memancar ke setiap sudut ruangan. Dalam sekejap, enam sosok bercahaya muncul di depan mereka, mengambang di udara dengan anggun dan megah.
Aeka, yang awalnya tampak kebingungan, tiba-tiba terdiam. Matanya terbuka lebar, penuh dengan kekaguman. "Itu... Mereka adalah Elemental Spirit," gumamnya, setengah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Keenam Spirit tersebut mewakili kekuatan dasar dari alam semesta: Air, Api, Angin, Tanah, Cahaya, dan Kegelapan. Masing-masing memiliki bentuk dan warna yang khas, memancarkan energi yang sangat kuat.
Spirit Air berbentuk seperti gelombang biru transparan yang anggun, berputar-putar dengan tenang di sekitar ruangan. Spirit Api adalah sosok yang tampak membara dengan lidah api yang tak henti-hentinya berkobar di tubuhnya. Spirit Angin bergerak lincah dan berputar dengan bentuk yang tak sepenuhnya solid, seperti hembusan angin yang tak terlihat namun terasa. Spirit Tanah memiliki tubuh yang kokoh, dengan tekstur batu dan tanah yang menyelimuti wujudnya. Spirit Cahaya bersinar terang, hampir sulit untuk dilihat langsung, sementara Spirit Kegelapan berwujud bayangan yang bergerak halus, memancarkan aura misterius tanpa terkesan jahat.
Vergil dan Dante, meskipun telah terbiasa menghadapi makhluk dari berbagai dimensi, merasakan bahwa kehadiran Spirit ini benar-benar luar biasa dan unik. Mereka bisa merasakan kekuatan primordial yang mengalir dari masing-masing Spirit, kekuatan yang bukan hanya kuat tetapi juga sangat seimbang.
"Para Spirit, sudah waktunya kita membuat denah dari Dungeon ini..." kata Arc Wizard Alexhandra
"Kalau begitu masukan rancangan dan skenario dari setiap lantai." kata Fire Spirit.
Arc Wizard Alexhandra segera mengeluarkan denah dari setiap rancangan dungeon yang telah dibuat dengan sangat hati-hati bersama Dante, Vergil, dan yang lainnya. Peta-peta tersebut mencakup desain dari lantai B1-A hingga B15-E, serta lima peta khusus untuk ruang Boss yang akan terpicu secara acak berdasarkan tingkat kesulitan. Alexhandra dengan tenang memasukkan setiap denah ke dalam altar kristal hitam yang ada di tengah ruangan, sementara keenam Elemental Spirit mengelilinginya, siap memulai pekerjaan mereka.
Saat semua sudah siap, keenam Spirit itu mulai melantunkan sebuah nyanyian magis. Meski terdengar seperti nyanyian lembut dan menenangkan, Dante dan Vergil bisa merasakan getaran yang kuat di udara. Setiap nada dan lirik dari nyanyian tersebut membawa perubahan nyata ke ruang di sekitarnya. Mereka berdua bisa merasakan energi yang bergerak, seakan membentuk dan mengubah ruang serta waktu. Suasana di dalam ruangan terasa seperti sedang dimanipulasi oleh kekuatan yang jauh lebih besar dari sekadar mantra biasa.
Selama dua jam penuh, keenam Spirit terus bernyanyi, dan selama waktu itu, struktur dungeon mulai terbentuk. Setiap lantai, mulai dari B1-A hingga B15-E, dibuat dengan presisi sempurna. Koridor berliku, jebakan tersembunyi, ruangan rahasia, dan lorong yang dilapisi dengan sihir mulai tercipta, masing-masing dengan atmosfir yang sesuai dengan elemen Spirit yang mengendalikannya.
Aeka, yang selama ini menonton dalam diam, benar-benar terpukau. Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari proses yang sedang terjadi. Dalam benaknya, kekuatan para Elemental Spirit benar-benar luar biasa, sesuatu yang bahkan dalam mimpi terliarnya tak pernah ia bayangkan. Nyanyian itu menciptakan harmoni antara alam dan sihir, membentuk ruang yang begitu besar namun tersembunyi di dalam tanah, sebuah dunia mini yang akan menjadi medan pertempuran dan teka-teki bagi siapapun yang berani menjelajahinya.
"Pembangunan sudah selesai, kalau memerukan sesuatu atau ada perubahan kedepannya bisa langsung kemari" kata Fire Spirit.
"Terima kasih para Spirit, maaf kalau akan mereptokan kedepannya ditempat lain." kata Arc Wizard
"Masih ada lagi yang ingin kau bangun? kalau begitu serahkan saja kepada kami." kata Wind Spirit
"ah aku juga mau mengatakan bahwa murid pertamaku yang bernama Anastasya Starfire yang sepenuhnya mengurus tempat ini dibantu oleh Pangeran Dante dan Vergil serta Putri Aeka dan Takano." kata Arc Wizard Alexhandra
"Imperial Royal Family? Wah wah sepertinya akan menarik." kata Water Spirit
"Kalau begitu Sisahnya aku mengandalkan kalian." kata Arc Wizard
Arc Wizard Alexhandra dan Anastasya segera membawa Dante, Vergil, Aeka, dan Takano untuk memeriksa struktur dungeon yang baru saja selesai dibangun, mulai dari lantai B1-A hingga B15-E. Suasana dungeon masih sangat segar, seolah-olah baru saja terbentuk dari ketiadaan, dan meski desainnya menyerupai gua, suasananya jauh dari kegelapan yang biasanya ditemukan di dalam gua-gua bawah tanah.
