Chereads / A Mercenary Who Captures Time / Chapter 25 - Yang Menjadi Pengalihan

Chapter 25 - Yang Menjadi Pengalihan

Meliya menangkis semua serangan yang datang dengan tentakel miliknya, walaupun ia tidak mendapatkan luka fatal, tentakel yang ia gunakan untuk menangkis semua serangan dari ksatria suci itu semakin lama semakin tergores, karena elemen cahaya yang dipasangkan di pedang para ksatria suci itu, tubuh Aliya yang penuh dengan energi dari sihir gelap membuatnya menjadi lebih lemah dari biasanya.

"Ugh.. Sialan!." Ucapnya kepada para ksatria yang menyerangnya tanpa henti, Meliya tidak akan diam dan terus berlindung, ia merasa kalau itu adalah hal yang pengecut, jadi dengan ledakan di tubuhnya, Meliya mengeluarkan energi gelap yang ada di dalam tubunya untuk mendorong para ksatria kebelakang, "UAAGHH!!" Teriak para ksatria yang terlempar oleh tiupan angin gelap Meliya, ledakan energi gelap itu menyebabkan bangunan-bangunan yang ada di sekitar mereka hancur hingga berkeping-keping, sekarang medan bertarung mereka berdua menjadi lebih luas.

Jika para ksatria suci itu bukanlah ksatria suci yang memiliki energi cahaya, mereka pasti sudah terkonsumsi oleh energi gelap ini dan menjadi tak terkendali, di momen yang sempit itu, Meliya pun melemparkan potion-potion yang ia pegang di tentakelnya ke segala arah, semua potion yang ia lempar mengenai setidaknya satu ksatria suci yang berada di arah lemparannya, efek dari potion yang dilemparkan Meliya bekerja secara instan, dan sekarang semua ksatria yang terkena cairan dari potion-potion itu mulai merasakan keanehan.

"A- Apa ini.. Tubuh ku.. Gatal.." Ucap salah satu ksatria sembari mencoba menggaruki punggungnya, tapi dengan armor baja yang menutupi seluruh tubuhnya, ia tidak bisa melakukan apa apa, rasa gatal itu bertambah parah seiring waktu, dan hanya dalam beberapa detik saja rasa gatal itu menjadi sangatlah luar biasa sampai-sampai mata dari ksatria itu mulai terlihat merah dan mengeluarkan air mata darah.

"ARRRGGHHHH!!! HENTIKAN!! HENTIKAN!!!" Teriak ksatria-ksatria yang terkena cairan potion Meliya, mereka berteriak kesakitan, dan saking luar biasanya rasa gatal itu, beberapa ksatria mulai melepas armor mereka dan mencoba menggaruki punggung mereka.

"O- OY!! SADARLAH!! PEGANG DIA!"

Melihat rekan mereka yang bertingkah seperti orang yang sudah kehilangan akal, beberapa ksatria yang tidak terkenai efek dari potion itu mencoba untuk mengekang rekan mereka yang lepas kendali, mereka memegang kedua tangan dan kakinya, berpikir kalau potion ini hanya menyebabkan rasa gatal ilusi, tapi tak ada satu pun yang menyangka ketika mereka membuka baju dari ksatria yang lepas kendali, ia mengalami rasa gatal dipunggung bukan karna itu adalah ilusi, tapi justru punggung miliknya menumbuhkan sebuah kristal berkilau yang biasanya orang temukan di kedalaman gua, kristal-kristal yang memiliki banyak warna itu masihlah kecil, tapi dengan cepat mereka terus bertambah besar.

"H- HEYY!! ORANG INI.."

"HEY!! DIA MEMILIKI SEMACAM KRISTAL DIPUNGGUNGNYA!!"

"DISINI JUGA SAMA!!"

"ORANG INI JUGA!!"

"H-HEY.."

Tidak hanya satu, tapi semua orang yang terkena efek dari potion itu mulai menumbuhkan kristal besar di punggung mereka, beberapa ksatria panik, tapi Holth tetap tenang dan menjaga pikirannya.

'Potion macam apa itu.. Aku tidak pernah mendengar sebuah potion yang dapat menumbuhkan kristal dari tubuh manusia..' pikirnya.

"!!!" Wajah Holth terkejut bukan main, pupil matanya mengecil, dan ia baru saja ingin berteriak tapi tidak sempat.

Holth menggerakan penglihatannya ke arah Meliya lagi, tapi dia terlambat hanya beberapa milidetik saja, Meliya menggunakan saat dimana para ksatria sedang panik ini untuk melempar sebuah potion lagi, dengan senyuman yang sinis, ia melemparkannya ke tanah dan setelah botol potion itu pecah, muncul kabut asap yang sangat tebal menutupi hampir keseluruhan medan tarung, kabut asap itu membuat semua ksatria suci yang berada didalamnya tidak bisa melihat lebih dari 50 sentimeter didepan mereka, jarak penglihatan itu sangatlah dekat, sampai-sampai itu bisa sama saja dengan buta.

