Eleanor Xu berjalan turun ke lantai bawah. Ia tidak menemukan jejak seorang manusia pun di sana. Eleanor Xu yang dahulu memang nyaris hampir kesepian di tempat itu. Tidak ada pelayan yang dikirimkan bekerja untuknya. Segala keperluan hidupnya, ia harus mengurusnya seorang diri dengan biaya hidup dua juta Yuan dari suaminya yang dikirim ke rekeningnya sebulan sekali.
"Haa, setidaknya suaminya masih tahu untuk membiayai kehidupan bulanannya."
Ia membuka kulkas melihat hampir semuanya kosong. Hanya dua kotak susu yang sudah basi dan beberapa minuman kaleng yang sudah kadaluarsa.
"Ha, gadis ini benar-benar tidak pandai mengurus dirinya dengan baik." Tapi menurutnya itu adalah hal yang wajar. Eleanor Xu tumbuh besar di keluarga kaya. Ia hanya perlu duduk manis dan menerima semua perlakuan orang disekitarnya.
Tiba-tiba sebuah melodi mengalun di udara.
Ia menutup pintu kulkas dan mulai mencari-cari dari mana asal suara melodi tersebut. Hingga ia menemukan sebuah benda pipih yang tergeletak di bawah meja teh.
"Ternyata dari sini asalnya."
Ia meraih benda pipih itu dan ternyata itu adalah benda yang bernama ponsel pintar di era tersebut.
'Pria berdarah dingin'
Begitulah nama yang tertera di layar.
Menggunakan ingatan pemilik tubuh, ia menggesek tombol hijau ke atas untuk menerima panggilan.
"Jadi kau masih hidup ternyata." Suara dingin dan sangat apatis itu mengetuk indra pendengarannya.
"Bersiap-siaplah!" Kali ini suaranya jatuh seperti titah.
"Dalam waktu lima belas menit aku akan ke sana menjemputmu."
"..."
"Kita akan ke rumah kakek."
Tap!
Panggilan terputus begitu saja.
Eleanor Xu mengerutkan bibirnya, "Benar-benar pria berdarah dingin."
Howard Chen yang baru saja memutuskan panggilan. Membuka pesan yang semalam dikirimkan oleh istrinya.
[Hubungi aku besok. Jika tidak ada jawaban, tolong kirimkan seseorang untuk mengurus pemakaman ku.]
"Ha, aku mengira wanita itu mengakhiri hidupnya semalam."
Eleanor Xu hampir tidak pernah berkirim pesan padanya. Ia pun sendiri hanya menghubunginya di saat-saat yang penting seperti tadi. Kehidupan pernikahan mereka benar-benar dingin. Mereka bahkan tidak lebih seperti dua orang asing yang tidak peduli dengan kehidupan satu sama lain.
Tapi anehnya, wanita yang hampir tidak terlihat keberadaannya itu, tiba-tiba mengirimkan pesan itu padanya.
"Apa ia mulai belajar untuk mencari perhatian ku?"
Bibirnya menyeringai dingin.
"Kalau begitu, itu hanya akan menjadi hal yang sia-sia."
Karena ia tidak akan pernah memedulikan makhluk yang bernama'wanita' dalam kehidupannya.
Eleanor Xu duduk bersilang kaki di sofa, menggesek layar ponselnya untuk mencari makanan pesan antar yang dapat sampai dalam kurun waktu sepuluh menit. Tapi ternyata karena lokasi mansion terletak agak jauh dari kota, membuat rata-rata waktu yang ada hanya berkisar dua puluh dan tiga puluh menit.
"Ah, sepertinya aku harus menahan lapar untuk sementara waktu ini."
Sebuah Rolls-Royce hitam pekat baru saja berhenti di pertengahan pekarangan mansion besar nan mewah. Pintu mobil terbuka halus dan kaki panjang seorang pria tampak melangkah keluar menginjak tanah.
Howard Chen merapikan tatanan jas hitamnya dan berjalan dengan aura dinginnya ke bagian sayap kiri mansion— tempat di mana ia menyembunyikan istrinya dari dunia luar.
"Kau sudah selesai?"
Eleanor Xu sedang duduk di sofa, kecanduan menjelajahi dunia maya melalui ponsel pintarnya. Matanya yang berbinar itu, menunjukkan jejak keseruan. Tepat ketika suara dingin seorang pria mengetuk indra pendengarannya, ia langsung mengangkat kepalanya ke asal suara.