Di sepanjang perjalanan, lorong-lorong gua tampak terang benderang, diterangi oleh obor api yang terang yang ditempatkan di sepanjang lorong dan sudut ruangan ruangan. Bromir, yang membawa beberapa palu khusus, ikut serta dalam perjalanan itu. Dengan bantuan beberapa golem, setiap pukulan dari palu Bromir langsung memberikan perubahan signifikan pada dinding gua tersebut. Setiap kali palunya menghantam batu, dinding yang awalnya kasar berubah menjadi halus, membentuk lorong yang tampak seperti bagian dari ruang bawah tanah klasik, lengkap dengan penerangan obor dan dinding batu yang sangat rapi.
Takano, yang awalnya tampak mengantuk, kini tampak penuh semangat, memandang kagum pada setiap detail dari proses transformasi dungeon itu. Aeka, yang biasanya tenang, tidak bisa menahan diri untuk ikut memperhatikan bagaimana setiap lorong terasa semakin megah, semakin mendalam ke dalam dungeon.
"Perbedaannya sangat jauh sekali dari pada sebelumnya." kata Takano
"Kalau ingin cepat selesai bisa berikan palu itu ke aku?" tanya Vergil melepas armor bagian atas menerima palu dari salah satu golem dan mulai memakai palu tersebut
"Pangeran tidak perlu, aku dan..." kata Bromir
"Berikan palu itu juga, semakin cepat selesai biar kami bantu.... Aeka tolong bahas itu ke Arc Wizard..." kata Dante merebut salah palu yang sama dari Golem yang lain dan mulai bekerja.
"Ya sudah kalau begitu, Putri Aeka apa yang ingin dibahas?" tanya Arc Wizard
"Untuk tangga naik dan turun, sebetulnya ini ideku dan kak Vergil." kata Aeka.
"Kalau itu kenapa tuan putri?" tanya Arc Wizard
"kalau bisa diatur untuk tangga naik semua akan langsung terhubung dengan pintu keluar." kata Aeka
"Bisa saja, kalau begitu ikut aku tuan putri." kata Arc Wizard Alexhandra
Arc Wizard Alexhandra bersama Anastasya segera mengajak Aeka dan Takano menuju sebuah ruangan terpencil, meninggalkan Dante dan Vergil yang sibuk membantu Bromir mengatur ruangan-ruangan di dalam dungeon. Perjalanan mereka melewati beberapa koridor yang semakin gelap dan sunyi, menuju ke area yang tampak lebih terlindungi. Suasana di sana semakin mencekam, namun menimbulkan rasa penasaran bagi Aeka dan Takano.
Setelah melewati beberapa lapis keamanan ketat, mereka tiba di depan pintu besar yang terlihat lebih modern daripada arsitektur ruang bawah tanah lainnya. Pintu tersebut dilengkapi dengan sistem keamanan canggih, serupa dengan yang digunakan untuk melindungi ruangan 6 Elemental Spirit. Ketika pintu tersebut terbuka, mereka disambut oleh pemandangan yang mengejutkan—di tengah ruangan terdapat sebuah bola biru besar yang tampak seperti kumpulan energi murni. Bola itu berdenyut pelan, seolah-olah hidup, dan di sekelilingnya menjuntai banyak tentakel yang memanjang dari inti biru tersebut.
Setiap tentakel tampak dipenuhi dengan mantra bercahaya, memancarkan cahaya magis yang memelihara dan mengendalikan energi dalam bola tersebut. Mantra-mantra itu teratur dan rapi, seolah-olah setiap tentakel memiliki tugas spesifik yang harus dijalankan dengan sempurna. Meskipun terlihat mengerikan, ruangan itu memancarkan aura yang sangat kuat dan teratur.
Aeka, yang biasanya tenang, merasa terkesima dengan pemandangan tersebut. "Apa ini...?" bisiknya, matanya menatap tajam bola biru tersebut.
Alexhandra tersenyum tipis.
"Ini adalah Core of the Dungeon. Semua energi yang digunakan untuk membangun dungeon ini berasal dari sini. Bola biru besar ini adalah sumber daya utama yang memungkinkan dungeon ini untuk bertahan dan semua yang berada didalam duengon ini mendapatkan energi tersebut." kata Alexhandra
"Kalau begitu...." kata Aeka
"Aku bisa mengatur semuanya dari sini agar tangga naik bisa langsung terhubung dengan pintu keluar.