"TIDAK!!.. SEMUANYA!! BERKUMPUL KE ARAH SUARA KU SEKARANG!!" Teriak Holth, ia mencoba berteriak beberapa kali, tapi tidak ada satu pun ksatria yang datang mendekatinya, bahkan sepertinya ia tidak bisa mendengar suara pengawal atau ksatria lainnya yang ada di sekitar dia, itu terasa seperti Holth sedang diisolasi dari dunia.

"Holth!.. Holth!"

Sebuah suara misterius memanggil nama Holth secara berulang-ulang, tapi ia tidak bisa menemukan sumber suara itu, Holth turun dari kudanya dan mencoba menengok ke segala arah dengan panik, ia khawatir dengan para pasukannya dan apa yang mungkin terjadi dengan mereka, bahkan pada saat dirinya tidak benar-benar aman, komandan Holth tetap memprioritaskan para ksatria suci lainnya yang ia pandu.

"Dimana.. dimana..!!" Ucapnya dengan putus asa, ia pikir kalau kabut ini akan terus ada selamanya, namun di saat-saat terakhir, semua kabut yang menutupi pandangan Holth itu menghilang dengan cepat, layaknya sebuah penyedot yang sangat kuat, kabut-kabut tebal itu terhisap ke satu titik di depannya dan menghilang, disaat ia melihat ke sekitarnya lagi, Holth dengan cepat sadar kalau tempat ini bukanlah di Distrik Hitam, yang ia lihat saat ini adalah sebuah perumahan desa yang tentram dan asri.

"A- apa yang.." Ucapnya tidak percaya, bagaimana bisa semua darah dan pertarungan itu menghilang begitu saja, Holth berpikir apakah ini semua adalah mimpi, tapi tidak lama kemudian, seseorang memanggil namanya kembali, dan kini suara itu semakin dekat, suara itu terdengar seperti perempuan dewasa.

"Holth!"

Seakan-akan mengetahui suara itu, Holth memutar kepalanya dengan sangat cepat, dan apa yang ia lihat dibelakangnya itu benar-benar sesuatu yang ia tidak bisa percaya sama sekali.

'T- tidak mungkin...'

"Holth! Disini kau rupanya." Ucap ibu-ibu itu setelah mendekatinya, Holth hanya bisa terdiam dan terus menatapi wajah ibu itu, dengan mata yang berkaca-kaca, Holth berubah menjadi sosok masa kecilnya dan meneteskan air mata, ia berkata, "Ibu?.."

"..."

Terjadi kesunyian selama beberapa saat, sebelum dirusak oleh ibu Holth yang melanjutkan perkataannya.

"Iya ibumu, kenapa? Kau seperti habis melihat iblis." Ucapnya dengan nada kecewa.

Ibu Holth pun mengulurkan tangannya kepada Holth, "Ayo, kita pulang." Ucap ibu dengan senyuman manis, Holth yang melihat itu secara tak sadar mulai menggerakan tangannya dan hampir saja menerima tangan ibunya, sebelum tangannya bersentuhan dengan satu sama lain, Holth sempat terpikirkan skenario dimana Ibunya berubah menjadi mayat berdarah didepan matanya, imajinasi itu muncul beberapa kali, hingga Holth merasa sakit karna terus memikirkannya.

"K- Kenapa.. Kenapa ini.. A- aku.."

"Hmm? Ada apa nak?"

"Kau... Kau.. Tidak bisa dimaafkan.."

Setelah mengatakan kalimat itu, Holth kembali berubah menjadi sosok dewasanya sang komandan ksatria suci dan menebas ibunya menjadi dua, darah kembali memancur dari tubuh ibunya, tapi kali ini Holth sendirilah yang melakukannya, setelah ia menebas ibunya menjadi dua, semua pemandangan di sekitarnya terdistorsi layaknya sebuah hologram, Holth membuka matanya dan disitulah ia, terbangun di sebuah ruangan kamar yang memiliki atap bercorak, ditemani dengan meja disamping kasurnya yang memiliki secangkir teh di atas meja itu.

Terbangun dengan keringat dingin, wajah Holth sedang tidak berada dalam kondisi yang terbaik, dan ia sangat tahu akan hal itu, Holth mencoba mengingat semua hal yang ia alami di dalam mimpi itu dan merasa bersalah telah membunuh ibunya sendiri, walaupun itu hanyalah tipuan, ia juga mengingat pada saat melawan Meliya dan Holth merasa kesal karna telah gagal menangkapnya, jika ia tahu akan terjadi seperti ini, seharusnya ia sudah dari awal maju kedepan dan melawan Meliya sendirian, Holth telah salah kalkulasi dan berpikir kalau hanya anak buah miliknya pun sudah cukup untuk menghadapi Meliya, dan sekarang hasil yang ia dapatkan benar-benar terbalik.

"Oh Dewa Langit.. Maafkan aku."