Sepasang matanya tampak berkedip dua kali. Memandangi objek yang baru saja muncul di ruangan. Seorang pria dengan wajah tampannya yang dingin seperti es, itu tegas dan tanpa ekspresi. Sepasang matanya tampak tajam seperti elang, serius dan misterius. Jembatan hidungnya yang tinggi berpadu sempurna dengan lekuk bibirnya yang bewarna coklat kemerahan. Pria itu mengenakan jas hitam, arloji hitam dan sepatu hitam. Membuat aura gelap menyelimuti nya dari atas hingga ke bawah, menciptakan kesan mengintimidasi dan menekan orang-orang di sekitarnya.
Sepasang alis Howard terjalin erat, "Apa yang kau lihat?"
"Kau." Jawab Eleanor Xu spontan. Ia mematikan layar ponselnya dan bangun dari duduknya. Gerakannya anggun dan tenang. Ia berjalan menuju pria itu dan berdiri di hadapannya, tanpa sedikitpun merasa terintimidasi dengan aura gelapnya.
"Hampir saja aku melupakan tampang suamiku. Jadi aku memandangi mu sebentar, untuk menyimpannya dalam memori ku."
Mata Howard Chen menyipit dingin. Ada jejak keheranan dari caranya memandang. Wanita itu berdiri tegap di hadapannya tanpa sedikitpun gemetar. Sorot matanya tenang dan terasing. Singkatnya, itu tidak seperti penampilan istrinya yang lemah dan penakut.
"Kau tidak perlu menyimpannya. Karena segera setelah lima bulan berlalu dan kau masih tidak mengandung anakku..."
"..."
"Kita akan bercerai."
Howard Chen mengambil selangkah maju ke depan, dan membungkuk ke hadapan istrinya yang sedikitpun tidak terintimidasi olehnya.
Matanya yang tajam, menembus jauh ke dasar mata wanita itu, "Saat itu tiba. Lupakan aku sepenuhnya dan jangan berani-berani mengusik kehidupanku lagi. "
Jika itu Eleanor Xu yang dahulu. Wanita itu pasti akan panik jika suaminya mulai membahas perceraian. Karena jika ia berpisah dengan suaminya, ia yang sudah dikeluarkan dari garis keluarga, tidak ada tempat untuk pergi ke mana lagi. Itu kenapa ia akan memohon sambil menahan rasa takutnya dan meminta suaminya untuk membatalkan niatnya menceraikan nya.
Tapi suaminya itu tidak peduli. Ia hanya berkata dengan apatis nya, "Jika tidak ingin bercerai, kau harus mengandung anakku dalam kurun waktu yang sudah ku tetapkan."
Eleanor Xu tidak tahu harus bagaimana memenuhi persyaratan tersebut. Mereka bahkan tidak pernah berbagi ranjang yang sama.
"Un, aku mengerti." Jari telunjuk Eleanor Xu yang lentik menekan dada pria tak berperasaan itu, kepalanya mendongak tinggi ke atas dengan berani. "Jadi kau tidak perlu khawatir."
Howard Chen menegakkan badannya. Tangannya menyapu tempat bekas jari wanita itu menyentuhnya tadi. Matanya yang masih belum berpaling dari wanita itu, entah mengapa merasa seperti melihat diri orang lain, alih-alih sosok istrinya.
Sudut bibir Eleanor Xu meringkuk dingin. 'Apa aku begitu menjijikan di matanya?' Batinnya ketika melihat pria itu membersihkan tempat ia menyentuhnya tadi.
——
Kini mereka sudah tiba di Siheyuan* keluarga Che. Bangunan itu dikelilingi oleh dinding dari bata merah yang tampak tinggi dan kokoh. Melangkah ke dalam halaman yang luas, terdapat sebuah pohon plum yang tumbuh di sudut halaman. Karena itu musim semi, dedaunan hijau segar tampak bermunculan di tiap dahan dan rantingnya. Bunga-bunga plum yang merah muda tampak bermekaran dengan cantiknya.
Sesekali angin berhembus dan menerbangkan beberapa kelopak bunganya dengan indah.
Tempat itu terdiri dari satu bangunan utama yang besar dengan empat bangunan yang lebih kecil di sayap kanan dan kirinya. Keseluruhan Siheyuan* itu terlihat tenang dan penuh kesan historis.
"Kalian sudah tiba?" Harold Chen baru saja mendapatkan kabar kalau cucu dan cucu menantunya baru saja tiba. Cepat-cepat ia keluar menyambut kedatangan mereka.
Eleanor Xu menatap pria tua yang penuh aura terhormat itu dan membungkuk sopan. "Kakek."
Sesaat Horald Chen tercenung, heran.
* Siheyuan adalah rumah tradisional Tiongkok yang biasanya terdiri dari rumah utama, halaman tengah dan dikelilingi bangunan tambahan di empat sisi.