Arc Wizard Alexhandra dan Anastasya mulai merapalkan mantra, suara mereka menyatu dalam alunan nyanyian yang merdu, seakan-akan harmonisasi yang berasal dari dunia lain. Setiap kata mantra yang diucapkan terdengar lembut namun penuh dengan kekuatan, menggetarkan udara di sekitar mereka. Alunan nyanyian tersebut tak hanya menyentuh suasana ruangan, tetapi juga tentakel energi besar di tengah ruangan, yang mulai bergetar pelan seiring dengan irama nyanyian mereka.
Tentakel-tentakel energi itu merespon secara otomatis, memancarkan cahaya biru yang semakin terang, seolah-olah mereka sedang "menyesuaikan" sesuatu yang telah diinstruksikan oleh kedua penyihir tersebut. Core of the Dungeon, dengan kekuatannya yang tak terbatas, mulai memodifikasi aturan dalam dungeon sesuai dengan apa yang diinginkan. Aliran energi di dalam core itu berdenyut lebih cepat, menunjukkan bahwa sistem dalam dungeon sedang diubah secara magis.
Aeka, yang menyaksikan perubahan ini dengan penuh kekaguman, menyadari bahwa Arc Wizard Alexhandra dan Anastasya sedang merancang aturan baru bagi para petualang yang memasuki dungeon. Mantra mereka tak hanya memperkuat struktur dungeon tetapi juga menciptakan mekanisme khusus—sebuah jebakan magis.
"Semua petualang yang gagal mencapai tujuan dungeon," kata Alexhandra perlahan di sela mantra, "akan langsung dikembalikan ke pintu masuk gua. Mereka akan dipaksa untuk mengulangi perjalanan mereka dari awal, dari lantai B1."
Anastasya menambahkan, "Tidak ada pengecualian. Setiap kesalahan, setiap kegagalan untuk melangkah lebih jauh, akan membuat mereka kembali ke titik awal. Dungeon ini akan menguji kesabaran dan kekuatan mental mereka, bukan hanya kemampuan fisik."
Saat nyanyian mereka berlanjut, Aeka dan Takano melihat tentakel energi semakin bersinar terang, mempertegas bahwa perubahan ini telah sepenuhnya tertanam dalam sistem dungeon. Sekarang, tidak akan ada jalan pintas atau kemudahan bagi para petualang yang berusaha menaklukkan dungeon ini. Setiap kali mereka gagal, mereka harus mengulangi segalanya dari awal, berjalan lagi melalui lorong-lorong di lantai B1.
Takano, yang biasanya tak sabar dan ingin segera bertarung, terkejut mendengar ini. "Jadi, mereka harus memulai lagi setiap kali gagal? Itu... kejam, tapi menarik." Dia tersenyum tipis, membayangkan betapa frustasinya para petualang yang berusaha menyelesaikan dungeon tersebut.
Aeka mengangguk, merasa senang dengan tantangan baru yang dihadirkan. "Ini akan membuat dungeon ini semakin terkenal. Semua petualang akan datang untuk mencoba menaklukkan dungeon yang tak kenal ampun ini."
Setelah mantra selesai, Arc Wizard Alexhandra dan Anastasya menurunkan tangan mereka. Core of the Dungeon bergetar untuk terakhir kalinya sebelum kembali tenang. Semua perubahan yang diinginkan telah tertanam dengan sempurna dalam sistem dungeon, memastikan bahwa setiap petualang akan mengalami tantangan yang jauh lebih berat dari sebelumnya. Arc Wizard Alexhandra membawa Aeka dan Takano ke ruang kendali, dan semua cermin magical yang ada di meja tersebut sepenuhnya berfungsi. Anastasya mulai memakai cermin magical tersebut dan melihat kondisi dari duengon yang sedang dibangun, mulai dari lantan B1 hingga B10-C sudah sepenuhnya sudah sepenuhnya selesai seperti yang diinginkan Bromir
"Bagaimana, Anastasya? Apa sudah mau selesai?" tanya Arc Wizard Alexhandra
"Mereka sudah sampai lantan B10-D, padahal kita hanya tinggal mereka untuk waktu yang cukup sebentar." kata Anastasya kebingungan
Keempat murid dari Arc Wizard juga melihat dengan kebingungan, kenapa dungeon tersebut sangat cepat selesai. Aeka dan Takano tahu apa yang terjadi dan mereka tertawa, Arc Wizard yang penasaran segera melihat ke Aeka dan Takano.
"Pangeran Dante dan Vergil bekerja sangat cepat, kalian pasti tahu sesuatu." tanya Arc Wizard Alexhandra
"Biasanya mereka akan membuat permaianan kecil sih, dan biasanya hasilnya selalu draw." kata Aeka menahan tawa
"Permainan kecilnya adalah siapa yang selesai duluan dia yang akan menang.. Kakak memang seperti itu sejak kecil." kata Takanno yang mulai tertawa lepas.
"Guru.... mereka sudah tiba di lantai terahkir." kata Anastasya
"Sepertinya hasilnya memang draw." kata Takano yang tertawa lepas.